Industri Tertekan Pandemi, Kemenkeu Hati-hati Tentukan Kenaikan Cukai Rokok

19 Oktober 2020 12:42 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pegawai pabrik rokok melakukan produksi manual. Foto: ANTARA/M Risyal Hidayat
zoom-in-whitePerbesar
Pegawai pabrik rokok melakukan produksi manual. Foto: ANTARA/M Risyal Hidayat
ADVERTISEMENT
Kemenkeu memerlukan tambahan waktu untuk menentukan kenaikan tarif cukai hasil tembakau atau rokok di tahun depan. Adapun di tahun-tahun sebelumnya, pengumuman kenaikan tarif cukai rokok itu diumumkan paling lambat pada awal Oktober.
ADVERTISEMENT
Dirjen Bea dan Cukai Kemenkeu, Heru Pambudi mengatakan, kondisi tahun ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Adanya pandemi COVID-19 membuat otoritas cukai ini mesti lebih berhati-hati untuk menentukan tarif cukai rokok.
"Pemerintah berhati-hati dalam merumuskan kebijakan tarif dan beberapa instrumen lain berkaitan dengan rokok," ujar Heru dalam konferensi pers online APBN KiTa, Senin (19/10).
Beberapa hal yang menjadi pertimbangan pemerintah itu, di antaranya kinerja industri rokok yang tertekan akibat pandemi virus corona hingga pekerja industri rokok yang secara langsung atau tidak langsung terdampak pandemi.
Meski demikian, Heru memastikan pemerintah akan tetap memperhatikan tujuan utama cukai untuk menurunkan konsumsi rokok hingga menurunkan prevalensi merokok pada anak-anak.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Heru Pambudi, saat ngobrol santai bersama wartawan di Kantor Dirjen Pajak, Jakarta, Selasa (11/2). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Untuk itu, Heru meminta tambahan waktu untuk segera menentukan kenaikan tarif cukai hasil tembakau di tahun depan. Meski demikian, ia enggan menjelaskan lebih lanjut hingga kapan tambahan waktu tersebut. Sebelumnya, ia memastikan pengumuman kenaikan cukai rokok itu akan diumumkan paling lambat pada awal Oktober 2020.
ADVERTISEMENT
"Sehingga ini menjadi perlu kehati-hatian dan tambahan waktu saya kira. Mudah-mudahan segera bisa keluar dan diumumkan," jelasnya.
Di tahun ini, pemerintah menaikkan tarif cukai rokok rata-rata sebesar 25 persen dan harga jual eceran naik rata-rata 35 persen. Kalangan industri rokok hingga petani tembakau menolak rencana pemerintah untuk kembali menaikkan cukai rokok di tahun depan.
Ketua Federasi Serikat Pekerja (FSP) Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (RTMM SPSI), Sudarto, menilai rencana kenaikan cukai dan harga jual eceran rokok akan mempengaruhi kelangsungan hidup para pekerja di industri hasil tembakau (IHT).
"Kenaikan tarif cukai dan HJE ibarat agenda tahunan yang mencekik IHT. Beleid tersebut berimbas pada pengurangan produksi khususnya industri sigaret kretek tangan (SKT), dan berdampak pada efisiensi tenaga kerja," kata Sudarto.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data FSP RTMM SPSI, selama sepuluh tahun terakhir ini sekitar 63.000 pekerja sektor IHT terpaksa kehilangan pekerjaannya. Jumlah pelaku industri rokok juga berkurang, dari 4.700 perusahaan menjadi 700 perusahaan per 2019.
Di sisi lain, Presiden Direktur PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (HM Sampoerna) Mindaugas Trumpaitis mengatakan, pandemi corona dinilai sangat menekan industri.
Secara keseluruhan, dalam semester pertama tahun ini, volume penjualan HM Sampoerna hanyalah sebanyak 38,5 miliar batang. Angka tersebut menunjukkan koreksi sebesar 18,2 persen secara tahunan dari posisi volume penjualan sebesar 47,1 miliar batang pada periode yang sama tahun lalu.
Selain itu total pangsa pasar HMSP juga turun 3,1 persen menjadi 29,3 persen pada semester I 2020. Adapun penurunan volume penjualan HMSP juga terefleksi dari penjualan industri rokok yang terkoreksi sebesar 15 persen.
ADVERTISEMENT