Indonesia Akan Gugat Keputusan Uni Eropa Soal Kelapa Sawit ke WTO

15 Maret 2019 17:21 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Perkenalan Produk kelapa sawit Asian Agri oleh Kelvin Tio kepada perwakilan Uni Eropa. Foto: Muhammad Fadli Rizal/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Perkenalan Produk kelapa sawit Asian Agri oleh Kelvin Tio kepada perwakilan Uni Eropa. Foto: Muhammad Fadli Rizal/kumparan
ADVERTISEMENT
Pemerintah Indonesia menegaskan akan menggugat keputusan Komisi Eropa soal penyetopan konsumsi kelapa sawit ke Badan Perdagangan Dunia atau WTO. Keputusan Komisi Eropa dinilai merugikan industri kelapa sawit Indonesia.
ADVERTISEMENT
Komisi Eropa sebelumnya memutuskan menghentikan penggunaan minyak kelapa sawit (CPO) sebagai sumber bahan bakar kendaraan. Keputusan ini diambil, setelah Komisi Eropa berkesimpulan bahwa budi daya kelapa sawit mengakibatkan deforestasi berlebihan, sehingga penggunaanya dalam bahan bakar transportasi harus dihapuskan.
"Saat ini sedang didalami substansinya dalam rangka membawa perkaranya ke WTO," tegas Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Oke Nurwan kepada kumparan, Jumat (15/3).
Ilustrasi Kelapa Sawit Foto: Syifa Yulinnas/Antara
Keputusan Kemendag membawa perkara ini ke WTO dianggap tepat oleh Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI). Direktur Eksekutif GAPKI, Mukti Sardjono, menilai putusan Komisi Eropa dibuat tanpa memperhatikan kepentingan Indonesia. Padahal, menurutnya CPO merupakan salah satu komoditas yang mampu mensejahterakan masyarakat Indonesia.
Maka, GAPKI pun mendorong pemerintah untuk segera menggugat keputusan Komisi Eropa tersebut ke Badan Perdagangan Dunia atau WTO.
ADVERTISEMENT
"GAPKI akan mendukung pemerintah, termasuk kalau akan diajukan ke WTO," sebutnya.
Keputusan Komisi Eropa ini jelas merugikan Indonesia. Pasalnya, Uni Eropa merupakan salaah satu pasar utama kelapa sawit Indonesia. Berdasarkan catatannya, ekspor kelapa sawit Indonesia ke Uni Eropa (UE) tahun 2018 sebesar 4,78 juta ton dari total ekspor sekitar 34 juta ton. Sementara produksi kelapa sawit Indonesia rata-rata setiap tahun sekitar 50 juta ton.
"(Angkanya) Lumayan," sebutnya.
Sebagai catatan, Komisi Uni Eropa berkesimpulan bahwa 45 persen dari ekspansi produksi minyak sawit sejak 2008 menyebabkan kerusakan hutan, lahan basah atau lahan gambut, dan pelepasan gas rumah kaca yang dihasilkan. Itu dibandingkan dengan delapan persen untuk kedelai dan satu persen untuk bunga matahari dan rapeseed.
ADVERTISEMENT
Pihaknya menetapkan 10 persen sebagai batas minimal bahan baku yang lebih sedikit dan lebih berbahaya. Saat ini Pemerintah UE dan Parlemen Eropa memiliki waktu dua bulan untuk memutuskan apakah akan menerima atau akan memveto keputusan tersebut.