news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Indef Beberkan Bahaya Perubahan Iklim, dari Dampak Ekonomi hingga Konflik Sosial

19 April 2022 15:15 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Orang-orang menggunakan kostum dan membawa papan nisan dalam aksi protes perubahan iklim di Jakarta, Jumat (25/3/2022). Foto: Willy Kurniawan/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Orang-orang menggunakan kostum dan membawa papan nisan dalam aksi protes perubahan iklim di Jakarta, Jumat (25/3/2022). Foto: Willy Kurniawan/REUTERS
ADVERTISEMENT
Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Aviliani menyoroti bahaya dari perubahan iklim yang dapat menimpa Indonesia, mulai dari ekonomi hingga berujung pada konflik sosial.
ADVERTISEMENT
Aviliani menjelaskan, kenaikan suhu global sebesar 3,2 C pada 2050 akan berdampak pada penurunan hingga 18 persen PDB dunia. Hal ini otomatis akan berakibat pada perekonomian global terutama negara berkembang.
“Ekonomi global dapat kehilangan 10 persen dari total ekonominya pada tahun 2050 karena perubahan iklim,” kata Aviliani dalam webinar Indef, Selasa (19/4).
Dengan situasi tersebut, menurutnya pertumbuhan ekonomi akan menurun karena terjadi kerusakan properti dan infrastruktur, lalu penurunan produktivitas, hingga migrasi massal.
“Bahkan ancaman keamanan, karena kita tahu begitu ada persoalan di masyarakat kalangan bawah akan terjadi konflik sosial,” imbuhnya.
Aviliani. Foto: Ema Fitriyani/kumparan
Dalam upayanya untuk menyelesaikan permasalahan iklim tersebut, menurutnya setiap negara akan melakukan mitigasi dengan anggaran 1 persen dari PDB global per tahunnya. Hal ini lah yang menurutnya akan menjadi faktor lain yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi terhambat, tak hanya karena krisis saja.
ADVERTISEMENT
Dampak lainnya dari perubahan iklim ini, lanjutnya, adalah terjadi lonjakan inflasi bahan pangan yang kemudian mengakibatkan kelaparan, di tambah lagi pasokan pangan akan menyusut karena sektor pertanian juga terdampak perubahan iklim.
Dengan kondisi demikian, Aviliani mengatakan pemerintah harus mengambil kebijakan terutama dalam hal pembiayaan hijau dengan cermat agar persoalan besar tersebut dapat dicegah.
“Ini persoalan juga yang harus kita lihat dari aspek bahayanya, karena kita kadang-kadang melihat aspek pembiayaan itu tidak melihat aspek bahayanya, tapi melakukan ini untuk sekadar memenuhi komitmen saja,” tandas dia.