Jokowi Turunkan Harga Gas Industri, Ada BUMN yang Dirugikan

19 Maret 2020 14:58 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Joko Widodo memberikan keterangan pers terkait COVID-19 di Istana Bogor, Jawa Barat, Senin (16/3). Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Joko Widodo memberikan keterangan pers terkait COVID-19 di Istana Bogor, Jawa Barat, Senin (16/3). Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak
ADVERTISEMENT
Pemerintah akhirnya memutuskan untuk menurunkan harga gas bumi untuk industri menjadi USDD 6 per MMbtu mulai tanggal 1 April 2020. Hal ini disampaikan oleh Menteri ESDM Arifin Tasrif pada Rabu (18/3).
ADVERTISEMENT
Menanggapi hal tersebut, Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan, keputusan ini akan berdampak kepada semua sektor. Sektor midstream menjadi yang paling terpukul.
Ia menjelaskan, kebijakan penurunan harga gas untuk industri ini memukul PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) sebagai pelaku industri midstream.
"Untuk midstream ini saya kira yang akan paling berdampak. Jika Pemerintah menekan biaya distribusi dan transportasi turun menjadi 1,5-2 dolar AS per MMbtu akan sangat memberatkan industri midstream ini," kata Mamit dalam keterangan yang diterima kumparan, Kamis (19/3).
PGN pasok gas bumi ke industri garam di Madura. Foto: Dok. PGN
Menurutnya, kebijakan ini berpotensi membuat PGN sebagai BUMN merugi. Hal ini dapat terjadi mengingat sebagai Badan Usana yang berniaga menggunakan infrastruktur, 95 persen biaya yang dikeluarkan PGN bersifat fixed cost.
ADVERTISEMENT
"Pembangunan pipa transmisi, distribusi, dan pembangunan terminal regasifikasi untuk LNG semua sudah dilakukan dengan investasi yang tidak sedikit, jadi penurunan biaya capex sudah tidak mungkin dilakukan. Biaya operasi dan pemeliharaan jaringan juga tidak bisa dipangkas begitu saja karena terkait kehandalan jaringan pipa dan aspek safety" lanjut Mamit.
Tidak hanya mengkhawatirkan kondisi yang bakal dialami PGN dalam waktu dekat, Mamit juga mengkhawatirkan nasib perngembangan industri midstream ke depan karena dianggap tidak menguntungkan lagi.
"Padahal untuk mendukung optimalisasi pemanfaatan gas bumi domestik, kita masih butuh banyak sekali investasi di infrastruktur gas bumi. Saya masih belum melihat secara detail dari rencana Menteri ESDM untuk sektor midstream ini ke depannya akan seperti apa," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Ia menjelaskan, perlu ada rencana dari pemerintah untuk bisa melindungi industri midstream ini. "Industri gas itu butuh infrastruktur dari wellhead sampai ke end user. Atau dari terminal LNG sampai ke end user. Jadi, jangan sampai sektor midstream menjadi terpukul akibat penurunan harga ini, dan pada akhirnya akan menghambat perkembangan industri gas bumi nasional," ujar Mamit.
Selain berpotensi membuat PGN rugi, penurunan harga gas juga akan memangkas penerimaan negara. Salah satu penerimaan negara yang terbesar adalah PNBP Migas dimana tahun 2019 sebesar Rp 115,1 triliun.
Dengan demikian, di tengah turunnya harga minyak dunia saat ini dan penurunan penerimaan negara dari gas bumi maka target PNBP migas dalam APBN 2020 sebesar Rp 127,3 triliun akan sulit tercapai.
ADVERTISEMENT
"Terkait dengan penurunan harga gas untuk industri sebesar USD 6 per MMbtu di plant gate konsumen, saya kira ini akan berdampak pada semua sektor baik itu hulu dan midstream. Untuk sektor hulu, sebagaimana yang diutarakan oleh Menteri ESDM tidak ada pemotongan dari K3S (Kontraktor Kontrak Kerja Sama) tapi pemotongan dari penerimaan negara," ucapnya.
Dengan kondisi seperti ini, SKK Migas harus melakukan pengawasan yang ketat kepada K3S untuk lebih bisa efisien lagi dalam pelaksanaan operasional karena harga sedang turun dan pendapatan negara berkurang.
"Melalui efisiensi diharapkan bisa membantu pengurangan pendapatan pemerintah. Tapi, jangan sampai juga pengetatan ini menggangu investasi di sektor migas karena kita sedang berusaha untuk meningkatkan produksi kita," pungkasnya.
ADVERTISEMENT