Industri Kelapa Sawit Tidak Sedang Baik-baik Saja, Ketua GAPKI Ungkap Alasannya

2 November 2023 9:47 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pembukaan Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) 2023 di Hotel Westin Bali, Kamis (2/11). dok. GAPKI
zoom-in-whitePerbesar
Pembukaan Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) 2023 di Hotel Westin Bali, Kamis (2/11). dok. GAPKI
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Eddy Martono mengatakan, kinerja industri kelapa sawit di tahun ini tidak lebih baik dibanding tahun lalu. Hal ini terlihat dari sisi harga yang sepanjang tahun tidak begitu bagus dan juga ancaman El Nino yang berkepanjangan.
ADVERTISEMENT
Ia menyampaikan, El Nino yang dialami pada tahun ini setidaknya akan mempengaruhi produksi tahun depan. Di sisi lain, Indonesia sebagai produsen minyak sawit terbesar juga mengalami stagnasi produksi dalam beberapa tahun terakhir akibat lambatnya kemajuan penanaman kembali (replanting) oleh petani kecil.
“El Nino tahun ini juga akan terjadi diperkirakan mempengaruhi produksi tahun depan. Sementara pemerintah akan melakukan terus penerapan Biodiesel 35 persen (B35) dibarengi dengan peningkatan dalam negeri konsumsi pangan dan industri,” jelas Eddy dalam pembukaan Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) 2023 di Hotel Westin Bali, Kamis (2/11).
Tercatat hingga Agustus 2023, produksi kelapa sawit dalam negeri hanya mencapai 36,3 juta ton, dengan ekspor di antaranya biodiesel dan oleokimia lebih dari 23,4 juta ton yang memberikan kontribusi sekitar USD 20,6 miliar terhadap devisa Indonesia.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Eddy Martono saat Pembukaan Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) 2023 di Hotel Westin Bali, Kamis (2/11). dok. Sinar/ kumparan.
Eddy juga mengatakan, beberapa bulan terakhir terlihat adanya penurunan harga minyak sawit global dipicu oleh melemahnya daya beli akibat perlambatan perekonomian di berbagai negara dan stok melimpah di negara produsen.
ADVERTISEMENT
Ancaman krisis pangan dan energi, serta hambatan perdagangan akibat impor negara-negara yang salah satunya adalah aturan deforestasi Uni Eropa (EUDR) yang memberikan ketidakpastiannya semakin besar. Meski begitu, dengan adanya El Nino, GAPKI memprediksi harga sawit akan mulai bangkit di 2024.
“Menyikapi hal tersebut, kami berharap pemerintah Indonesia dapat mengambil tindakan langkah yang bijaksana untuk menjaga daya saing sawit Indonesia industri minyak dengan memperkuat produksi minyak sawit berkelanjutan dan tidak mengeluarkan peraturan yang kontraproduktif serta memperjuangkan secara bebas dan adil perdagangan karena hambatan perdagangan apa pun yang dihadapinya akan menambah biaya dan menambah biaya beban bagi industri,” tambah Eddy.

Bagaimana Industri Kelapa Sawit Bisa Tingkatkan Ketahanan di Tengah Ketidakpastian Pasar?

Pagelaran IPOC ke 19 di tahun ini mengambil tema “Meningkatkan Ketahanan di Tengah Pasar Ketidakpastian”. Hal ini dipilih karena adanya hal yang signifikan dinamika perekonomian dunia seperti perlambatan pertumbuhan ekonomi dan inflasi tinggi yang dialami, serta diikuti oleh kebijakan bank sentral di seluruh dunia mempertahankan suku bunga.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, ada juga volatilitas harga minyak sawit dan produktivitas yang stagnan. “Faktor-faktor tersebut menunjukkan ketidakpastian perdagangan global sehingga ketahanan dunia usaha perlu ditingkatkan,” kata Eddy.
Pembukaan Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) 2023 di Hotel Westin Bali, Kamis (2/11). dok. GAPKI
Belum lagi ada perang Rusia-Ukraina yang mempunyai dampak yang besar dan berpotensi bertahan lama secara global pasokan pangan dan energi serta harga di seluruh dunia. Apalagi Ukraina adalah produsen biji-bijian seperti gandum, jagung, dan minyak bunga matahari.
Dengan demikian, GAPKI melihat gangguan pada pasokan yang mana berdampak pada ketersediaan pangan bagi masyarakat di seluruh dunia khususnya di negara berkembang. Di tengah kekhawatiran global terhadap ketahanan pangan, Uni Eropa mempromosikan konsumsi produk-produk ‘bebas deforestasi’ dengan mengadopsi EUDR ini.
Regulasi tersebut pasti akan berdampak signifikan terhadap biaya produksi tidak hanya untuk kayu, kedelai, kelapa sawit, daging sapi, kulit, dan hasil pertanian lainnya. Sebab segala biaya yang dikeluarkan, pada akhirnya akan ditanggung oleh pihak akhir konsumen.
ADVERTISEMENT
“Melihat fakta di atas, sangat menarik untuk kita bahas secara mendalam dan dapatkan lebih banyak wawasan tentang situasi ini dari para ahli terkait Agenda IPOC tahun ini,” katanya.