Kemenhub Beberkan Kendala Integrasi Transportasi di LRT Jabodebek

5 Februari 2021 13:12 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sejumlah pegawai PT Adhi Karya (Persero) berada di dalam LRT saat pelaksanaan uji coba lintasan LRT Jabodebek TMII-Cibubur di Jakarta, Rabu (11/11). Foto: M Risyal Hidayat/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah pegawai PT Adhi Karya (Persero) berada di dalam LRT saat pelaksanaan uji coba lintasan LRT Jabodebek TMII-Cibubur di Jakarta, Rabu (11/11). Foto: M Risyal Hidayat/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Integrasi antar moda pada Light Rail Transit (LRT) Jabodebek direncanakan beroperasi pada pertengahan tahun 2022. Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Kementerian Perhubungan menganggap integrasi itu menjadi faktor penting efektivitas moda tersebut sebagai angkutan umum massal.
ADVERTISEMENT
Kepala BPTJ Kemenhub Polana B Pramesti, mengungkapkan sejak 2018 pihaknya telah melakukan langkah-langkah koordinasi menjembatani penyusunan konsep integrasi moda LRT Jabodebek antara Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) dan PT Adhi Karya dengan para stakeholder lainnya.
Polana mengatakan konsep tentang bagaimana integrasi moda tersebut saat ini telah tersusun, meski masih terus membutuhkan tindak lanjut dan penyempurnaan agar konsep itu dapat terealisasikan. Ia mengungkapkan ada tantangan yang harus dihadapi dalam integrasi tersebut.
“Tantangan yang dihadapi untuk mewujudkan integrasi antar moda layanan LRT Jabodetabek umumnya merupakan masalah klasik dalam pengelolaan transportasi di wilayah aglomerasi. Banyaknya pemangku kepentingan yang memiliki kewenangan dalam pengelolaan transportasi, memunculkan sekat-sekat baik di dalam kebijakan maupun realitas layanan transportasi di lapangan,” kata Polana melalui keterangan tertulisnya, Jumat (5/2).
ADVERTISEMENT
“Di sinilah langkah-langkah koordinasi untuk mensinergikan pengelolaan moda perlu dilakukan untuk mewujudkan integrasi antar moda tersebut,” tambahnya.
Polana mengharapkan LRT Jabodebek akan menjadi salah satu moda yang dapat diandalkan untuk mengurangi kemacetan di wilayah tersebut. Kehadirannya sebagai angkutan umum massal berbasis rel dianggap dapat meningkatkan perpindahan pengguna kendaraan pribadi ke angkutan umum massal.
Polana menegaskan agar harapan tersebut tercapai banyak hal yang harus dipersiapkan dari awal termasuk di antaranya menyangkut integrasi LRT Jabodebek ini dengan moda lainnya. Sehingga masyarakat bisa dimudahkan dalam memanfaatkan transportasi publik yang ada.
“Masyarakat tentu akan mengandalkan LRT Jabodebek jika angkutan massal ini dapat memberikan kemudahan untuk mobilitas mereka. Masyarakat akan diuntungkan jika misalnya waktu tempuh lebih cepat dibanding kendaraan pribadi serta terdapat kemudahan akses menuju stasiun terdekat ataupun kemudahan akses berganti moda dari stasiun pemberhentian menuju titik terakhir tujuan mereka,” ujar Polana.
Polana B. Pramesti. Foto: Selfy Momongan/kumparan
Secara keseluruhan, Polana menjelaskan lintasan layanan LRT Jabodebek total memiliki panjang 44,43 km yang terbagi dalam 3 lintas pelayanan. Cawang-Cibubur sebagai lintas pelayanan I memiliki panjang lintasan 14,89 km dengan 4 stasiun di dalamnya. Sementara itu lintas pelayanan II adalah Cawang - Dukuh Atas sejauh 11.05 km dengan 8 stasiun. Lintas pelayanan terakhir (III) adalah Cawang - Bekasi Timur sejauh 18,49 km dengan 6 stasiun termasuk di dalamnya stasiun integrasi antara LRT Jabodebek dengan Kereta Cepat Jakarta Bandung.
ADVERTISEMENT
Meski hanya sepanjang 44, 43 km, implikasi pembangunan LRT ini dianggap cukup kompleks karena banyaknya pemangku kepentingan yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung. Setidaknya ada 2 Pemerintah Provinsi, 3 Pemerintah Kota/Kabupaten, beberapa kelembagaan Pemerintah Pusat, BUMN, BUMD, swasta, lembaga sosial hingga masyarakat secara langsung.
