Isu Gen Z Jadi Pengangguran, Guru Besar UI Tawarkan Solusinya

18 Juli 2024 14:33 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI), Prof. Omas Bulan Samosir Foto: Dok. Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI), Prof. Omas Bulan Samosir Foto: Dok. Pribadi
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Isu mengenai pengangguran yang dialami Gen Z mendapat perhatian dari Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI), Omas Bulan Samosir.
ADVERTISEMENT
Ia menyebut faktor utama tingginya tingkat pengangguran pada penduduk muda berusia 15-24 tahun itu karena ketidaksesuaian antara sistem pendidikan dan permintaan tenaga kerja. Akibatnya, kompetensi lulusan tidak sejalan dengan kebutuhan pasar kerja saat ini.
Omas mengatakan dinamika pasar tenaga kerja berkembang lebih cepat dibandingkan dengan dinamika kapasitas input tenaga kerja. Lembaga pendidikan selayaknya memberi bekal pengetahuan bagi angkatan kerja. Namun, kata Omas, pendidikan seringkali tertinggal dalam merespons kebutuhan pasar. Kurikulum yang dirancang bisa jadi tidak selalu diperbarui sesuai dengan perkembangan di dunia industri.
“Pengangguran itu berarti tidak atau berhenti berproduksi. Angkatan kerja yang menganggur saat ini, akan menjadi beban apabila terjadi pengangguran dalam skala besar ke depannya. Akibatnya, Indonesia Emas akan berisiko tidak tercapai jika terdapat satu generasi yang menjadi sumbat pencapaian pembangunan. Sementara itu, angkatan kerja tersebut diharapkan sebagai mesin pertumbuhan ekonomi untuk mencapai Indonesia Emas,” kata Omas melalui keterangannya, Kamis (18/7).
ADVERTISEMENT
Dalam menangani permasalahan ini, Omas mendorong kolaborasi institusi pendidikan dan pelatihan vokasional, tenaga kerja, dan pemerintah. Etos kerja juga harus dibangun untuk memastikan tenaga kerja siap menghadapi dinamika pasar kerja.
"Institusi pendidikan perlu terus memperbarui kurikulum agar sesuai dengan kebutuhan industri," ujar Omas.
Petugas melayani para pencari kerja di salah satu stan perusahaan saat Job Fair 2024 di Jakarta, Rabu (8/5/2024). Foto: Bayu Pratama S/ANTARA FOTO
Omas menegaskan seorang tenaga kerja harus proaktif dalam meningkatkan keterampilan. Di sisi lain, pemerintah harus berperan dalam mengembangkan kebijakan yang mendukung dunia pendidikan, misalnya memperbaharui kurikulum.
Omas menilai pendidikan formal saja tidak cukup. Sertifikasi vokasional dan pelatihan tambahan sangat diperlukan untuk melengkapi kompetensi lulusan. Apalagi, kata Omas, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah menyadari pentingnya hal ini dengan mengakui sertifikat vokasional sebagai bagian dari human capital yang dimiliki oleh pencari kerja.
ADVERTISEMENT
“Semakin banyak sertifikat yang dimiliki seorang pelamar kerja, semakin baik peluang mereka untuk memenuhi kebutuhan pasar kerja yang terus berubah," ungkap Omas.
Lebih lanjut, Omas menuturkan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah bentuk formal dari pendidikan vokasi. Dunia pendidikan masih membutuhkan keahlian vokasional melalui sekolah kejuruan dan tetap relevan untuk menghasilkan angkatan kerja yang kompeten dalam industri.
Menurutnya, hal tersebut dapat dilakukan dengan memperluas koneksi langsung antara SMK dengan dunia industri. Sehingga dapat terlibat dalam membangun kurikulum SMK secara berkala.
“Seharusnya industri dapat langsung bekerja sama dengan sekolah kejuruan dalam membuat atau sebagai manufaktur spare part dari industrinya," terang Omas.
Omas menyontohkan industri sepeda BMW di Jerman, manufaktur spare part dari sepeda BMW diserahkan kepada sekolah kejuruan dengan cara melatih sekolah kejuruan untuk membuatnya dan harga yang ditawarkan adalah harga pasar. Siswa sekolah kejuruan langsung mendapat gaji ketika membuatnya.
ADVERTISEMENT
"Namun, Indonesia belum melaksanakan hal dan kerja sama seperti ini, dan dunia pendidikan vokasi kita masih jauh dan sangat jauh dari dunia manufaktur atau industri,” tutur Omas.