Indonesia yang Belum Bisa Lepas dari Oli Impor

30 Maret 2019 15:56 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi oli. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi oli. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Pasar pelumas atau oli di Indonesia cukup besar. Di Indonesia, oli dipakai untuk kebutuhan industri dan kendaraan bermotor. Porsinya 60 persen berbanding 40 persen.
ADVERTISEMENT
Namun oli di Indonesia tidak bisa dipenuhi seluruhnya dari dalam negeri. Ya, Indonesia masih rutin mengimpor oli.
Berdasarkan data Kementerian Perindustrian impor oli Indonesia setiap tahunnya masih tinggi. Sepanjang 2018 misalnya, Indonesia mengimpor oli senilai USD 281 juta atau sekitar Rp 3,9 triliun (kurs Rp 14.200). Angka ini naik 11 persen dibanding periode tahun 2017 senilai USD 252,7 juta.
“Belum ada satu negara yang tidak impor pelumas, karena pelumas itu ada ribuan jenisnya dan kualitas beda-beda. Dan kita mengimpor mesin-mesin dari berbagai negara karena diuji di sana seperti pelumas khusus minyak turbin kompresor,” ungkap Ketua Umum Perhimpunan Distributor Importir dan Produsen Pelumas Indonesia (Perdippi), Paul Toar, kepada kumparan, Sabtu (30/3).
Ilustrasi oli. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Sejauh ini, Indonesia paling banyak mengimpor oli dari Malaysia, Singapura dan Thailand. Persentasenya bisa sampai 20-30 persen. Sedangkan sisanya didatangkan dari Amerika Serikat serta beberapa negara di Eropa dan Jepang.
Paul menambahkan keberadaan oli masih cukup penting terutama yang memiliki spesifikasi khusus dan tidak diproduksi di dalam negeri. Sejak terbit Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 21 Tahun 2001 tentang Penyedia dan Pelayanan Pelumas, peta persaingan oli di dalam negeri semakin kompetitif.
"Pelumas itu ribuan jenis dan kualitas beda-beda," ucapnya.
Hanya saja peta persaingan yang kompetitif tersebut akan rusak sebab Kementerian Perindustrian mewajibkan SNI pada oli mulai tahun ini.
“Nah ini orang-orang politik tidak ngerti bahwa standar itu kaku. Mereka pikir standar itu boleh diatur-atur oleh menteri, presiden. Yang bisa diatur itu wajib atau tidak wajib,” tegasnya.
ADVERTISEMENT