Impor Baja Pernah Dipermudah, Kini Jokowi Sendiri yang Mempersoalkan

14 Februari 2020 17:45 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Jokowi, Budi Karya Sumadi dan Erick Thohir usai acara Peresmian Runway 3, East Connection Taxiway dan Terminal 3 Bandara. Foto: Fahrian Saleh/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Jokowi, Budi Karya Sumadi dan Erick Thohir usai acara Peresmian Runway 3, East Connection Taxiway dan Terminal 3 Bandara. Foto: Fahrian Saleh/kumparan
ADVERTISEMENT
Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyoroti tingginya impor baja. Impor tersebut menjadi penyumbang terbesar ke-3 terhadap defisit neraca perdagangan Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit sebesar USD 3,2 miliar sepanjang Januari-Desember 2019.
ADVERTISEMENT
"Impor baja sudah masuk ke peringkat 3 besar impor negara kita. Ini tentu saja menjadi salah satu sumber utama defisit," kata Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Rabu (12/2).
Jokowi menyoroti keputusan impor baja. Menurutnya, pabrik baja lokal sudah bisa memproduksi, tapi impor tetap dibuka.
Kebijakan membuka keran impor baja sendiri, pernah berlaku di periode pertama pemerintahan Jokowi. Enggartiasto Lukita yang menjabat Menteri Perdagangan pada masa itu, menerbitkan Permendag Nomor 22 tahun Tahun 2018.
Keberadaan aturan tersebut, membuka peluang importir baja untuk terhindar dari bea masuk. Caranya dengan mengimpor baja karbon tapi dengan menggunakan Harmonized System (HS) number untuk alloy steel.
Dengan memakai kode HS untuk baja alloy, impor baja karbon bisa dilakukan tanpa dikenai bea masuk. Bea Cukai tak memeriksa apakah baja yang masuk itu baja karbon atau baja alloy, karena Permendag Nomor 22 Tahun 2018 mengatur pemeriksaan yang longgar untuk baja impor, yakni dengan post border inspection.
Bongkar muatan baja impor di Pelabuhan Tanjung Priok. Foto: Helmi Afandi/kumparan
Dengan pergeseran pemeriksaan ke post border inspection, pengawasan impor baja yang sebelumnya dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) beralih ke Kementerian/Lembaga (K/L).
ADVERTISEMENT
Longgarnya pengawasan ini cenderung membuat impor baja Indonesia terus meroket.
Chairman Asosiasi Besi dan Baja Nasional (The Indonesian Iron & Steel Industry Association/IISIA), Silmy Karim, mengatakan dari data ASEAN, impor baja Indonesia sampai Q2 naik 59 persen. Padahal pada waktu yang sama, impor baja negara lain cenderung menurun.
“Data ASEAN, bagaimana negara lain menurun impornya, Indonesia malah naik. Indonesia sampai Q2 naik 59 persen. Di mana Malaysia turun, kita malah naik," kata Silmy yang juga Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero) Tbk.
Penurunan impor baja di negara-negara tetangga terjadi dalam jumlah cukup besar. Misalnya Malaysia yang impor bajanya turun 20 persen, Filipina turun 46 persen, Singapura turun 13 persen, Thailand turun 30 persen, dan Vietnam turun 64 persen.
ADVERTISEMENT
Permendag Nomor 22 Tahun 2018 itu sendiri kemudian direvisi dengan Permendag Nomor 110 Tahun 2018, yang mulai diberlakukan pada 20 Januari 2019. Beleid itu mengatur impor besi dan baja tidak lagi diperiksa menggunakan skema post border, melainkan dikembalikan ke pabean melalui pusat logistik berikat (PLB).
Tapi dalam kenyataannya, perubahan aturan itu tak membuat impor baja menurun. Nilai impor baja sepanjang Januari hingga Agustus 2019, masih sebesar USD 6,38 miliar atau naik sekitar 6 persen dibandingkan periode sama tahun sebelumnya.