Jokowi Naikkan Setoran Batu Bara, Pendapatan Negara Ikut Terdongkrak

18 April 2022 13:18 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tongkang batu bara terlihat sedang mengantri untuk ditarik di sepanjang sungai Mahakam di Samarinda, provinsi Kalimantan Timur, Indonesia. Foto: REUTERS/Willy Kurniawan
zoom-in-whitePerbesar
Tongkang batu bara terlihat sedang mengantri untuk ditarik di sepanjang sungai Mahakam di Samarinda, provinsi Kalimantan Timur, Indonesia. Foto: REUTERS/Willy Kurniawan
ADVERTISEMENT
Presiden Jokowi resmi menaikkan setoran pengusaha batu bara. Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2022 tentang Perlakuan Perpajakan dan atau Penerimaan Negara Bukan Pajak di Bidang Usaha Pertambangan Batu Bara.
ADVERTISEMENT
Aturan ini diteken Jokowi pada 11 April 2022 dan berlaku 7 hari setelah diundangkan. Artinya, aturan berlaku mulai hari ini, Senin (18/4).
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan, aturan baru tersebut menjadi tonggak penting sebagai landasan hukum konvergensi kontrak yang nantinya berakhir menjadi rezim perizinan. Tujuannya, meningkatkan pendapatan negara.
Febrio menjelaskan terdapat dua bagian penting dari PP tersebut. Pertama, PP ini memberikan kejelasan mengenai bagaimana kewajiban pajak penghasilan bagi para pelaku pengusahaan pertambangan batubara dilaksanakan. Berbagai pelaku tersebut adalah pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP), pemegang IUPK, pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian, dan pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B).
“Adanya kepastian hukum mengenai PPh yang lebih baik melalui PP ini diharapkan semakin memudahkan pelaku usaha di sektor ini dalam menunaikan kewajiban pajak,” ujar Febrio melalui keterangan tertulisnya.
ADVERTISEMENT
Kedua, pemerintah melakukan pengaturan kembali penerimaan pajak dan PNBP bagi IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian dengan mempertimbangkan upaya peningkatan penerimaan negara dibandingkan sebelumnya sebagaimana amanat pasal 169A UU Minerba.
Hal itu dilakukan dengan cara mengatur besaran tarif PNBP produksi batu bara secara progresif mengikuti kisaran besaran Harga Batu Bara Acuan (HBA). Dengan demikian, pada saat HBA rendah, tarif PNBP produksi batubara yang diterapkan tidak terlalu membebani pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian. Sebaliknya, pada saat harga komoditas naik seperti saat ini, negara mendapatkan penerimaan negara dari PNBP produksi batubara yang semakin tinggi.
Sedangkan untuk mendorong pemanfaatan produksi batu bara bagi industri di dalam negeri, kata Febrio, PP ini mengatur di antaranya tarif tunggal yang lebih rendah sebesar 14 persen bagi produksi batu bara untuk penjualan dalam negeri.
ADVERTISEMENT
“Implementasi peraturan ini diharapkan tetap mampu menjaga keseimbangan antara upaya peningkatan penerimaan negara dengan upaya tetap menjaga keberlanjutan pelaku usaha, sehingga akan menjadi fondasi terwujudnya keberlanjutan pendapatan untuk mendukung konsolidasi fiskal ke depan,” tutur Febrio.
Kepala BKF Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu. Foto: facebook
Selanjutnya, pemerintah juga memberikan kepastian hukum bagi pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian dalam melaksanakan kewajiban perpajakan dan PNBP. Hal ini dilakukan dengan cara mengatur kewajiban perpajakan dan PNBP yang mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku pada saat izinnya diterbitkan (nailed down) dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (prevailing law).
Di dalam PP, diperjelas bahwa kewajiban pajak dan PNBP yang mengikuti ketentuan nailed down adalah iuran tetap, PNBP produksi batu bara, PPh Badan, Pajak Bumi dan Bangunan, PNBP di bidang Kehutanan dan Lingkungan Hidup, dan PNBP berupa bagian Pemerintah Pusat sebesar 6 persen, serta penerimaan daerah lainnya berupa bagian Pemerintah Daerah sebesar 4 persen dari keuntungan bersih.
ADVERTISEMENT
Sedangkan kewajiban pajak dan PNBP yang mengikuti prevailing law adalah PNBP lainnya selain yang sudah disebutkan di atas, pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Karbon, Bea Meterai, Bea Masuk, Bea Keluar, Cukai, Pajak Daerah, dan Retribusi Daerah.
Selain memberi kepastian dan kesesuaian dengan rezim, PP ini diharapkan mampu menangkap momentum pertumbuhan positif sektor pertambangan batu bara saat ini. Hal ini terutama karena sektor ini mampu tumbuh positif sebesar 6,6 persen (yoy) di tahun 2021, lebih tinggi dari pertumbuhan PDB nasional.
"PP ini dianggap menjadi relevan dalam memanfaatkan momentum peningkatan kontribusi sektor pertambangan batu bara terhadap perekonomian melalui APBN," katanya.
ADVERTISEMENT