Hotman Paris soal Grab Didenda Rp 30 Miliar: Preseden Buruk Bagi Dunia Usaha

3 Juli 2020 10:06 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Hotman Paris  Foto: Munady
zoom-in-whitePerbesar
Hotman Paris Foto: Munady
ADVERTISEMENT
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menjatuhkan sanksi denda kepada PT Solusi Transportasi Indonesia (Grab) sebesar Rp 30 miliar. Grab dianggap melanggar Pasal 14 dan 19 (d) UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
ADVERTISEMENT
Menanggapi hal itu, Kuasa Hukum Grab dalam kasus tersebut Hotman Paris Hutapea menganggap keputusan yang diambil KPPU tidak tepat. Menurutnya langkah itu juga tidak sesuai dengan tujuan Presiden Joko Widodo yang ingin menggenjot investasi asing di Indonesia.
“Bahwa putusan KPPU tersebut preseden buruk bagi citra dunia usaha Indonesia di mata internasional. Di saat Presiden Joko Widodo sedang bekerja keras untuk membujuk investor asing agar berinvestasi di Indonesia, KPPU justru menghukum investor asing (Grab dan TPI) yang telah menanamkan modal besar di Indonesia dan yang telah membuka lapangan pekerjaan yang sangat luas, dengan pertimbangan-pertimbangan yang tidak sesuai dengan fakta persidangan,” kata Hotman berdasarkan keterangan resminya yang dikutip kumparan, Jumat (3/7).
Selain Grab, dalam perkara ini KPPU juga menghukum PT Teknologi Pengangkutan Indonesia (TPI) dengan denda Rp 4 miliar dan Rp 15 miliar atas dua pasal tersebut. Sehingga total denda yang dikenakan sebesar Rp 19 miliar. Hotman merasa seluruh koperasi mitra Grab yang merupakan pesaing TPI di bawah sumpah di depan persidangan, telah menerangkan bahwa mereka tidak pernah merasa terdiskriminasi dengan hadirnya TPl.
ADVERTISEMENT
“Namun KPPU tetap memaksakan untuk menyatakan Grab telah melakukan diskriminasi terhadap koperasi-koperasi tersebut tanpa dasar pertimbangan hukum yang jelas,” ujar Hotman.
Perusahaan transportasi online, Grab. Foto: Muhammad Fikrie/kumparan
Atas dasar itu Hotman merasa heran dengan keputusan KPPU. Padahal, kata Hotman, ekonomi senior Faisal Basri yang juga saksi ahli dalam persidangan mengakui hadirnya aplikasi Grab dan TPI telah membawa keuntungan besar untuk perekonomian Indonesia.
“Anehnya, perusahaan yang memberi dampak positif bagi perekonomian Indonesia justru dihukum dengan nilai denda yang sangat fantastis, tanpa pertimbangan hukum yang jelas. Apalagi hukuman denda fantastis tersebut dijatuhkan pada situasi COVID-19, di mana Grab dan TPI merupakan perusahaan yang sangat terdampak akibat kebijakan PSBB yang diterapkan Pemerintah RI,” terang Hotman.
Untuk itu, Hotman mengharapkan Presiden Jokowi memperhatikan kinerja KPPU yang dianggapnya malah bisa membuat investor asing kabur dari Indonesia. Ia juga mengungkapkan tidak akan tinggal diam dengan keputusan dari KPPU.
ADVERTISEMENT
“Atas Putusan KPPU tersebut, Grab dan TPI akan segera menempuh upaya hukum dengan mengajukan Permohonan Keberatan ke Pengadilan Negeri dalam jangka waktu yang diatur dalam peraturan perundang-undangan,” ungkap Hotman.
Perkara dengan Nomor 13/KPPU-I/2019 ini berawal dari inisiatif KPPU dan ditindaklanjuti ke tahap penyelidikan mengenai dugaan pelanggaran integrasi vertikal (Pasal 14), tying-in (Pasal 15 ayat 2), dan praktik diskriminasi (Pasal 19 huruf d).
Grab Indonesia mengoperasionalkan 20 unit armada GrabCar Elektrik, Hyundai Ioniq. Foto: Bagas Putra Riyadhana
Di awal perkara, KPPU menduga telah terjadi beberapa pelanggaran persaingan usaha melalui order prioritas yang diberikan Grab(Terlapor I) kepada mitra pengemudi di bawah TPI (Terlapor II), yang diduga terkait rangkap jabatan antar kedua perusahaan tersebut.
Dalam proses persidangan, Majelis Komisi yang dipimpin oleh Dinni Melanie selaku Ketua Majelis, dengan Guntur S Saragih, dan Afif Hasbullah sebagai Anggota Majelis tersebut, menilai bahwa perjanjian kerja sama penyediaan jasa oleh Grab selaku perusahaan penyedia aplikasi dan TPI selaku perusahaan yang bergerak di bidang jasa sewa angkutan khusus, bertujuan untuk menguasai produk jasa penyediaan aplikasi angkutan sewa khusus berbasis teknologi di Indonesia dan mengakibatkan terjadinya penurunan persentase jumlah mitra dan penurunan jumlah orderan dari pengemudi mitra non TPI.
ADVERTISEMENT
Majelis Komisi menilai tidak adanya upaya tying-in yang dilakukan Grab terhadap jasa yang diberikan oleh TPI. Namun demikian, Majelis menilai bahwa telah terjadi praktik diskriminasi yang dilakukan oleh Grab dan TPI atas mitra individu dibandingkan mitra TPI, seperti pemberian order prioritas, masa suspend, dan fasilitas lainnya.
Praktik tersebut dianggap telah mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat terhadap mitra non TPI dan mitra individu.
Memperhatikan berbagai fakta dan temuan dalam persidangan, Majelis Komisi memutuskan bahwa Grab dan TPI terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 14 dan 19 huruf “d”, namun tidak terbukti melanggar Pasal 15 ayat (2) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999.
Majelis Komisi juga memerintahkan agar para Terlapor melakukan pembayaran denda paling lambat 30 hari setelah Putusan memiliki kekuatan hukum tetap.
ADVERTISEMENT
****
Saksikan video menarik di bawah ini: