Industri Bakal Dapat Pembebasan Bea Masuk, Penerimaan Negara Makin Tertekan?

6 Maret 2020 17:31 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Heru Pambudi.  Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Heru Pambudi. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pemerintah berencana untuk membebaskan tarif bea masuk untuk impor bahan baku. Hal ini untuk meringankan beban industri yang terdampak virus corona.
ADVERTISEMENT
Namun, insentif yang tengah digodok pemerintah itu dikhawatirkan akan semakin menekan penerimaan negara.
Berdasarkan data Ditjen Bea dan Cukai hingga akhir Februari 2020, realisasi bea masuk hanya mencapai Rp 5,5 triliun, turun 5,1 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu Rp 5,8 triliun.
“Bea masuk kita sudah dapat Rp 5,5 triliun, turun sedikit dibandingkan tahun kemarin yang sebesar Rp 5,8 triliun. Sebagian iya (tertekan akibat virus corona),” ujar Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (6/3).
Heru melanjutkan, jika nantinya bea masuk bagi industri jadi dibebaskan, memang akan mempengaruhi dampak ke penerimaan negara. Hanya saja, instrumen fiskal itu diperlukan untuk mendorong perekonomian domestik.
ADVERTISEMENT
“Saya kira kan objektif, utamanya kan ekonomi nasional. Revenue tentunya menjadi tools, fiskal menjadi tools. Jadi selama tujuan akhirnya adalah lebih bagus, ya saya kira Bea Cukai ikut saja,” jelasnya.
Heru pambudi Dirjen Bea dan cukai Foto: Helmi Afandi/kumparan
Penerimaan bea masuk yang tertekan itu, kata Heru, nantinya akan ter-cover dari penerimaan cukai, yang diperkirakan akan lebih tinggi karena kenaikan tarif cukai rokok di awal tahun ini.
Adapun realisasi cukai per akhir Februari 2020 mencapai Rp 19,1 triliun, meningkat hampir dua kali lipatnya dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang hanya Rp 10 triliun.
Sementara realisasi bea keluar hanya Rp 497 miliar, turun 21 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 600 miliar. Penurunan ini sejalan dengan pelarangan ekspor bijih nikel atau ore.
ADVERTISEMENT
“Ya bea keluar kan mengalami koreksi, karena memang ada keputusan pemerintah melarang ekspor nikel ore,” tambahnya.