Istana Angkat Bicara Soal Pelemahan Rupiah

31 Agustus 2018 16:18 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas menghitung pecahan uang dolar AS (Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro)
zoom-in-whitePerbesar
Petugas menghitung pecahan uang dolar AS (Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro)
ADVERTISEMENT
Nilai tukar dolar AS makin perkasa hingga menembus Rp 14.800. Mengutip data perdagangan Reuters, Jumat (31/8), di pasar valuta asing, dolar AS melesat tajam dan mencapai posisi tertingginya hari ini di Rp 14.844.
ADVERTISEMENT
Sejak Kamis (30/8) mata uang Negara Paman Sam itu telah menembus Rp 14.700 meski kemudian kembali menjinak ke kisaran Rp 14.600. Tapi pada perdagangan pagi tadi, kembali melampaui Rp 14.700.
Staf Khusus Kepresiden Bidang Ekonomi, Prof. Ahmad Erani Yustika, menilai pelemahan rupiah lebih dipengaruhi faktor eksternal. Berikut penjelasan Erani, yang diterima kumparan:
Ahmad Erani Yustika‏ (Foto: Twitter/ @Ahmad Erani Yustika‏)
zoom-in-whitePerbesar
Ahmad Erani Yustika‏ (Foto: Twitter/ @Ahmad Erani Yustika‏)
Pagi ini rupiah berada di level Rp14.700, karena adanya sentimen rencana kenaikan suku bunga The Fed pada September mendatang. Namun, pelemahan nilai tukar tidak hanya terjadi pada rupiah, hampir semua mata uang dunia melemah. Performa pasar modal juga mengikuti pola serupa.
Jika kenaikan suku bunga The FED benar terealisasi, imbal hasil (yield) SBN Indonesia dengan US Treasury Bond akan kembali bergerak. Kondisi itu dapat memacu aliran modal keluar dari emerging market, termasuk Indonesia. US Treasury Bond dinilai mampu memenuhi kriteria menarik dan aman (safe heaven), sedangkan pilihan lainnya adalah investasi emas.
ADVERTISEMENT
The Fed diprediksi akan gencar menaikkan suku bunga, karena pergerakan indikator makroekonomi yang semakin solid. Triwulan II-2018, pertumbuhan ekonomi AS mencapai 4,2 persen (yoy); tertinggi sejak beberapa tahun lalu. Inflasi dan tingkat pengangguran terbuka masing-masing 2,9 persen (yoy) dan 3,9 persen pada Juli lalu. Performa itu memberikan sinyal ke pasar bahwa ekonomi AS bergerak positif di tengah perang dagang.
Tekanan terhadap Rupiah juga berasal dari defisit neraca transaksi berjalan. Pada Triwulan II-2018, neraca transaksi berjalan masih tercatat defisit dari Produk Domestik Bruto (PDB). Neraca perdagangan, yang berperan menjaga neraca transaksi berjalan, masih tertekan lonjakan harga minyak dan kebutuhan impor untuk sektor industri.
Di sisi lain, nilai eskpor sepanjang Januari-Juli 2018 padahal menjadi yang tertinggi dalam empat tahun terakhir. Pemerintah akan memastikan sampai akhir 2018 terjadi surplus neraca perdagangan.
Ilustrasi money changer (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi money changer (Foto: Thinkstock)
Meski terdapat tekanan dari sisi eksternal, kondisi ekonomi domestik secara umum masih cukup baik. Pertumbuhan Triwulan II-2018 mencapai 5,27 persen (yoy); inflasi 3,18 persen (Juli); cadangan devisa USD 118,32 miliar (Juli). Cadangan devisa setara dengan pembiayaan 6,9 bulan impor atau 6,7 bulan impor jika ditambah dengan pembayaran utang luar negeri pemerintah.
ADVERTISEMENT
Angka tersebut masih jauh dari batas standar internasional sebesar 3 bulan impor. Pemerintah juga terus menjaga APBN agar tetap sehat dengan meningkatkan potensi penerimaan, meningkatkan kualitas belanja, dan memperkecil defisit keseimbangan primer.
Dalam upaya menjaga neraca transaksi berjalan, pemerintah telah melakukan beberapa langkah, seperti pengelolaan produk impor yang dapat diproduksi di dalam negeri (subtitusi impor). Pemerintah juga mengidentifikasi komoditas pada barang konsumsi.
Untuk menekan impor BBM, pemerintah berupaya meningkatkan penggunaan Biodiesel (B20). Masih banyak langkah, seperti mendongkrak wisatawan mancanegara. Diharapkan dengan berbagai upaya di atas, defisit neraca transaksi berjalan hingga akhir tahun dapat dipersempit dan nilai tukar rupiah kembali terangkat.