Industri Rokok Minta Dilibatkan dalam Penyusunan Kebijakan Pertembakauan
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Pelaku Industri Hasil Tembakau (IHT) menolak rencana revisi tersebut. Mereka menganggap PP 109/2012 dinilai masih relevan untuk diterapkan pada saat ini. Apalagi berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), prevalensi perokok anak telah mengalami penurunan dari 9,1 persen di tahun 2018 menjadi 3,81 persen di tahun 2020, tahun 2021 bahkan turun lagi menjadi 3,69 persen.
“Gappri dengan tegas menolak perubahan PP 109/2012. Pasalnya, kami melihat PP 109/2012 yang ada saat ini masih relevan untuk diterapkan,” ujar Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) Henry Najoan dalam keterangannya, Jumat (12/8).
Ketua Umum Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) Budidoyo mengatakan, Kemenko PMK telah menggelar uji publik akhir Juli lalu tanpa pernah ada komunikasi dengan pelaku IHT sebelumnya.
ADVERTISEMENT
“Semestinya uji publik ada untuk kita memberi masukan, tapi karena sebelumnya kami tidak pernah diajak berdiskusi, jadi secara prosedural kami tidak tahu apa pun terkait prosesnya, dan tiba-tiba diundang untuk uji publik,” jelasnya.
Budidoyo menilai, salah satu pertimbangannya dalam menolak revisi PP 109/2012, adalah poin-poin revisi yang dinilai memberatkan industri. Terlebih, implementasi PP 109/2012 saat ini pun sudah cukup menekan industri hasil tembakau.
Sebelumnya, Kementerian Kesehatan dipastikan akan mengajukan kembali izin prakarsa revisi PP 109/2012. Hal ini disampaikan oleh Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Agus Suprapto.
“Sudah dikembalikan dari Setneg tahun lalu, jadi akan mulai dari nol lagi. Sekarang sedang ada di Kemenkes untuk diajukan kembali izin prakarsanya,” ujar Agus.
ADVERTISEMENT
Namun demikian, Agus enggan memberi penjelasan lebih detail kapan targetnya rancangan beleid ini kembali diserahkan ke Kemensetneg. Menurutnya, ada beberapa poin terbaru yang akan dijangkau PP 109/2012.
“Ada lima poin utama. Pertama adalah pembesaran pictorial health warning (PHW) dari 40 persen menjadi 90 persen, kemudian larangan penjualan rokok eceran, ketiga pengaturan iklan di media sosial (digital), kemudian pengaturan rokok elektronik, dan terakhir terkait pengawasan,” tambahnya.