Kemenkeu Minta Lapindo Bayar Utang secara Tunai

4 Desember 2020 13:03 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sejumlah petugas melihat tanggul penahan lumpur Porong yang ambles di titik 67 Gempol Sari, Tanggulangin, Sidoarjo. Foto: ANTARA FOTO/Umarul Faruq
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah petugas melihat tanggul penahan lumpur Porong yang ambles di titik 67 Gempol Sari, Tanggulangin, Sidoarjo. Foto: ANTARA FOTO/Umarul Faruq
ADVERTISEMENT
Pemerintah masih terus berupaya agar PT Minarak Lapindo Jaya bisa melunasi utangnya pada negara. Namun hingga saat ini upaya penagihan piutang negara tersebut belum menemui titik terang.
ADVERTISEMENT
Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu, Isa Rachmatarwata, menginginkan opsi utama pembayaran utang dilakukan secara tunai. Meskipun pihaknya juga mempertimbangkan opsi lain untuk menyelesaikan masalah ini.
"Pembayaran tunai itu tetap menjadi opsi utama bagi kami. Tapi kami sekarang mulai melihat opsi-opsi lain yang mungkin bisa mereka pakai untuk melunasi kewajiban itu," kata Isa dalam media briefing secara virtual, Jumat (4/12).
Bendahara negara itu telah berkonsultasi dengan Kejaksaan Agung dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menyelesaikan piutang Lapindo. Sayangnya, ia enggan membeberkan secara rinci langkah apa yang akan diambil pemerintah.
"Tapi intinya, esensinya adalah kita mau berprogress dengan mencoba berbagai cara agar kewajiban Lapindo itu bisa dipenuhi,” katanya.
Isa pun tak menutup kemungkinan jika nantinya pembayaran utang itu bisa dilakukan dengan cara menyerahkan aset Lapindo. Namun hal ini juga masih harus dilihat lebih jauh.
ADVERTISEMENT
"Jadi, misal mereka mau menyerahkan aset, oke kami jajaki itu. Kami akan lihat aset mana. Yang jelas kan aset di wilayah yang terdampak itu yang mereka tawarkan pertama," kata Isa.
Lumpur Lapindo. Foto: Antara/Eric Ireng
Lapindo diketahui menawarkan aset tanah yang dimiliki sebagai pembayaran utangnya kepada pemerintah. Namun, pembayaran utang dengan aset (asset settlement) itu tidak bisa dilakukan begitu saja, karena nilainya harus dihitung terlebih dulu.
"Jadi itu akan kita lihat, kita akan valuasi, kalau memang nilainya ada, cukup, ya enggak masalah, akan kita ambil juga. Tapi kalau tidak mencukupi, kita menghendaki cara-cara yang lain, termasuk yang selalu kita minta sekarang ini adalah pembayaran tunai," tambahnya.
Dalam hasil audit BPK 2019, pemerintah mencatat hingga 31 Desember tahun lalu, total utang Lapindo Brantas dan Minarak kepada pemerintah sebesar Rp 1,91 triliun.
ADVERTISEMENT
Secara rinci, pokok utang sebesar Rp 773,38 miliar, bunga Rp 163,95 miliar, dan denda Rp 981,42 miliar. Sementara pembayaran baru dilakukan pada Desember 2018 sebesar Rp 5 miliar.