Kisah Seorang Perawat Lansia di Jepang, Dapat Gaji hingga Rp 18 Juta Sebulan

28 Februari 2020 13:15 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Nani, seorang pekerja yang pernah ikut program Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA) Foto: Moh Fajri/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Nani, seorang pekerja yang pernah ikut program Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA) Foto: Moh Fajri/kumparan
ADVERTISEMENT
Merawat lansia di Jepang menjadi pekerjaan yang sempat dijalani Nani, seorang pekerja yang pernah ikut program Indonesia-Jepang Economic Partnership Agreement (IJEPA) sejak Juli 2008. Ia berangkat ke Jepang tahun 2014 dan kembali ke Indonesia tahun 2019.
ADVERTISEMENT
Nani mengaku merasa nyaman selama bekerja merawat lansia yang usianya rata-rata mulai 70 tahun ke atas, atau yang sudah mulai pikun. Kenyamanan itu juga didapatkan dari teman-teman seniornya dari Jepang yang bisa membimbing dengan baik.
“Kalau tempat aku ada pantinya tapi semi rumah sakit karena disitu ada perawat, ada juga dokternya,” kata Nani saat ditemui di Midplaza, Jakarta, Jumat (28/2).
Selain suasananya menyenangkan, Nani mengaku penghasilan yang didapatkan selama merawat lansia cukup besar. Penghasilannya mencapai 150 ribu yen setiap bulan. Jumlah tersebut belum termasuk bonusnya.
“Misal (kemarin) gaji dasar 150 ribu yen itu belum termasuk bonus dan lain-lain. Gaji pokoknya segitu berarti sekitar misal kurs hari ini 124 jadi Rp 18 juta sekian di luar yang lainnya,” ujar Nani.
ADVERTISEMENT
“Tapi tergantung tempat kerjanya juga. Ada yang lebih tinggi juga, apalagi kalau sudah lulus ujian,” tambahnya.
Ujian yang dimaksud Nani adalah karena dia mengikuti program IJEPA. Apabila lulus ujian setelah 3 tahun bekerja di sana, maka peserta dibebaskan bisa tetap berada di Jepang. Namun, apabila gagal ujian, masih ada kesempatan 1 kali lagi.
Dengan pendapatan mencapai Rp 18 juta lebih, Nani menjelaskan angka itu tidak bisa langsung disebut gaji tinggi di Jepang. Sebab, biaya hidup di negeri sakura juga mahal.
Nani tidak merincikan nominal pengeluarannya dari pendapatan tersebut. Namun, ia memastikan gaji tersebut masih bisa untuk ditabung.
“Gaji beda jauh (dengan Jakarta). Jadi memang lebih besar di Jepang tapi pengeluarannya juga lebih banyak. Biaya tempat tinggal, biaya makan, keseharian gitu,” terang Nani.
Nani, seorang pekerja yang pernah ikut program Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA) Foto: Moh Fajri/kumparan
Pengalamannya merawat lansia di Jepang juga tidak kalah menantang. Ia mengungkapkan lansia yang dirawatnya memang cukup rewel. Hanya saja, ia menyadari hal tersebut karena mereka sudah pikun.
ADVERTISEMENT
“Kadang misalkan udah makan, 5 menit kemudian kok aku belum dikasih makan, bisa kayak gitu. Terus misalkan udah ke toilet eh 1 menit kemudian aku mau pipis marah-marah gitu, banyak yang kayak gitu karena sudah pikun kan,” terang Nani.
Meski mengikuti bursa kerja yang digelar Kedubes Jepang, Nani sebenarnya tidak ingin langsung balik ke Jepang dan merawat lansia lagi. Ia ingin mengutamakan kerja di Indonesia.
“Aku prioritas bisa kerja di Indonesia. Enggak ke sana. Ini bursa kerja bisa di Indonesia, bisa ke Jepang. Enggak semuanya merawat lansia, ada yang ngajar, ada yang perusahaan tapi menggunakan bahasa Jepang,” tutur Nani.