Ironi Subsidi LPG 3 Kg: Beban Negara Kian Bertambah, Tapi Dinikmati Orang Kaya

13 April 2021 11:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pekerja menurunkan tabung gas elpiji 3 kilogram bersubsidi di Pangkalan Gas di Taktakan Serang, Banten, Kamis (9/4). Foto: ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman
zoom-in-whitePerbesar
Pekerja menurunkan tabung gas elpiji 3 kilogram bersubsidi di Pangkalan Gas di Taktakan Serang, Banten, Kamis (9/4). Foto: ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman
ADVERTISEMENT
Pemerintah berencana menerapkan sistem tertutup pada penyaluran subsidi LPG 3 kg tahun depan. Tujuannya, agar tabung melon itu bisa dinikmati warga yang berhak dan tepat sasaran.
ADVERTISEMENT
Subsidi LPG 3 kg pertama kali diberikan pemerintah pada 2007 lalu, berbarengan dengan program konversi minyak tanah ke gas. Sayangnya, sejak itu pula, konsumsinya terus membengkak karena ternyata banyak dinikmati orang kaya. Kuota yang ditetapkan per tahunnya terus jebol. beban negara pun kian bertambah.
Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2018 membuktikan, dari 50,2 juta rumah tangga ternyata 30 persen rumah tangga dengan kondisi sosial ekonomi terendah hanya menikmati 22 persen dari subsidi LPG 3 kg.
Sisanya, sebanyak 86 persen justru dinikmati kelompok yang lebih mampu. Lebih miris lagi, 10 persen rumah tangga terkaya yaitu sekitar 5,2 juta rumah tangga turut menikmati 10,31 persen dari alokasi subsidi LPG 3 kg ini.
ADVERTISEMENT
"Ironisnya, kenaikan subsidi LPG 3 kg justru lebih banyak dinikmati oleh kelompok masyarakat yang mampu dan bahkan juga kelompok terkaya," kata Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Abra Talattov saat dihubungi kumparan, Selasa (13/4).
Abra menyebut, fenomena ini merupakan konsekuensi dari sistem distribusi yang dilakukan secara terbuka. Meskipun subsidi LPG 3 kg ditujukan pada kelompok masyarakat miskin dan rentan miskin, namun realitanya seluruh lapisan masyarakat dapat menikmati produk tersebut.

Pemerintah Akui Penyaluran LPG 3 Kg Tidak Tepat Sasaran

Pemerintah juga mengakui bahwa penyaluran LPG 3 kg selama ini tidak tepat sasaran.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan, skema subsidi terbuka yang diterapkan pada LPG 3 kg ini sama saja dengan barang tersebut diperjualbelikan secara bebas. Akibatnya, seluruh lapisan masyarakat dapat membelinya dengan mudah, termasuk yang mampu.
ADVERTISEMENT
"36 persen total subsidi itu yang dinikmati 40 persen termiskin. 40 persen terkaya menikmati 39,5 persen subsidi. Itu yang enggak adil," ujar Febrio saat rapat dengar pendapat dengan Badan Anggaran DPR RI, Rabu (7/4).
PT Pertamina (Persero) sebagai BUMN yang ditugaskan menyalurkan LPG 3 kg juga mengungkapkan jika selama ini belum ada aturan yang tegas terhadap kriteria penerima yang berhak. Akibatnya, konsumsi selalu melebihi kuota.
"Dari regulasi yang ada selama ini, belum ada penegasan kriteria konsumen rumah tangga dan UMKM yang berhak dapat LPG 3 kg bersubsidi dan besaran jumlah subsidi yang dapat diterima," kata Direktur Utama Pertamina Patra Niaga (Commercial & Trading) Mas'ud Khamid dalam rapat dengar pendapat Komisi VII DPR RI pada Februari lalu.
Ilustrasi gas LPG 3 kg. Foto: ANTARA FOTO/Akbar Tado
Beban Subsidi Kian Bengkak
ADVERTISEMENT
Kelebihan konsumsi LPG 3 kg gara-gara banyak dinikmati orang kaya ini sudah pasti menggerus keuangan negara. Beban subsidi yang ditanggung pemerintah kian bengkak setiap tahunnya.
Berdasarkan data penjualan LPG 3 kg dari Pertamina, dalam lima tahun terakhir terus meningkat. Pada 2017, konsumsi LPG 3 kg sebesar 6,29 juta metrik ton (MT), di 2018 naik 3,8 persen menjadi 6,53 juta MT, di 2019 naik lagi menjadi 6,84 juta MT, dan di akhir tahun lalu realisasinya mencapai 7,14 juta MT atau kelebihan 140 ribu MT dari kuota 7 juta MT.
Di sisi lain, sejak awal konversi minyak tanah ke LPG dimulai 2008 lalu, harga jual LPG 3 kg tidak mengalami kenaikan. Ini menyebabkan adanya selisih harga antara LPG subsidi dan LPG nonsubsidi sekitar Rp 5.368 per kg atau 126 persen terhadap harga LPG subsidi dan akan berpengaruh pada total subsidi LPG 3 kg yang ditanggung negara.
ADVERTISEMENT
Mengutip data BKF Kementerian Keuangan, pemerintah telah mengalokasikan subsidi LPG tabung 3 kg sejak 2008. Dari 2008 hingga 2018, kebutuhan belanja subsidi LPG tabung 3 kg terus meningkat, dan tumbuh rata-rata 31,05 persen per tahun.
Pada 2018 belanja subsidi LPG tabung 3 kg telah menjadi komponen terbesar dalam subsidi energi, yang mencapai Rp 58,14 triliun atau 37,87 persen dari total subsidi energi sebesar Rp 153,52 triliun atau meningkat 14,95 kali lipat dibanding realisasinya pada 2008.
Peningkatan realisasi tersebut diantaranya dipengaruhi oleh peningkatan volume konsumsi LPG tabung 3 kg yang telah mencapai Rp 6,54 miliar kg pada 2018, atau meningkat 11,9 kali lipat dibandingkan volume konsumsi 2008.
"Anggaran subsidi LPG 3 kg terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir, bahkan realisasi subsidi LPG 3 kg cenderung melebihi pagu dalam APBN. Buktinya, realisasi subsidi LPG 3 kg 2020 sebesar Rp 40,25 triliun atau mencapai 171,3 persen dari pagu sebesar Rp 23,5 triliun," kata Abra.
ADVERTISEMENT
Tahun ini, pemerintah menargetkan kuota LPG 3 kg sebanyak 7,50 juta MT atau naik 5 persen dari realisasi konsumsi di akhir tahun lalu. Sementara biaya subsidi yang ditanggung juga diperkirakan naik 0,1 persen menjadi Rp 40,29 triliun. Jika data penerima subsidi LPG 3 kg tidak kunjung ditentukan secara akurat, beban negara terus bertambah untuk menutupi kebutuhan subsidi ini.