Kapal China Masuk Natuna Lagi, Berikut Fakta-fakta Terbaru

13 Januari 2020 7:49 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kapal Coast Guard China memotong haluan KRI Usman Harun-359 saat melaksanakan patroli di ZEE Indonesia Utara Pulau Natuna, Sabtu (11/1).  Foto: ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
zoom-in-whitePerbesar
Kapal Coast Guard China memotong haluan KRI Usman Harun-359 saat melaksanakan patroli di ZEE Indonesia Utara Pulau Natuna, Sabtu (11/1). Foto: ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
ADVERTISEMENT
Kapal China kembali terlihat di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia di perairan Natuna Utara, Kepulauan Riau, Sabtu (11/1).
ADVERTISEMENT
Patroli yang dilakukan oleh Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) Usman Harun-359 bersama KRI Jhon Lie-358 dan KRI Karel Satsuitubun-356, bertemu enam kapal Coast Guard China, satu kapal pengawas perikanan China, dan 49 kapal nelayan pukat China.
Padahal kapal-kapal asal China ini sempat keluar dari perairan Natuna saat Presiden Joko Widodo mengunjungi Kepulauan Natuna, pada Rabu (8/1).
Berikut kumparan rangkum fakta-fakta terbaru mengenai kapal China yang kembali masuk Natuna:
Kapal China Lakukan Illegal Fishing
Pada Sabtu (11/1), tiga KRI mengusir sejumlah kapal ikan asing China yang menebar jaring di ZEE Indonesia. Pangkogabwilhan I, Laksdya TNI Yudo Margono, mengatakan jangan sampai hubungan Indonesia-China renggang akibat kegiatan mencuri ikan atau ilegal fishing nelayan China di Natuna.
ADVERTISEMENT
"Jangan sampai hubungan pemerintah Indonesia-Tiongkok yang sudah terjalin dengan baik, terganggu dengan adanya kegiatan ilegal yang dilakukan oleh para nelayan Tiongkok," kata Yudo dalam keterangannya.
Kapal Coast Guard China membanyangi KRI Usman Harun-359 saat melaksanakan patroli di ZEE Indonesia Utara Pulau Natuna, Sabtu (11/1). Foto: ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
Yudo juga telah memerintahkan kepada Komandan KRI untuk masuk di sela-sela konvoi kapal-kapal ikan China di Natuna. KRI diperintahkan menggangu kapal asing yang sedang menebar jaring untuk menangkap ikan secara ilegal agar segera keluar dari ZEE Indonesia.
Selain itu, Yudo meminta adanya komunikasi ke kapal asing agar meninggalkan perairan Natuna. Serta memberikan pengertian aturan yang berlaku.
"Apabila mereka (kapal asing) tidak mau atau masih tetap bertahan di perairan laut Natuna, maka sesuai dengan perintah Presiden RI Ir Joko Widodo akan ditangkap dan diproses secara hukum," tegasnya.
ADVERTISEMENT
Persoalan SDA, Bukan Kedaulatan
Guru Besar Hukum Internasional UI Hikmahanto Juwana meminta pemerintah tetap konsisten dan ngotot untuk mempertahankan laut Natuna Utara dari klaim China.
Menurutnya, apa yang terjadi di ZEE Natuna Utara saat ini merupakan persoalan sumber daya alam, bukan kedaulatan.
"Ini kan sebenarnya tanda kutip sengketa masalah perikanan, sumber daya alam, kok tiba-tiba dieskalasi menjadi masalah kedaulatan," ujar Hikmahanto dalam diskusi Natuna di Warung Upnormal, Jalan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Minggu (12/1).
Suasana di dalam pesawat saat Patroli Udara dan memantau kapal-kapal asing yang masih berada di perairan laut Natuna. Foto: Dok. Pangkogabwilhan I
Untuk itu, Hikmahanto mengatakan, setidaknya ada tiga hal yang perlu dilakukan oleh Pemerintah Indonesia di perairan Natuna Utara.
Pertama, Pemerintah Indonesia sebaiknya menghadirkan nelayan-nelayan lokal di wilayah perairan Natuna.
Kedua, penguatan patroli dari Coast Guard Indonesia guna menjaga para nelayan Indonesia sekaligus menindak kapal-kapal milik nelayan asing yang menangkap ikan secara ilegal di ZEE dan perairan Natuna Utara.
ADVERTISEMENT
Ketiga, Hikmahanto meminta pemerintah tetap ada kebijakan untuk tidak mengakui sembilan garis putus-putus China atau nine dash line. Sembilan garis putus-putus merupakan dasar China untuk mengklaim perairan Natuna Utara sebagai teritori mereka.
Presiden China Xi Jinping Perlu Dilibatkan
Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Hidayat Nur Wahid menyampaikan, China tidak lagi menghormati pimpinan negara yang telah lakukan kunjungan ke Natuna.
"Ini bentuk tidak bersahabatnya China terhadap Indonesia. Presiden sudah ke sana dan mereka keluar, lalu setelah Pak Jokowi balik, mereka kembali lagi. Menurut saya, sama saja tidak menghormati Presiden dan kedaulatan kita," katanya saat dihubungi kumparan.
Guru Besar Hukum Internasional FH UI, Hikmahanto Juwana. Foto: Muhammad Darisman/kumparan
Dia pun menyarankan agar pemerintah mengambil langkah yang lebih tegas untuk memastikan kedaulatan laut Indonesia di Natuna. Salah satunya dengan melakukan komunikasi langsung dengan kepala negara China, yakni Presiden Xi Jinping.
ADVERTISEMENT
Sebab, menurut Hidayat, kembalinya kapal-kapal China ini bukan hanya sekedar wujud fisik, tetapi juga ada kepentingan politik antarnegara di dalamnya.
"Mereka kembali lagi kan bukan sekedar wujud fisik tapi juga ada kepentingan politik. Makanya satu-satunya cara langsung hubungi Xi Jinping untuk kemudian meminta mereka menghormati Indonesia," pungkasnya.
Pemerintah Indonesia Gandeng Jepang
Presiden Joko Widodo meminta Jepang untuk berinvestasi di Natuna. Hal ini dikatakan Jokowi ketika melakukan pertemuan dengan Menteri Luar Negeri (Menlu) Jepang Motegi Toshimitsu, pada Kamis (10/1) di Istana Merdeka, Jakarta.
"Izinkan saya, menyampaikan beberapa hal berkaitan dengan prioritas Indonesia terkait dengan Jepang. Yang pertama, di bidang investasi. Saya ingin mengajak Jepang untuk melakukan investasi di Natuna," kata Jokowi.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Menlu Indonesia Retno Marsudi menuturkan, penawaran kerja sama yang diajukan dalam bentuk berbagai macam. Seperti pelatihan diving, perikanan, hingga pembangunan infrastruktur di wilayah sekitar Natuna.
"Antara lain bisa, macam-macam ya. Termasuk mengenai pelatihan untuk instruktur diving, dan sebagainya. Macam-macam infrastruktur sudah pasti," ujar Retno.