Kementerian ESDM Beberkan 7 Hal yang Menghambat Investasi di Sektor Hulu Migas

11 Maret 2020 11:53 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana Diskusi Terkait Iklim Investasi di Sektor Hulu Migas, City Plaza, Jakarta, Rabu (11/3). Foto: Abdul Latif/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Suasana Diskusi Terkait Iklim Investasi di Sektor Hulu Migas, City Plaza, Jakarta, Rabu (11/3). Foto: Abdul Latif/kumparan
ADVERTISEMENT
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menjabarkan tujuh hambatan investasi di sektor hulu migas. Padahal dulu, tahun 1960-2000 kondisi hulu migas di Indonesia masih menarik bagi investor.
ADVERTISEMENT
Tenaga Ahli Kementerian ESDM Nanang Untung menyampaikan tujuh hambatan yang membuat investasi di sektor hulu migas di Indonesia kurang menarik di mata investor yaitu proses sistem hukum, kebijakan fiskal, perpajakan umum, hambatan perdagangan, inkonsistensi regulasi, ketidakpastian administrasi dan regulasi, serta sengketa tanah.
“Waktu itu masih menarik, belum ada Vietnam, belum ada (Republik) Guyana. Tapi begitu sekarang ada alternatif lain (lebih) menarik dan kita masih genit (regulasi kepada investor). Cabut semua dan itu yang terjadi,” katanya saat memberikan paparan di Gedung City Plaza, Jakarta, Rabu (11/3).
Ilustrasi Migas, Pertamina Hulu Energi. Foto: Dok. Pertamina Hulu Energi
Berdasarkan catatannya mengutip survei Fraser Institute (2017), sepanjang tahun 2007-2017, investasi migas di Indonesia mengalami penurunan 50 persen menjadi USD 9,33 miliar. Sementara itu, pada periode yang sama, tren investasi hulu migas global tumbuh 4 persen.
ADVERTISEMENT
Untuk itu, Nanang mengungkapkan, sebagai pemerintah pihaknya akan berupaya untuk memperbaiki sektor hulu migas. Hal ini salah satunya untuk menarik investasi di sektor migas.
Menurutnya, ke depan, pemerintah berencana untuk mengoptimalkan produksi di sektor hulu migas. Selain itu, pihaknya juga akan memperhatikan efisiensi di sektor hilir.
“Hilir kita harus berkembang dan kompetitif, termasuk mainstream yang ongkos terlalu mahal, kita kurangi. Industrinya kalau pupuk udah enggak (produktif dikurangi), PLN turbin udah kuno, kita ubah tapi upstream cari gas sebanyak mungkin,” jelasnya.