Indef: Fintech Lending Menyumbang PDB hingga Rp 25,97 Triliun

28 Agustus 2018 12:47 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Fintech. (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Fintech. (Foto: Thinkstock)
ADVERTISEMENT
Institute for Development of Economics and Finance (Indef) bersama Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) membuat sebuah kajian tentang peran Financial Technologi alias fintech terhadap Indonesia dengan menggunakan analisis Input-Output (I-O).
ADVERTISEMENT
Berdasarkan hasil kajian tersebut, fintech peer to peer lending disebut mampu meningkatkan perekonomian Indonesia secara makro dengan menyumbang hingga Rp 25,97 triliun terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Selain itu, sektor tersebut juga menyerap hingga 215.433 orang tenaga kerja.
“Perkembangan fintech di Indonesia mampu meningkatkan Produk Domestik Bruto sebesar Rp 25,97 triliun baik secara langsung maupun tidak langsung. Selain itu, konsumsi rumah tangga mampu meningkat hingga Rp 8,94 triliun," kata Ekonom Indef, Bhima Yudhistira Adhinegara, di Satrio Tower, Jakarta, Selasa (28/8).
Selain itu, Bhima mengatakan jika kompensasi tenaga kerja baik berbentuk gaji dan upah mampu meningkat sebesar Rp 4,56 triliun. Adapun sektor yang mengalami kenaikan adalah perdagangan, keuangan, dan asuransi.
ADVERTISEMENT
“Ketiga sektor ini mempunyai peran langsung dalam pengembangan fintech. Selain itu, kehadiran fintech juga mampu menyumbang penyerapan tenaga kerja tidak hanya dari sektor-sektor tersier, namun sektor primer (pertanian) juga mengalami penyerapan tenaga kerja yang cukup besar, yaitu 9.000 orang,” katanya.
Kajian yang dilakukan Indef dan AFTECH ini dilatarbelakangi rendahnya penetrasi layanan keuangan di Indonesia, khususnya di bidang kredit atau pembiayaan. Hal itu merujuk pada World Bank 2015 yang menunjukkan rasio penyaluran kredit terhadap PDB yang masih berada di angka 39,1 persen.
“Porsi kredit UMKM terhadap total kredit stagnan di kisaran 20-22 persen. Di sisi lain, hanya ada setengah penduduk dewasa yang memiliki rekening di bank. Angka-angka tersebut menunjukkan pelayanan perbankan terutama di segmen pelayanan kredit masih sangat rendah tingkat penetrasinya,” tuturnya.
ADVERTISEMENT
Keadaan tersebut membuat munculnya sistem layanan baru yang disebut fintech. Layanan tersebut dinilai berhasil menjangkau sektor yang saat ini belum tersentuh penyedia layanan keuangan yang ada seperti perbankan.
"Jadi sifatnya bukanlah subsitusi perbankan, melainkan pelengkap dari jasa keuangan yang sudah ada,” imbuh Bhima.
Bhima mengatakan peran Fintech dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Pada 2018, penyaluran kredit fintech sudah menembus Rp 7,64 triliun dan banyak disalurkan kepada sektor perdagangan dan pertanian.
“Selain itu, investasi di Fintech di Indonesia mencapai Rp 5,69 triliun yang didapatkan dari porsi pembentukan PDB Indonesia dikalikan dengan jumlah investasi fintech dunia,” ucapnya.
Sementara itu, Direktur Asosiasi FinTech Indonesia Ajisatria Suleiman mengatakan, untuk memperkuat peran fintech diperlukan kebijakan yang mampu menekan biaya akusisi nasabah, meminimalisasi risiko fraud, dan melindungi konsumen beritikad baik.
ADVERTISEMENT
“Ke depannya kami berharap risiko fraud dari nasabah palsu dan risiko gagal bayar dapat diminimalisasi dengan penguatan akses identitas berbasis biometrik,dan juga akses ke layanan biro kredit," ujarnya.
Saat ini, sudah ada pengaturan di OJK terkait e-KYC dan informasi kredit. Menurut dia, selanjutnya dibutuhkan implementasi di level teknisnya, terutama yang bersifat lintas kementerian.
"Seperti contohnya dengan Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Kominfo,” kata Aji.