Jasa Kapal Asing Sumbang Defisit Transaksi Berjalan Sampai Rp 96,6 T

16 Oktober 2019 17:40 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Peluncuran Kapal Kontainer Foto:  Ela Nurlaela/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Peluncuran Kapal Kontainer Foto: Ela Nurlaela/kumparan
ADVERTISEMENT
Aktivitas ekspor dan impor Indonesia masih didominasi menggunakan kapal asing. Akibat berdampak buruk terhadap transaksi neraca berjalan.
ADVERTISEMENT
Bayangkan saja, defisit transaksi berjalan dari jasa kapal asing sebesar USD 6,9 miliar atau setara dengan Rp 96,6 triliun (Rp 14.000 per USD).
“Defisit USD 6,9 miliar berasal dari pelayanan ekspor impor memakai kapal asing,” ujar Menteri Bappenas Bambang Brodjonegoro di sela Indonesia Transport Supply Chain and Logistics 2019 (ITSCL 2019) di Jiexpo Kemayoran, Jakarta, Rabu (16/10).
Bambang merinci, pelayanan ekspor impor dengan kapal asing itu berperan 60 persen terhadap total defisit angkutan laut sebesar USD 6,9 miliar. Sedangkan sisanya meliputi pelayanan domestik dengan kapal asing 2 persen, penggunaan kapal dengan asuransi asing 11 persen dan lainnya 27 persen.
Sebuah kapal perahu melintasi kapal pengangkut kontainer. Foto: Reuters
“Defisit neraca jasa transportasi kita senilai USD 8,8 miliar. Nah, 80 persen itu bersumber dari sea freight yang USD 6,9 miliar tadi,” imbuh dia.
ADVERTISEMENT
Bambang mengungkap, fenomena maraknya kapal asing itu memang cenderung merugikan bagi Indonesia. Utamanya, terkait sistem pencatatan devisa negara yang membebani neraca transaksi berjalan.
“Jadi dia ketika kita ekspor itu kita inflow, devisa buat kita, berapa semisal. Ketika membawa barangnya ekspornya kapalnya kapal asing, langsung dicatat sebagai outflow (devisa keluar),” terang dia.
Masalah lainnya, kata dia, turut diperparah dengan identitas “kapal asing” itu yang sebetulnya tak semuanya benar-benar asing. Sebab menurutnya ada pula dugaan praktik kapal Indonesia yang menggunakan bendera asing demi kepentingan tertentu.
“Yang saya dengar, kalau mau dapat bendera (Indonesia) di kapal itu lebih rumit daripada dapat bendera Singapura atau negara Panama segala macam. Sehingga, meski cuma (karena) bendera, tapi tercatat di transaksi (defisit) kita,” ujarnya.
ADVERTISEMENT