Inggris Perketat Masuknya Produk Sawit hingga Kakao, Indonesia Ajukan Negosiasi

16 September 2020 18:37 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Kelapa Sawit Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Kelapa Sawit Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Pemerintah Inggris (United Kingdom) tengah menggodok peraturan baru yang disebut Due Dilligence. Peraturan ini mewajibkan produk-produk yang berasal dari komoditas seperti minyak sawit, kakao, karet, hingga kedelai untuk melakukan due diligence atau uji tuntas pada rantai pasokan mereka.
ADVERTISEMENT
Artinya para produsen harus mencantumkan informasi atau semacam sertifikat yang membuktikan komoditas tersebut tidak ditanam di lahan yang mengalami deforestasi secara ilegal dan melindungi ekosistem.
Jika produsen gagal mematuhi aturan tersebut, maka produknya tidak boleh dipasarkan di Inggris atau akan dikenakan denda jika terbukti melanggar.
Atas terbitnya aturan ini, Wakil Menteri Luar Negeri Mahendra Siregar mengatakan Indonesia tengah melakukan pembicaraan dengan pemerintah Inggris. Sebab, aturan Due Diligence yang digagas Inggris tersebut akan mengancam tidak hanya minyak sawit Indonesia, namun juga komoditas lainnya seperti kopi dan kakao.
“Kita sedang melakukan pembicaraan dengan Pemerintah Inggris, dengan kebijakan mereka yang akan menerapkan Due Diligence terhadap 7 produk tidak hanya sawit. Ada kakao, kopi dan seterusnya. Kalau kita enggak mampu, maka kita akan mengalami risiko yang sama untuk produk-produk lain,” ungkap Mahendra, dalam INAPalmOil Talkshow, Rabu (16/9).
Wamenlu Mahendra Siregar saat Peresmian Grup Kerja Sama Bilateral (GKSB) DPR RI dengan Parlemen Negara sahabat. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Mahendra menyebutkan Indonesia tengah bernegosiasi menawarkan solusi lain yang dinilai lebih sepadan. Artinya jika pemerintah Inggris ingin Indonesia membuktikan bahwa produk-produk yang berasal dari minyak sawit diproduksi dari lahan sawit yang mendukung pembangunan berkelanjutan, maka sebaliknya, pemerintah Inggris juga harus melakukan hal serupa. Inggris juga harus melampirkan bukti bahwa semua produk asal Inggris juga diproduksi tanpa adanya praktik deforestasi.
ADVERTISEMENT
Adapun bukti tersebut harus mengacu pada standar nasional masing-masing negara. Sebab Indonesia maupun Inggris merupakan negara merdeka dan memiliki kedaulatan nasional. Sehingga kedua negara nantinya harus saling mengakui bukti masing-masing atau yang disebut mutual recognition.
”Kalau UK melakukan due diligence terhadap produk kita maka kita bisa menerimanya selama kita dan mereka mengacu pada standar yang sama dan melakukannya dalam peraturan nasional masing-masing. Kemudian saling mengakui atau recognition agreement,” ujarnya.
Jika sudah terjadi mutual recognition maka menurut Mahendra, Due Diligence tidak perlu lagi dilakukan dan tidak perlu lagi ada pemeriksaan apalagi pembatasan produk sawit Indonesia ke Inggris. Sebab jika masih terjadi maka hal tersebut masuk dalam kategori diskriminasi.
“Tapi kalau hanya dari pihak UK meminta ke pihak kita sedangkan mereka tidak melakukan hal serupa untuk produknya dan kemudian membatasi pasar kita maka itu secara definisi adalah diskriminasi dan kita enggak bisa terima apapun alasannya,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Mahendra mengatakan Indonesia cukup optimistis karena sejatinya sawit sudah memiliki standar khusus yaitu Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO). “Untuk sawit sudah ada ISPO. Yang tinggal kita lihat apa standar di Inggris untuk soybean oil. Kita tukar pikiran dan saling mengakui. Kalau begitu selesai enggak ada diskriminasi,” tandasnya.