Perkembangan Terkini Integrasi LRT Jabodebek
Direktur Prasarana BPTJ, Edy Nursalam, menjelaskan sudah cukup banyak kemajuan dalam rencana mewujudkan integrasi antar moda terkait dengan LRT Jabodebek khususnya menyangkut integrasi fisik atau prasarana. Menurut Edy ada 2 aspek menyangkut integrasi moda secara fisik ini yaitu integrasi pada simpul transportasi serta pengembangan Transit Oriented Development (TOD) sepanjang lintas layanan LRT Jabodebek.
"Untuk Lintas Pelayanan II Cawang - Dukuh Atas misalnya sudah tersusun konsep integrasi antar moda pada 8 stasiun di lintasan tersebut," ungkap Edy.
ADVERTISEMENT
Menurut Edy integrasi dengan moda berbasis jalan di lintas ini dilakukan melalui penataan Halte Transjakarta dan jika dibutuhkan nantinya juga akan dilakukan penataan jaringan angkutan Transjakarta. Dengan difasilitasi BPTJ konsep integrasi moda di lintasan tersebut telah disepakati antara Kementerian Perhubungan dengan Pemprov DKI Jakarta dan PT Transjakarta.
“Selain itu di Lintas Pelayanan II ini nantinya juga terdapat integrasi antar moda berbasis rel seperti misalnya antara Stasiun KRL Sudirman dengan Stasiun LRT Dukuh Atas,” jelas Edy.
Lebih lanjut Edy menerangkan menyangkut pengembangan TOD di Lintas Pelayanan II Cawang -Dukuh Atas terdapat di 3 lokasi yaitu sekitar Kawasan Stasiun Dukuh Atas, Stasiun Cawang Ciliwung dan Stasiun Cawang Cikoko.
ADVERTISEMENT
"Khusus untuk Kawasan Dukuh Atas, BPTJ telah mengeluarkan Rekomendasi Teknis sejak tahun 2018,” terang Edy.
Kereta api ringan (LRT) berada di lintasan LRT Jabodebek Cawang-Cibubur di Cibubur, Jakarta, Kamis (29/10). Foto: Hafidz Mubarak A/ANTARA FOTO
Sementara untuk Kawasan TOD lainnya BPTJ akan terus mendorong agar pengembang memenuhi aspek transportasi di wilayah hunian maupun komersial mereka sehingga kawasan tersebut benar benar memenuhi ketentuan sebagai Kawasan TOD dari sisi transportasi.
“Direncanakan kawasan TOD Cawang Cikoko dan Cawang Ciliwung juga akan terintegrasi dengan moda Stasiun KRL Cawang,” ungkap Edy
Berbeda dengan Lintas Pelayanan II Cawang - Dukuh Atas, rencana integrasi fisik pada simpul transportasi di Lintas Pelayanan I Cawang- Cibubur dan Lintas Pelayanan III Cawang - Bekasi Timur relatif masih menemui beberapa kendala yang harus diselesaikan.
Kendala tersebut di antaranya menyangkut kesiapan lahan untuk membangun akses dari atau ke Stasiun LRT pada lintasan tersebut, serta penyiapan halte maupun penataan jaringan angkutan umum berbasis jalan sebagai feeder. Meskipun demikian terdapat pengecualian di mana konsep integrasi antar moda sudah siap dilakukan pada Stasiun Kampung Rambutan dengan Terminal Bus Kampung Rambutan (Lintas Pelayanan I).
ADVERTISEMENT
Demikian pula pada Lintas Pelayanan III, LRT Jabodebek akan terintegrasi dengan stasiun Kereta Cepat Jakarta Bandung dan Bandara Halim Perdanakusuma.
Adapun mengenai pengelolaan TOD pada keseluruhan lokasi di sekitar 4 stasiun sepanjang Lintas Pelayanan I Cawang - Cibubur maupun di sekitar 5 stasiun sepanjang Lintas Pelayanan III Cawang - Bekasi Timur sudah dilakukan perencanaan pembangunan dengan konsep hunian yang mempunyai akses langsung dengan stasiun LRT Jabodebek.
Meskipun begitu, sejauh ini belum ada pengajuan permohonan kembali dari para pemrakarsa kawasan TOD. Hingga saat ini BPTJ baru mengeluarkan Rekomendasi Teknis TOD pada stasiun LRT Jatimulya Bekasi Timur. Dengan kondisi demikian maka pada Kawasan TOD di lintas pelayanan ini belum dapat dipastikan pemenuhan aspek transportasinya agar Kawasan TOD memenuhi syarat dari sisi transportasi.
ADVERTISEMENT
Dari sisi transportasi, pengembangan TOD seharusnya dapat memenuhi aspek transportasi yang meliputi 5 hal yaitu aspek keterhubungan, aspek angkutan umum, aspek berjalan kaki, aspek bersepeda dan aspek beralih moda.