IMF Pangkas Ekonomi RI, Kemenkeu Waspadai Risiko Varian Delta ke Perekonomian

13 Oktober 2021 16:21 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Foto: Galih Pradipta/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Foto: Galih Pradipta/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Dalam laporan World Economic Outlook edisi Oktober 2021, International Monetary Fund (IMF) menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini menjadi 3,2 persen, dari sebelumnya 3,9 persen. Sementara di tahun depan diproyeksikan tetap sebesar 5,9 persen.
ADVERTISEMENT
Adapun proyeksi ekonomi global 2021 juga dipangkas dari 6,0 persen menjadi 5,9 persen. Proyeksi ini turun 0,1 percentage point (pp) dibanding proyeksi sebelumnya di bulan Juli.
“Secara detail, proyeksi pertumbuhan Indonesia oleh IMF berada di tingkat 3,2 persen atau turun 0,7 pp dari proyeksi Juli,” ujar Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu dalam keterangan tertulis yang diterima kumparan, Rabu (13/10).
Meski demikian menurut Febrio, penurunan proyeksi Indonesia tidak sedalam koreksi pada negara ASEAN-5 lain yakni Thailand 1,0 persen (turun 1,1 pp), Malaysia 3,5 persen (turun 1,2 pp), Filipina 3,2 persen (turun 2,2 pp) dan Vietnam 3,8 persen (turun 2,7 pp).
Penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2021 ini terjadi secara luas di negara maju maupun negara berkembang. Hal ini menunjukkan adanya risiko global yang meningkat. Dua perekonomian terbesar dunia, yakni Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok, juga mendapatkan revisi ke bawah untuk outlook pertumbuhannya.
ADVERTISEMENT
Ekonomi AS diproyeksikan tumbuh 6,0 persen di 2021 (turun 1,0 pp), sementara Tiongkok tumbuh 8,0 persen (turun 0,1 pp). Penurunan proyeksi pertumbuhan AS didorong isu gangguan supply yang ditandai dengan naiknya tekanan inflasi yang mencapai rekor tertinggi dalam beberapa dekade terakhir.
Konsekuensinya, konsumsi mengalami perlambatan di triwulan III yang turut dipengaruhi oleh kenaikan kasus COVID-19. Di sisi lain, penurunan proyeksi pertumbuhan Tiongkok disebabkan pengurangan investasi publik dan pengetatan regulasi di sektor properti.
Penurunan proyeksi juga dialami ASEAN-5. Laju pertumbuhan 2021 ASEAN-5 diperkirakan hanya mencapai 2,9 persen (turun 1,4 pp). Penyebaran varian Delta menjadi faktor utama dari revisi ke bawah yang dilakukan pada kawasan ini, selain jangkauan vaksinasi negara-negaranya yang relatif masih rendah dibanding negara maju.
ADVERTISEMENT
IMF memandang berbagai risiko global masih perlu diwaspadai ke depan, antara lain pemulihan yang tidak merata karena ketimpangan vaksin, perkembangan mutasi COVID-19, risiko inflasi, volatilitas pasar keuangan, serta menurunnya stimulus ekonomi di berbagai negara.
Febrio Kacaribu saat dilantik sebagai Kepala BKF oleh Menteri Keuangan RI Sri Mulyani, Jumat (3/4). Foto: Dok. Kemenkeu RI
Risiko lain yang perlu dicermati adalah terjadinya global supply disruption yang berpotensi mendorong terjadinya stagflasi global, yaitu tekanan inflasi tinggi, namun dibarengi dengan melemahnya pertumbuhan ekonomi.
Untuk mengatasi permasalahan struktural dunia ke depan, IMF memberikan rekomendasi penguatan kebijakan untuk kerja sama multilateral dalam upaya akselerasi dan pemerataan vaksinasi serta mitigasi terhadap perubahan iklim.
Menurut Febrio, pemerintah Indonesia juga terus mewaspadai berbagai risiko global yang terjadi. Pandemi COVID-19 hingga saat ini masih terus menjadi fokus utama.
ADVERTISEMENT
“Meski Indonesia telah melewati puncak gelombang COVID-19 akibat Delta Varian, Pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan kapabilitas dalam penanganan pandemi,” ujarnya.
Efektivitas berbagai kebijakan seperti PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat), peningkatan 3T (testing, tracing, treatment), akselerasi vaksinasi, serta peran serta masyarakat menjaga disiplin 5M (memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menghindari kerumunan, mengurangi mobilitas) telah menjadi faktor yang membuat situasi pandemi di dalam negeri sudah jauh lebih terkendali.
Meskipun demikian, Pemerintah mengajak seluruh masyarakat untuk terus menjaga kewaspadaan dengan tetap disiplin protokol kesehatan. Selain itu pemerintah juga mengimbau agar masyarakat ikut menyukseskan program vaksinasi.
Saat ini, per 12 Oktober 2021, total vaksinasi Indonesia mencapai 157,93 juta dosis (28,87 persen terhadap populasi), di mana dosis pertama mencapai 100,32 juta dosis (36,68 persen) dan dosis kedua 57,61 juta dosis (21,06 persen).
ADVERTISEMENT
“Dengan mempertimbangkan berbagai faktor tersebut termasuk perkembangan indikator ekonomi terkini, Pemerintah melihat outlook pertumbuhan Indonesia di 2021 di kisaran 3,7-4,5 persen,” ujar Febrio.
Menurutnya pemerintah akan memastikan kebijakan ekonomi dan fiskal akan terus diarahkan untuk mendukung upaya pengendalian pandemi, menjaga keberlanjutan pemulihan ekonomi, serta akselerasi reformasi struktural. Hal ini tercermin dalam kebijakan APBN 2022 yang telah disepakati oleh Pemerintah dan DPR RI.
Defisit fiskal di tahun 2022 disepakati pada tingkat 4,85 persen dari PDB, yang akan terus mendukung pemulihan di tengah upaya konsolidasi secara bertahap. Di sisi reformasi struktural, Pemerintah dan DPR juga telah menyetujui Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang merupakan salah satu tonggak reformasi perpajakan demi keberlanjutan fiskal di jangka menengah, penguatan basis pajak, serta APBN yang sehat untuk kesejahteraan masyarakat.
ADVERTISEMENT
“Dengan semangat pengendalian pandemi, pemulihan ekonomi dan reformasi yang kuat, Pemerintah berupaya untuk menciptakan pertumbuhan dan pembangunan Indonesia yang berkesinambungan dan inklusif di tengah lingkungan global yang menantang,” tutup Febrio.