news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Kepala BKPM Sebut Ada ‘Hantu’ di Pemda, Suka Mainkan Izin Amdal

4 Agustus 2020 14:14 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia. Foto: Moh Fajri/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia. Foto: Moh Fajri/kumparan
ADVERTISEMENT
Artikel ini mengalami perubahan kutipan karena kesalahan dalam penulisan pernyataan Kepala BKPM. Dengan ralat ini kesalahan kami perbaiki dan redaksi memohon maaf kepada BKPM.
ADVERTISEMENT
***
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyebut ada ‘hantu’ yang kerap mempermainkan izin Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal). Menurutnya, ini menjadi salah satu hambatan investor untuk masuk ke Indonesia.
Bahlil mencontohkan, seorang investor berinvestasi di atas lahan seluas 3.000 meter persegi dengan nilai investasi Rp 600 juta. Namun, biaya pengurusan izin Amdalnya justru lebih mahal, yakni mencapai Rp 1 miliar.
“Contoh, invest cuma 3.000 meter persegi bikin kebun, investasinya cuma Rp 600 juta. Tapi biaya Amdalnya bisa Rp 1 miliar,” kata Bahlil dalam webinar Indef, Kamis (4/8).
Menurut Kepala BKPM, biaya yang lebih mahal itu dihabiskan untuk pemerintah daerah (pemda). “Di mana uang itu habis? Ya itu, dari kabupaten atau kota, konsultan, itu hantu itu mainnya semua,” katanya.
Proyek pembangunan tower untuk program rumah DP Rp 0 Klapa Village di Pondok Kelapa, Jakarta Timur Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, pemerintah pun membentuk RUU Omnibus Law Cipta Kerja, yang salah satunya menyoal Amdal. Dalam beleid itu, pemerintah menghapus kewenangan pemda untuk mengurus Amdal. Izin Amdal nantinya akan diatur oleh pemerintah pusat.
ADVERTISEMENT
Bahlil pun menegaskan, dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja, pemerintah tak menghapuskan izin Amdal. Namun tak semua pengusaha atau investor perlu mendapatkan Amdal.
Untuk golongan pengusaha atau investor menengah, nantinya tetap ada persyaratan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL). Sedangkan yang menggunakan Amdal hanya golongan pengusaha besar.
"Kelas besarnya tetap pakai Amdal, tapi syaratnya jangan terlalu banyak dibuat ribet, karena kalau itu banyak dibuat ribet, itu tidak akan selesai apa yang menjadi kepentingan pengusaha," tambahnya.