Kesiapan UMKM Sektor Pariwisata Menghadapi The Future of Travelling

6 Desember 2020 14:49 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Toko Oleh-oleh Krisna di Bali. Foto: Dok. Krisna Bali
zoom-in-whitePerbesar
Toko Oleh-oleh Krisna di Bali. Foto: Dok. Krisna Bali
ADVERTISEMENT
Kolaborasi pemangku kepentingan antara Pemerintah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) termasuk industri perbankan, dan sektor swasta dibutuhkan untuk mendukung kebangkitan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) sektor pariwisata dari dampak pandemi COVID-19.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut diungkapkan Direktur Pemasaran Ekonomi Kreatif Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), Yuana Rohmah, dalam talkshow BRI UMKM EXPO[RT] BRILIANPRENEUR 2020 yang bertajuk “Kesiapan UMKM Sektor Pariwisata dalam Menghadapi The Future of Travelling” yang digelar secara daring, Kamis (3/12).
Pandemi Virus Corona (COVID-19) telah berdampak langsung pada sektor pariwisata di dalam negeri. Aktivitas ekonomi, termasuk pariwisata mengalami kemerosotan akibat terbatasnya mobilitas masyarakat seiring penyebaran virus corona. Objek wisata banyak ditutup serta tingkat hunian kamar hotel dan restoran menurun dratis dibandingkan pada masa normal.
“Kami mendorong UMKM untuk kolaboratif. Pemerintah sudah mulai hadir, merangkul bahwa di masa pandemi ini [pelaku UMKM sektor pariwisata] tidak sendirian. Termasuk BRI juga membuat event ini. Tidak bisa sendirian, pemerintah harus dengan BUMN dan swasta bergandengan,” ujar Yuana.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data Kemenparekraf, periode Januari-Oktober 2020 kunjungan wisatawan mancanegara selama pandemi COVID-19 anjlok 72,35 persen dibandingkan periode yang sama 2019.
Terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) 1,5 juta orang, di antaranya 1,24 juta orang pekerja formal dan 265 ribu informal. Sebanyak 6.000 hotel okupansinya merosot hingga 60 persen.
Yuana Rohmah mengemukakan, untuk menahan kemerosotan jumlah kunjungan wisata dan menumbuhkan kembali geliat di sektor pariwisata, Kemenparekraf melakukan berbagai strategi tanpa mengesampingkan protokol kesehatan.
“Kami di Kementerian Pariwisata berbenah, bagaimana menujukan berwisata itu aman, salah satunya dengan program Indonesia Care, di dalamnya kita melakukan sertifikasi untuk pelaku wisata dan restoran,” katanya.
Sertifikasi itu meliputi Clean, Hygiene, Safety dan Environment (CHSE). Dengan sertifikasi ini, konsumen akan merasa lebih aman. Sertifikasi ini sudah mulai dikampanyekan dan ada sekitar 10 ribuan pelaku usaha yang mendaftar untuk memperoleh sertifikasi CHSE.
ADVERTISEMENT
“Kami juga mendorong pelaku ekonomi kreatif terutama UMKM seperti oleh-oleh untuk bangkit dan memanfaatkan teknologi digital. Pemerintah sudah membuat gerakan Bangga Buatan Indonesia. Sudah 3,2 juta UMKM yang ikut. Mereka sudah menyadari bahwa kalau tidak bisa jualan fisik, bisa jualan online,” papar Yuana.
Wisatawan berlibur pada liburan panjang Hari Maulid Nabi Muhammad SAW di Pantai Kuta, Badung, Bali, Jumat (30/10). Foto: Nyoman Hendra Wibowo/ANTARA FOTO
Dia berpesan kepada para pelaku UMKM di sektor pariwisata, pada masa pandemi ini jangan putus asa dan dapat berbenah diri. “Yang belum memiliki sertifikasi dipersiapkan, Pemerintah akan tetap hadir bagi para pelaku pariwisata dan UMKM. Karena tetap ingin menjaga pertumbuhan, juga tidak ingin kebobolan karena pandemi,” tukasnya.
Dalam kesempatan tersebut, Vice President Traveloka, John Safenson menjelaskan selama masa pandemi perilaku konsumen betul-betul berubah. Untuk itu, Traveloka melakukan adaptasi, salah satunya mitra bisnis Traveloka diminta untuk menerapkan protokol kesehatan.
ADVERTISEMENT
Terkait kesiapan menghadapi the future of traveling, menurut John, Traveloka terus memantau semua hal yang berhubungan dengan pariwisata. Seperti apakah pelaku wisata seperti maskapai, hotel dan restoran secara konsisten menerapkan protokol kesehatan.
“Kita harus tetap positif bahwa masa sulit ini pasti akan berlalu. Kedua kita harus tetap berusaha, kita harus tetap melihat sisi positif, justru kita prepare untuk lebih baik lagi dan menata ulang,” tegasnya.
Dampak pandemi telah memukul usaha penyedia oleh-oleh setidaknya diakui CEO Krisna Bali, Aji Krisna. Aji mengungkapkan, pandemi COVID-19 sempat membuat tempat oleh-oleh Krisna di Bali tutup hingga 6 bulan. Namun pada Agustus dan September terjadi peningkatan kunjungan wisata ke Bali dan memberikan angin segar untuk tumbuh kembali.
ADVERTISEMENT
“Selama pandemi kami sangat merasakan dampak yang luar biasa. Kami selalu optimistis untuk dapat meningkatkan penjualan kami, salah satunya dengan melakukan strategi yang tidak keluar dari core business,” ujarnya. Selama pandemi ini, Krisna juga menerapkan protokol kesehatan yang ketat dan diberlakukan di seluruh outlet Krisna.
Seperti diketahui, talkshow ini merupakan rangkaian pameran industri kreatif BRI UMKM EXPO[RT] BRILIANPRENEUR yang digelar BRI sebagai wujud komitmen Perseroan mendorong kebangkitan UMKM melalui Gerakan nasional #BANGGABUATANINDONESIA. Kegiatan ini merupakan puncak dari rangkaian HUT ke-125 BRI.
Dalam pameran industri kreatif berskala internasional ini, BRI memfasilitasi lebih dari 400 UMKM yang berorientasi ekspor, terdiri dari Kategori Fashion, Home Décor & Craft, Accessories & Beauty dan Food & Beverage, untuk memperluas pasar hingga mancanegara.
ADVERTISEMENT