Kementan Ungkap Wabah PMK pada Ternak Sebabkan Kerugian Rp 9 Triliun

26 Agustus 2025 14:09 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-circle
more-vertical
Kementan Ungkap Wabah PMK pada Ternak Sebabkan Kerugian Rp 9 Triliun
Kementan menargetkan hewan ternak di Indonesia bisa bebas kasus PMK pada 2035.
kumparanBISNIS
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementerian Pertanian (Kementan), Agung Suganda, saat media briefing Strategi Nasional Pengendalian Penyakit Mulut dan Kuku di Jakarta Selatan, Selasa (26/8/2025). Foto: Muhammad Fhandra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementerian Pertanian (Kementan), Agung Suganda, saat media briefing Strategi Nasional Pengendalian Penyakit Mulut dan Kuku di Jakarta Selatan, Selasa (26/8/2025). Foto: Muhammad Fhandra/kumparan
ADVERTISEMENT
Kementerian Pertanian (Kementan) mengungkapkan wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) yang menyerang hewan ternak pada tahun 2022 menimbulkan kerugian ekonomi yang signifikan.
ADVERTISEMENT
Direktur Jenderal (Dirjen) Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementan, Agung Suganda, menyebut kerugian yang ditimbulkan mencapai sekitar Rp 9 triliun.
“Ya pada saat wabah di tahun 2022 kemarin cukup besar ya, kalau perhitungan kita hampir sekitar Rp 9 triliun kerugiannya dari penurunan produktivitas kemudian juga dari ada yang mati dipotong paksa dan sebagainya,” kata Agung kepada wartawan disela media briefing Strategi Nasional Pengendalian Penyakit Mulut dan Kuku di Jakarta Selatan, Selasa (26/8).
Namun, ia menegaskan fokus pemerintah saat ini bukan lagi menghitung kerugian masa lalu, melainkan memastikan kasus PMK terkendali. Menurut Agung, sejak Januari 2025 hingga Agustus 2025, pengendalian PMK berjalan baik dengan strategi vaksinasi massal dua periode.
“Alhamdulillah sejak Januari 2025 ini sampai dengan hari ini pengendalian PMK sangat baik dengan program vaksinasi periode pertama yang sudah selesai dan periode kedua yang masih berjalan,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Data Kementan per 24 Agustus 2025 menunjukkan kasus PMK di Indonesia relatif terkendali. Tercatat ada 593 ekor ternak positif PMK yang tersebar di tujuh provinsi.
Provinsi dengan kasus terbanyak adalah Sulawesi Selatan sebanyak 323 ekor, disusul Jawa Tengah 110 ekor, Jawa Timur 109 ekor, Jawa Barat 21 ekor, Sulawesi Barat 15 ekor, Sumatera Barat 15 ekor, dan DI Yogyakarta 5 ekor.
"Di beberapa provinsi seperti Pulau Bali kemudian juga Jawa Barat per regional kita meminta agar kasusnya menjadi zero case termasuk juga di NTB. Nah ini yang terus kita upayakan,” jelas Agung.
Lebih lanjut, ia menekankan kunci pengendalian PMK tidak hanya terletak pada vaksinasi dan biosekuriti, tetapi juga kesadaran semua pihak, termasuk peternak dan pedagang.
ADVERTISEMENT
Dengan terkendalinya kasus PMK, Agung optimistis langkah ini akan menarik investasi peternakan dan mengurangi ketergantungan impor daging sapi maupun susu segar.
“Artinya pendekatan yang kita lakukan sudah on the track tinggal bagaimana penguatan kita di lapangan dan kampanye kita di masyarakat agar memberikan semangat ke peternak kita sehingga menarik investasi peternakan yang saat ini dicanangkan oleh Bapak Presiden dan Bapak Mentan,” kata dia.
Dokter hewan dari Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota Solo mengecek kesehatan sapi peliharaan warga usai penyuntikan vaksin di Mojosongo, Solo, Jawa Tengah, Rabu (8/1/2025). Foto: ANTARAFOTO/Maulana Surya
Kementan pun menargetkan kasus wabah PMK ini bisa nol persen pada 2035. Target ini ditempuh melalui program vaksinasi massal, penguatan biosekuriti, hingga pengajuan pengakuan internasional atas zona bebas PMK ke Badan Kesehatan Hewan Dunia atau World Organization for Animal Health (WOAH).
"Tahun depan kami akan mengusulkan pengakuan secara negara Indonesia memiliki program pengendalian PMK yang terkendali atau official control program dari badan kesehatan hewan dunia, ini penting pengakuan ini dan tentu tahapan-tahapan ini menuju Indonesia bebas PMK di tahun 2035 ya tanpa vaksinasi,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Saat ini, Agung menyebut Pulau Bali dan Nusa Tenggara Barat (NTB) juga sudah berstatus zero case wabah PMK.
“Kami juga tentu rencanakan beberapa pulau seperti Pulau Bali, NTB itu saat ini zero case dan bisa dicek tidak ada kasus juga di sana. Ini kita harapkan nanti kita usulkan lagi sebagai zona bebas PMK dengan vaksinasi, karena vaksinasi di sana dilakukan,” katanya.
Agung melanjutkan, pemerintah telah menyusun peta jalan pengendalian PMK sejak 2023, dan saat ini sudah memasuki tahap ketiga hingga 2027.
Tahap ini difokuskan untuk memperoleh pengakuan resmi official control program dari WOAH, sekaligus mendorong pengakuan zona bebas PMK tanpa vaksinasi di sembilan provinsi.
Kata dia, pemerintah sudah mengirimkan dokumen pengajuan kepada WOAH pada 13 Agustus 2025. Kesembilan provinsi tersebut meliputi enam provinsi di Papua, dua provinsi di Maluku, serta satu provinsi di Nusa Tenggara Timur (NTT).
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Direktur Kesehatan Hewan Kementan, Hendra Wibawa, menjelaskan pengakuan internasional atas status bebas PMK akan berdampak besar bagi perekonomian Indonesia. Kata Hendra, jika ke depan Indonesia mampu mencapai kondisi oversupply ternak, peluang ekspor bisa terbuka lebar.
“Ada, benefitnya itu, kalaupun nih, Indonesia itu udah oversupply ya semoga ya, oversupply ternak. Kalau kita ekspor itu bisa dari daerah zona yang tanpa kasus dan diakui program pengendalian oleh WOAH," kata Hendra usai acara.
Selain membuka peluang ekspor, status bebas PMK juga akan meningkatkan kepercayaan investor di sektor peternakan. “Bisa, bisa. Jadi investasi bagusnya dari daerah-daerah yang kalau mau ya daerah bebas. Jadi sebenarnya fungsinya itu, makanya negara-negara itu pembebasannya di luar negeri itu biasanya step by step dulu," lanjut Hendra.
ADVERTISEMENT