Jokowi Sering Marah Soal Serapan Belanja Pemerintah, Ternyata Minus 6,9 Persen

5 Agustus 2020 17:03 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pakai Face Shield, Presiden Jokowi tinjau Pasar Pelayanan Publik di Banyuwangi. Foto: Muchlis Jr - Biro Setpres
zoom-in-whitePerbesar
Pakai Face Shield, Presiden Jokowi tinjau Pasar Pelayanan Publik di Banyuwangi. Foto: Muchlis Jr - Biro Setpres
ADVERTISEMENT
Sudah beberapa kali Presiden Jokowi marah soal serapan anggaran pemerintah. Jokowi menilai para menterinya belum peka terhadap krisis akibat pandemi virus corona.
ADVERTISEMENT
Menurut Jokowi, anggaran penanganan corona yang disiapkan sebesar Rp 695 triliun itu hingga kini bahkan belum terserap separuhnya. Total anggaran yang sudah direalisasikan baru Rp 141 triliun, atau setara 20 persen.
"Saya melihat memang urusan realisasi anggaran ini masih sangat minim sekali. Sekali lagi, dari Rp 695 triliun stimulus untuk penanganan COVID-19, baru 20 persen yang terealisasi. Rp 141 triliun yang terealisasi, baru 20 persen. Masih kecil sekali. Kecil sekali," kata Jokowi dalam ratas penanganan COVID-19 di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (3/8).
Sentilan Jokowi agar para menterinya tak malas merealisasikan anggaran, terutama untuk penanganan virus corona bukan tanpa alasan. Serapan anggaran pemerintah merupakan salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi.
Di tengah kondisi saat ini di mana dilakukan pembatasan sosial, aktivitas ekonomi menjadi turun drastis. Konsumsi rumah tangga yang biasa menjadi penggerak utama, tak bisa diandalkan.
ADVERTISEMENT
Dampak dari minimnya realisasi anggaran pemerintah ini tercermin dari laporan BPS hari ini. Ekonomi Indonesia mengalami kontraksi atau minus 5,32 persen pada kuartal II 2020.
Berdasarkan komponennya, konsumsi pemerintah atau realisasi pengeluaran anggaran anjlok menjadi minus 6,9 persen. Artinya anggaran pemerintah saat ini tak menjadi pendorong ekonomi.
Konsumsi rumah tangga anjlok menjadi minus 6,51 persen (qtq) dan minus 5,51 persen (yoy) di kuartal II 2020. Padahal di kuartal yang sama tahun lalu, konsumsi rumah tangga tumbuh 1,74 persen (qtq) dan tumbuh 5,18 persen (yoy).
Chatib Basri Foto: bekraf.go.id
Mantan Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan sudah menduga jika ekonomi kuartal II 2020 akan minus. Menurut dia, konsumsi rumah tangga, investasi, dan ekspor anjlok.
"Tak mengherankan ini endogenous variable. Yg menguatirkan adalah Pengeluaran pemerintah -6.9%. Artinya Govt spending yg shrsnya bisa exogenous malah jadi pro cyclical," tulis Chatib di akun twitternya.
ADVERTISEMENT
Chatib mengatakan memahami kondisi tersebut karena banyak aktivitas pemerintah yang ditunda akibat pandemi. Tapi seharusnya banyak yang bisa menjadi pendorong, seperti bantuan sosial melalui Bantuan Langsung Tunai atau BLT, alokasi kesehatan, dan UMKM yang seharusnya membuat pengeluaran pemerintah tumbuh positif.
"Artinya concern Presiden dan Menkeu soal penyerapan belanja benar-benar memang issue yang harus diselesaikan. Jika belanja tidak bisa dieksekusi maka pengeluaran pemerintah akan pro cyclical," ujarnya.
"Dalam kondisi di mana swasta dan rumah tangga terpukul, belanja pemerintah yg kontraktif tak menolong ekonomi. Eksekusi dari stimulus fiskal menjadi kunci bila ingin ada pemulihan di TW III," kata Chatib menambahkan.
***
Saksikan video menarik di bawah ini.