Kenaikan Iuran Dibatalkan, Akankah BPJS Kesehatan Bangkrut?

9 Maret 2020 19:18 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pegawai melayani warga di kantor Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Jakarta Pusat, di kawasan Matraman. Foto: ANTARA FOTO/Galih Pradipta
zoom-in-whitePerbesar
Pegawai melayani warga di kantor Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Jakarta Pusat, di kawasan Matraman. Foto: ANTARA FOTO/Galih Pradipta
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Mahkamah Agung (MA) membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang berlaku sejak 1 Januari 2020. Artinya, iuran BPJS Kesehatan akan kembali besaran awal. Dengan kondisi ini, apakah BPJS Kesehatan terancam bangkrut?
ADVERTISEMENT
Dengan kembali ke iuran lama, defisit BPJS Kesehatan dipastikan melebar. Tanpa kenaikan iuran, defisit bisa mencapai Rp 39,5 triliun pada tahun 2020, dan membengkak Rp 77,1 triliun pada tahun 2024. Artinya, pemerintah harus menutup defisit atau kerugian itu. Bila tak ditutup, BPJS Kesehatan bisa saja gulung tikar karena kehabisan dana segar untuk membiayai klaim dan operasional.
Pada kenaikan iuran hingga 100 persen yang berlaku mulai 1 Januari 2020, keuangan BPJS Kesehatan bisa surplus hingga 2024. Atas keputusan terbaru MA, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, BPJS Kesehatan dipastikan akan kesulitan keuangan lagi karena lembaga jaminan sosial tersebut selama beberapa tahun harus merugi akibat tak ada kenaikan iuran sejak 2016. Padahal penyesuaian tarif wajib dilakukan setiap 2 tahun sekali. Iuran baru naik 4 tahun kemudian atau mulai 2020, namun akhirnya ditangguhkan MA.
ADVERTISEMENT
"Secara keuangan mereka merugi, sampai dengan saya sampaikan dengan akhir desember, kondisi keuangan BPJS meskipun saya sudah tambahkan Rp 15 triliun dia masih negatif, hampir sekitar Rp 13 triliun," ujarnya," kata Sri Mulyani di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (9/3).
Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris, memaparkan solusi utama menyelesaikan defisit adalah menaikkan iuran. Fachmi menyebut defisit bisa melebar hingga Rp 77 triliun di 2024 bila tidak ada tindakan sama sekali.
"Kalau kita diam, iuran dibiarin. Masyarakat menolak naikkan iuran, minta naikkan service. Itu defisitnya segitu," kata Fachmi saat berkunjung ke kantor kumparan, di Jati Padang, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Rabu (11/9/2019).
Meskipun terjadi penyesuaian iuran pada tahun 2016 silam, kenaikan tersebut masih di bawah perhitungan aktuaria, khususnya untuk kelas 2 dan kelas 3. Sementara iuran kelas 1 sudah sesuai usulan.
ADVERTISEMENT
Fachmi menuturkan Menteri Keuangan pun turun tangan untuk mengetahui pemicu defisit karena setiap tahun harus menutup defisit yang jumlahnya terus bertambah. Melalui Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Sri Mulyani mendapat jawabannya.
Ternyata masalah defisit yang dipicu oleh potensi fraud (kecurangan) dan tunggakan iuran tidak signifikan.
Dengan asumsi tingkat kolektibilitas peserta tinggi atau mencapai 100 persen dan potensi fraud bisa ditekan hingga 0 persen, tetap saja BPJS Kesehatan harus menanggung defisit. Jadi pemicunya adalah iuran terlalu rendah.
"Jadi kalau ini (iuran) terkumpul 100 persen, fraud 0 persen, ternyata mismatch (masih defisit). Kesimpulannya iurannya enggak sesuai, jadi Bu Sri Mulyani confident ngomong ini (usul kenaikan iuran hingga 100 persen)," tambahnya.

Iuran BPJS Kesehatan Baru (2020)

Kelas 1: Rp 160.000
ADVERTISEMENT
Kelas 2: Rp 110.000
Kelas 3: Rp 42.000

Iuran BPJS Kesehatan Lama (2016)

Kelas 1: Rp 80.000
Kelas 2: Rp 51.000
Kelas 3: Rp 25.500