IMF Ramal Ekonomi RI Melesat Usai Corona, Bagaimana Caranya?

18 April 2020 15:41 WIB
comment
8
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Aktivitas di Terminal 3 Tanjung Priok, Jakarta, Senin (17/2). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Aktivitas di Terminal 3 Tanjung Priok, Jakarta, Senin (17/2). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Indonesia diproyeksikan menjadi salah satu negara yang pertumbuhan ekonominya melesat pada 2021 oleh Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF). Prediksi tersebut jika virus corona berakhir di tahun 2020.
ADVERTISEMENT
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira, mengatakan prediksi tersebut masih bergantung cara pemerintah mengatasi virus corona. Semakin cepat selesai, maka waktu pemulihan ekonomi juga tidak lama.
"(Kalau corona cepat selesai) Ini kan bisa mengembalikan kepercayaan para investor, kemudian dunia usaha, aktivitas ekonomi UMKM bisa berjalan seperti biasa normal lagi. Maka recovery di 2021 nya bisa jadi memang kita mengalami pertumbuhan yang relatif lebih tinggi," kata Bhima saat dihubungi, Sabtu (18/4).
Namun, ada beberapa faktor yang harus diperhatikan pemerintah agar pertumbuhan ekonomi cepat meningkat. Salah satu permasalahan yang sekarang juga harus dihadapi dan dipikirkan solusinya adalah jutaan pekerja yang kena PHK atau dirumahkan. Mereka harus dibantu agar segera mendapatkan pekerjaan.
ADVERTISEMENT
"Jadi menurut saya kunci dari keberhasilan dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi pasca COVID-19 terletak pada kemampuan pemerintah untuk melakukan reindustrialisasi, artinya industri manufaktur yang padat karya tentunya harus digenjot habis-habisan karena disitulah dia bisa menjadi penampung dari mereka yang di PHK misalnya," ujar Bhima.
Selain dari segi industri, Bhima mengungkapkan yang tidak kalah penting untuk diperhatikan adalah ekonomi digital. Ia mengharapkan stimulus pemerintah harus didorong ke digital seperti dengan adanya subsidi internet.
"Sehingga perputaran uang dan konsumsi itu bisa ditangkap oleh e-commerce, bisa oleh belanja secara online, transaksi digital juga meningkat," ungkap Bhima.
Bhima membeberkan pemberian stimulus di ekonomi digital juga sudah dilakukan di Malaysia. Menurutnya, Malaysia mengalokasikan dana setara Rp 2,2 triliun untuk internet gratis.
ADVERTISEMENT
"Jadi konvensionalnya bangkit dengan industrialisasi, barang industrinya dijual lewat e-commerce. Jadi kira membutuhkan mesin ekonomi yang selaras antara ekonomi konvensional dan digital," ujarnya.
Mengenai stimulus yang saat ini sudah digelontorkan pemerintah, Bhima merasa jumlahnya masih terlalu kecil untuk menangani dampak virus corona.
Suasana di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan. Foto: Shutter Stock
Apabila ingin cepat bangkit perekonomiannya, Bhima menyarankan dana yang dialokasikan setidaknya 10 persen dari PDB.
"Kalau PDB Indonesia Rp 16 ribu triliun maka kita butuh Rp 1.600 triliun untuk mendorong percepatan atau recovery, yang perlu kita perbesar juga adalah jaring pengaman sosialnya," ujar Bhima.
Bhima menjelaskan jaring pengaman sosial itu bisa juga digunakan sebagai sarana menjaga daya beli di masyarakat. Sehingga Bhima lebih setuju masyarakat mendapatkan uang secara tunai daripada melalui skema Kartu Prakerja yang digunakan sebagai pelatihan.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, Bhima tetap mengamini proyeksi yang dikeluarkan IMF. Namun, ia menegaskan segala sesuatunya saat ini kembali kepada langkah yang diambil pemerintah dalam penanganan COVID-19.
"Jadi tergantung pemerintah juga, ini kan namanya prediksi atau perkiraan dari IMF. Jadi kalau pemerintahnya memang mau konsisten mempercepat ya model-model seperti ini kartu prakerja ganti saja dengan cash transfer ya, jadi ada langsung dorongan konsumsi rumah tangga yang lebih tinggi di kuartal ketiga dan keempat. Itu saja mungkin variabelnya," katanya.