Jokowi Tak Gentar Jika RI Kalah di WTO Soal Larangan Ekspor Nikel Mentah

9 September 2022 7:33 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Joko Widodo meninjau langsung pembagian Bantuan Langsung Tunai (BLT) Bahan Bakar Minyak (BBM) di Provinsi Lampung, Sabtu (3/9/2022) Foto: Laily Rachev/Biro Pers Sekretariat Presiden
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Joko Widodo meninjau langsung pembagian Bantuan Langsung Tunai (BLT) Bahan Bakar Minyak (BBM) di Provinsi Lampung, Sabtu (3/9/2022) Foto: Laily Rachev/Biro Pers Sekretariat Presiden
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Presiden Jokowi tak mau mundur soal kebijakannya melarang ekspor bahan baku mentah. Sebelumnya, Jokowi mengeluarkan kebijakan melarang ekspor bijih nikel mentah.
ADVERTISEMENT
Kebijakan tersebut kemudian berujung gugatan dari Uni Eropa ke Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization (WTO). Jokowi menegaskan kebijakan tersebut adalah sebagai upaya pemerintah melakukan hilirisasi untuk nilai tambah ekspor.
Menurut Jokowi, jika pada akhirnya Indonesia kalah di WTO, dia tidak berat hari. Menurut dia, yang terpenting Indonesia berhasil meningkatkan nilai tambah dari industri hilirisasi.
"Kalah enggak apa-apa, syukur bisa menang. Tapi kalau kalah ya industrinya sudah jadi dulu, enggak apa-apa ini memperbaiki tata kelola, dan nilai tambah di dalam negeri," kata Jokowi dalam Saresehan 100 Ekonom Indonesia.
Jokowi sebelumnya menegaskan pentingnya hilirisasi industri di Indonesia. Dia tak ingin Indonesia masih menggunakan kebiasaan lama sejak zaman VOC yang hanya ekspor bahan mentah. Bahkan, dia mendaftar daftar bahan mentah yang dilarang ekspor yakni bauksit, timah, dan tembaga.
ADVERTISEMENT
Dengan tambahan larangan ekspor bahan mentah tersebut, Jokowi memproyeksi akan ada peningkatan nilai tambah hingga USD 30 miliar, baik hasil dari hilirisasi nikel, tembaga, bauksit, maupun timah. Hal ini juga akan mendorong peningkatan neraca perdagangan Indonesia.
"Sekarang ini kelihatan, yang dulu neraca dagang kita misal dengan China selalu minus. Saya ingat di 2014 minus sampai USD 13 miliar. Di 2021 kemarin minus sudah menjadi USD 2,4 miliar. Tahun ini saya pastikan kita ada surplus dengan RRT, saya pastikan itu," tegasnya.
Smelter nikel PT Aneka Tambang Tbk (ANTAM). Foto: PT Antam
Selain itu, Jokowi juga menyebutkan surplus neraca perdagangan Indonesia dengan Amerika Serikat (AS) juga bertambah karena larangan ekspor bahan mentah, dari USD 3,3 miliar di tahun 2012, menjadi USD 14,4 miliar di tahun 2021. Serta surplus dengan India mencapai USD 5,6 miliar.
ADVERTISEMENT
"Sudah 27 bulan neraca kita surplus terus, yang sebelumnya selalu negatif. Hal-hal seperti ini yang sering kita tidak melihat secara detail, ini sebabnya apa sih sekarang selalu surplus perdagangan kita," ujar dia.
Adapun menurut Jokowi, industri hilirisasi tambang didukung pula oleh pembangunan pabrik smelter milik PT Freeport Indonesia di Gresik, Jawa Tengah. Pabrik itu ditargetkan berproduksi di tahun 2024.
"Setelah Gresik beroperasi di tahun 2024, kelihatan berapa nilai tambah dari copper yang sudah lebih dari 50 tahun kita ekspor mentahan, raw material," jelasnya.
Dengan kebijakan tersebut, Jokowi juga meramal Produk Domestik Bruto (PDB) atau GDP Indonesia bakal menembus di atas Rp 3 triliun di tahun 2030. Meski begitu, dia juga memastikan pemerintah tidak akan takut akan desakan negara lain agar Indonesia tetap mengekspor tambang mentah.
ADVERTISEMENT