Indonesia Darurat Pengangguran, Benarkah?

21 Februari 2020 9:44 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Pengangguran  Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Pengangguran Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Indonesia dinilai sudah darurat pengangguran. Hal ini disuarakan warganet melalui sosial media Twitter dengan hashtag #IndonesiaDaruratPengangguran.
ADVERTISEMENT
Hashtag itu muncul di tengah penolakan sejumlah pekerja mengenai Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja, yang dinilai hanya memuaskan kepentingan pengusaha.
Pemerintah dinilai tak mampu mengatasi banyaknya jumlah pengangguran. Bahkan pemerintah berencana membuat ‘pemanis’ bagi korban Putus Hubungan Kerja (PHK), yakni akan mendapat pesangon serta bonus berupa lima kali gaji.
Aturan itu nantinya berlaku untuk karyawan yang telah bekerja minimal setahun. Nantinya, aturan itu hanya ditujukan bagi perusahaan-perusahaan dengan ukuran bisnis besar.
Namun, asuransi ketenagakerjaan BPJamsostek justru belum mengetahui skema mengenai korban PHK yang akan menerima lima kali gaji. Bahkan BPJamsostek pun belum memiliki pos untuk Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).
“Jadi, uang untuk mendapat lima kali gaji bagi korban PHK itu dari mana, Pak Menko? Bapak urusi dulu jumlah pengangguran deh pak yang naik terus jumlahnya,” kata salah satu warganet dengan akun @dendamsedendam, Jumat (21/2).
Ilustrasi Buruh Perempuan. Foto: AFP
Tak hanya itu, warganet juga menyambungkan hashtag #IndonesiaDaruratPengamgguran dengan aksi demo para SMK beberapa waktu lalu di DPR RI.
ADVERTISEMENT
“Wajar sih saat demo kemarin adek2 stm ikut bergabung, mengapa? Ya krn byk skali dri lulusan mreka sprti SMK/SMA itu menganggur, jdi klo dihitung presentasenya, ya lulusan SMK/SMA itu lbih byk yg nganggur dripda lulusan sarjana. Mreka berhak menuntut,” kata warganet dengan akun @albagir_29.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pengangguran di Indonesia naik 50 ribu orang di Agustus 2019. Alhasil dengan kenaikan tersebut, jumlah pengangguran menjadi 7,05 juta orang di Agustus 2019, dari sebelumnya di Agustus 2018 sebanyak 7 juta orang.
Rata-rata jumlah pengangguran sejak Agustus 2015 tak pernah turun di bawah 7 juta orang. Rinciannya, pada Agustus 2015 sebanyak 7,56 juta orang, Agustus 2016 sebanyak 7,03 juta orang, dan Agustus 2017 sebanyak 7,04 juta orang.
ADVERTISEMENT
Di periode Agustus 2019, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) turun menjadi 5,28 persen dibandingkan tahun lalu yang sebesar 5,34 persen. Artinya, terdapat 5 orang yang menganggur dari 100 orang angkatan kerja di Indonesia.
Penurunan TPT ini terjadi karena jumlah angkatan kerja per Agustus 2019 naik dari 131,01 juta orang menjadi 133,56 juta orang. Kenaikan itu sejalan dengan meningkatnya jumlah orang yang bekerja dari 124,01 juta orang menjadi 126,51 juta orang.
Menurut pendidikannya, tingkat pengangguran paling banyak diisi oleh lulusan SMK. Pada Agustus 2019, TPT lulusan SMK sebanyak 10,42 persen. Disusul lulusan SMA sebanyak 7,92 persen, Diploma 5,99 persen, dan Universitas sebanyak 5,67 persen.
Sementara lulusan SMP yang menganggur sebanyak 4,75 persen dan SD ke bawah sebanyak 2,41 persen.
ADVERTISEMENT
Ekonom Senior Faisal Basri dalam blog pribadinya pernah menulis tingkat pengangguran Indonesia. Menurutnya, penurunan itu terjadi karena pekerja di Indonesia yang terlalu miskin untuk menganggur (too poor to be unemployed).
Ekonom Senior, Faisal Basri saat ditemui di Tjikini Lima, Selasa (15/10). Foto: Abdul Latif/kumparan
Faisal Basri menilai, rendahnya tingkat pengangguran tidak mencerminkan kualitas kerja, tingkat kesejahteraan, atau kualitas pertumbuhan.
“Kalau terkena PHK hari ini, keesokan harinya harus mendapatkan pekerjaan baru, apa pun pekerjaan itu: entah memulung, mengojek, mengobyek, menjadi joki 3 in 1, dan sebagainya,” katanya.
Jika dirinci lebih lanjut dari data BPS, berdasarkan karakteristik penduduk yang bekerja, jumlah pekerja di sektor informal memang meningkat lebih cepat dibandingkan pekerja formal.
Di Agustus 2019, jumlah pekerja formal sebanyak 56,02 juta orang atau mencapai 44,28 persen dari penduduk yang bekerja. Sedangkan pekerja informal sebanyak 70,49 juta orang, mencapai 54,72 persen.
ADVERTISEMENT
Pekerja penuh juga masih mendominasi karakteristik penduduk yang bekerja, mencapai 89,97 juta orang atau mencapai 71,12 persen. Sedangkan pekerja tidak penuh sebanyak 36,54 juta orang atau 28,88 persen.
Pekerja tidak penuh itu terdiri dari pekerja setengah penganggur sebanyak 8,13 juta orang atau 6,43 persen dan pekerja paruh waktu sebanyak 28,81 juta orang atau 22,45 persen.