Kemenperin Ungkap RI Butuh 5 Proyek Blast Furnace Baru untuk Tekan Impor Baja

14 Februari 2022 13:46 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Dirut PT Krakatau Steel Tbk Silmy Karim (kanan) meninjau unit tambahan Blast Furnace yang baru bersama Rini Soemarno yang saat itu menjadi Menteri BUMN. Foto: ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman
zoom-in-whitePerbesar
Dirut PT Krakatau Steel Tbk Silmy Karim (kanan) meninjau unit tambahan Blast Furnace yang baru bersama Rini Soemarno yang saat itu menjadi Menteri BUMN. Foto: ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian (Kemenperin),Taufiek Bawazier, mengungkapkan Indonesia membutuhkan lima proyek blast furnace baru untuk menekan impor baja yang terus meningkat.
ADVERTISEMENT
Jawaban Taufiek untuk menanggapi pertanyaan Wakil Ketua Komisi VII DPR, Bambang Hariyadi, terkait penutupan proyek blast furnace milik PT Krakatau Steel (Persero) yang telah berproduksi sejak tahun 2019, menjadi proyek mangkrak karena mengalami kerugian.
"Terkait penutupan blast furnace, menurut pak Dirjen lebih merugi ditutup atau lebih baik diaktifkan? Kalau dari sisi peningkatan kapasitas produksi dalam negeri," tanya Bambang dalam RDPU Komisi VII DPR dengan Dirjen ILMATE dan Dirut Krakatau Steel, Senin (14/2).
Taufiek menjelaskan, berdasarkan perhitungan yang dilakukan Kemenperin, Indonesia membutuhkan setidaknya lima proyek blast furnace baru dengan kapasitas produksi 1,2 juta ton untuk menekan impor baja.
"Kalau itu ada otomatis kita akan menurunkan impor. Hitungan teknokratis di atas kertas kebutuhan nasional. Saya tidak tahu siapa yang akan investasi, apakah perusahaan swasta diberikan kesempatan juga, atau perusahaan BUMN lain, saya tidak masuk dan punya otoritas," ujar Taufiek.
Ekspor Baja Krakatau Steel. Foto: Dok. Istimewa
Pada dasarnya, pihak Kemenperin hanya akan mendorong kebutuhan bahan baku untuk industri di dalam negeri. Taufiek mengatakan, saat ini masih banyak industri yang membutuhkan baja, namun belum bisa disediakan oleh industri hulu baja Indonesia.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut membuat impor baja Indonesia semakin meningkat. Dalam data yang ditampilkan Taufiek, impor besi, baja, dan baja paduan non lartas di tahun 2021 sebesar 5,2 juta ton, sedangkan impor lartas baja dan besi sebanyak 6,3 juta ton.
Walaupun surplus, impor besi dan baja di 2021 secara keseluruhan naik 21,6 persen dibandingkan tahun 2020, akibat perlambatan ekonomi nasional akibat pandemi COVID-19.
"Ada 200 industri baja yang memproduksi baja, jadi kebutuhan baja ada banyak, ada perminyakan, otomotif, elektronik juga membutuhkan baja, tapi engineering steel. Itu hampir kita tidak bisa buat, dan itulah yang kita impor secara terukur," tutur Taufiek.
Sehingga, menurut dia, Indonesia masih belum bisa lepas dari impor baja sebelum penguatan industri hulu baja dilakukan. Salah satunya, bisa dengan memperbanyak proyek blast furnace tersebut.
ADVERTISEMENT
"Jujur saja, hulunisasi kalau kita kuat, kalau nilai tambah kita penuh di dalam negeri ya kita tutup saja impor. Tapi kalau kita tidak beri bahan baku, pabrik itu akan tutup, pengangguran sosial problem pemerintah yang salah," terang Taufiek.
Pada kesempatan tersebut, Taufiek pun membeberkan rencana pembangunan proyek blast furnace baru dalam naungan Krakatau Posco, perusahaan joint venture antara Krakatau Steel dengan perusahaan asal Korea Selatan POSCO.
"Krakatau Posco juga akan membangun proyek blast furnace lagi tapi nanti di 2024, saya gambarkan dan bisa divalidasi, itu (kapasitas) 3 juta ton di tahun 2024," ungkap Taufiek.