Impor Migas dari Timur Tengah Terancam, RI Cari Alternatif dari Afrika-Amerika

19 April 2024 15:27 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menjawab pertanyaan wartawan di Gedung Kementerian ESDM, Senin (15/1/2024). Foto: Ghinaa Rahmatika/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menjawab pertanyaan wartawan di Gedung Kementerian ESDM, Senin (15/1/2024). Foto: Ghinaa Rahmatika/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencari beberapa alternatif impor minyak dan gas (migas) selain dari wilayah Timur Tengah, yang distribusinya terkendala konflik Iran-Israel.
ADVERTISEMENT
Menteri ESDM, Arifin Tasrif, mengungkapkan pemerintah dan PT Pertamina (Persero) sudah mengambil beberapa langkah pengamanan untuk mengantisipasi kesulitan pasokan minyak dari wilayah konflik.
Pasalnya, kata Arifin, mayoritas impor minyak mentah Indonesia yaitu Arab Saudi dan Nigeria. Sementara impor LPG paling besar dari Amerika, disusul oleh Uni Emirat Arab dan Qatar.
"Kita sendiri stok cukup tergantung dengan komoditasnya antara 17-30 hari. Ini memang Pertamina sudah mengambil langkah-langkah pengamanan kalau nanti mengalami kesulitan suplai terutama dari delivery dari daerah konflik," ujar Arifin saat Halal bi Halal dengan media, Jumat (19/4).
Selain itu, Pertamina lebih banyak mengimpor BBM dibandingkan minyak mentah. Arifin menyebut, Indonesia mengimpor minyak mentah kurang lebih 240 ribu barel per hari, sementara BBM Indonesia setara sebesar 600 ribu barel per hari dari kilang Singapura, Malaysia, dan India.
ADVERTISEMENT
"Kita juga harus antisipasi sumber-sumber suplai dari kilangnya Singapura, Malaysia, dan India mana sumbernya kan kalau India kan dulu pas dia Rusia di-banned dia tetep ambil," ujar Arifin.
Kilang Minyak Pertamina, Refinary Unit VI Balongan, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Foto: Akbar Maulana/kumparan
Arifin mengungkapkan sumber alternatif impor LPG selain dari Timur Tengah yakni Benua Amerika dan Australia yang distribusinya tidak melalui wilayah konflik, dalam hal ini Selat Hormuz dan Terusan Suez.
"Tidak lewat lintasan itu pasti mahal, ini semua ini akan berdampak, minyak naik, biaya logistik naik, barang susah, jadi duit susah. kita harus siap-siap, tidak enak perang itu," tegas Arifin.
Sementara untuk alternatif sumber minyak mentah, Arifin mengungkapkan ada potensi dari Benua Afrika dan Amerika Latin selain Venezuela. Pasalnya, Venezuela masih terkena sanksi embargo dari AS.
ADVERTISEMENT
"Kalau kita lihat mapping-nya kan kita bisa kalau dari beberapa negara Afrika kan tidak lewat (wilayah konflik), kemudian juga dari Latin, mungkin ada yang baru Guyana, Mozambik. (Kalau) Venezuela disetrap," lanjut Arifin.