Kasus COVID-19 Melonjak, Resesi Bisa Berlanjut dan Pemulihan Ekonomi Lambat

21 Juni 2021 6:37 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pasien COVID-19 bersiap memasuki bus sekolah untuk menuju Rumah Sakit Darurat Covid (RSDC) Wisma Atlet Kemayoran di Puskesmas Menteng, Jakarta. Foto: Galih Pradipta/Antara Foto
zoom-in-whitePerbesar
Pasien COVID-19 bersiap memasuki bus sekolah untuk menuju Rumah Sakit Darurat Covid (RSDC) Wisma Atlet Kemayoran di Puskesmas Menteng, Jakarta. Foto: Galih Pradipta/Antara Foto
ADVERTISEMENT
Kasus COVID-19 yang melonjak kembali memberikan ancaman bagi pemulihan ekonomi domestik. Jika kasus virus corona terus meningkat, perekonomian Indonesia dinilai akan sulit keluar dari resesi.
ADVERTISEMENT
Untuk lebih jelasnya, berikut kumparan rangkum mengenai ancaman pemulihan ekonomi RI:
PSBB Harus Menyeluruh
Ekonom Senior sekaligus Co-Founder Narasi Institute, Fadhil Hasan, meminta pemerintah tidak ragu menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) secara menyeluruh. Selain itu, pemerintah juga perlu mempercepat vaksinasi.
“Demi pemulihan kesehatan publik, pemerintah sebaiknya menerapkan kembali PSBB dan sekaligus mempercepat vaksinasi,” ujar Fadhil kepada kumparan, Sabtu (19/6).
Menurut dia, lonjakan kasus COVID-19 ulah varian delta akan mengancam pemulihan ekonomi yang sedang berlangsung. Akibatnya, ekonomi bisa kembali ke zona resesi.
“Varian delta ini seperti kotak pandora, bila kita menyikapinya biasa-biasa saja dan akhirnya terbuka, ancaman resesi dapat terjadi di sepanjang 2021,” jelasnya.
Menurut dia, PSBB bisa mencegah kenaikan kasus, meskipun memang menimbulkan dampak negatif bagi perekonomian nasional. Untuk itu, pemerintah perlu memitigasi kemungkinan ekonomi kembali tumbuh negatif pada kuartal berikutnya.
ADVERTISEMENT
Meski demikian, Fadhil memproyeksi pertumbuhan ekonomi kuartal II 2021 ini akan positif, berkisar 6-7 persen. Agar kuartal III terus positif, pemerintah harus mempercepat penyaluran bantuan sosial atau bansos.
"Program bantuan sosial perlu dipercepat dan diperluas disertai efektivitas yang lebih baik. Besar kemungkinan, anggaran bantuan sosial dan kesehatan perlu direvisi lagi dengan mempertimbangkan perkembangan kasus lonjakan baru COVID-19,” kata Fadhil.
Piter Abdullah. Foto: Facebook/ @Piter Abdullah
Pemulihan Terancam Gagal
Sementara itu, Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah menjelaskan, sejumlah indikator ekonomi pada April-Mei 2022 menunjukkan perbaikan yang signifikan jika dibandingkan periode yang sama di tahun lalu. Mulai dari indeks keyakinan konsumen, penjualan ritel, hingga industri otomotif, juga menunjukkan kenaikan.
“Kenaikan kasus COVID-19 terjadinya di bulan Juni sekarang ini, tapi belum direspons dengan pembatasan ekonomi yang sangat ketat. Oleh karena Itu, belum berdampak besar ke ekonomi,” kata Piter.
ADVERTISEMENT
Dia menuturkan, kalau pun pemerintah langsung memberlakukan pembatasan secara ketat, penurunan ekonomi juga tak akan besar. Ia memproyeksi ekonomi kuartal II tahun ini tumbuh positif sekitar 4 persen.
Namun sebaliknya, jika pemerintah tak cepat ambil langkah menurunkan kasus COVID-19, maka pemulihan ekonomi pun sulit terlaksana.
"Untuk memulihkan ekonomi kuncinya adalah penanggulangan pandemi. Tidak mungkin memulihkan ekonomi apabila kasus COVID-19 terus meningkat," ujarnya.
WFB Perlu Dibatalkan
Rencana PNS Work From Bali (WFB) tetap berlanjut di tengah pandemi COVID-19 yang saat ini sedang melonjak. PNS yang bakal WFB mulai Juli 2021 diharapkan bisa memulihkan perekonomian.
Namun, memaksakan WFB di tengah kasus COVID-19 yang meningkat dianggap tidak tepat, termasuk dalam meningkatkan perekonomian. Ekonom Center of Reform of Economics (CORE), Yusuf Rendy, merasa saat ini lebih baik bekerja dari rumah.
ADVERTISEMENT
“Kalau melihat kondisi saat ini, di mana kenaikan dari kasus COVID-19 ini cukup curam, sudah tentu kegiatan aktivitas Work From Home menjadi lebih penting untuk didorong dibandingkan dengan Work From Bali,” kata Yusuf saat dihubungi kumparan.