Klaim Sri Mulyani soal UU Cipta Kerja: Permudah Bisnis hingga Pulihkan Ekonomi

13 Oktober 2020 6:33 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan paparan saat konferensi pers terkait dampak virus corona di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (13/3).  Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan paparan saat konferensi pers terkait dampak virus corona di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (13/3). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Omnibus Law UU Cipta Kerja telah disahkan oleh DPR RI, meski penolakan masih terjadi hingga saat ini.
ADVERTISEMENT
Kendati begitu, pemerintah mengklaim beleid sapu jagat tersebut mampu mendatangkan investasi ke Tanah Air. Kabar terbaru, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut UU Cipta Kerja mampu membuat Indonesia keluar dari jebakan kelas menengah.
Untuk lebih jelasnya, berikut kumparan sajikan fakta-fakta terbaru UU Cipta Kerja:

Indonesia Bisa Keluar dari Jebakan Kelas Menengah

Sri Mulyani menilai, UU Cipta Kerja akan membuat Indonesia keluar dari jebakan negara kelas menengah atau middle income trap.
Indonesia sendiri pada Juli 2020 naik kelas menjadi negara berpendapatan menengah atas, dengan GNI per kapita naik menjadi USD 4.050, dari sebelumnya USD 3.840, berdasarkan data Bank Dunia.
Menurut Sri Mulyani, Indonesia bisa menjadi negara yang efisien dan memiliki regulasi yang mudah. Selain itu, masyarakat juga bisa lebih mudah untuk berusaha.
ADVERTISEMENT
"Omnibus Law tujuannya untuk meningkatkan dan mengentaskan Indonesia dari middle income trap. Indonesia bisa menjadi negara yang efisien, regulasinya simpel, dan memberi kesempatan kepada rakyat untuk berusaha secara mudah," ujar Sri Mulyani dalam Pembukaan Ekspo Profesi Keuangan Tahun 2020 secara virtual, Senin (12/10).
Menkeu Sri Mulyani saat konpers penjelasan UU Cipta Kerja, Rabu (7/10). Foto: Kemenko perekonomian
Untuk keluar dari negara dengan kelas menengah, Sri Mulyani menuturkan, pemerintah berupaya dengan mendorong reformasi pajak dan memberikan berbagai macam insentif melalui UU Cipta Kerja.

Pulihkan Ekonomi Nasional

Sri Mulyani melanjutkan, pemerintah tidak ingin menyia-nyiakan krisis akibat pandemi COVID-19. Hal ini dilakukan pemerintah untuk pembangunan lingkungan dalam upaya penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi nasional.
"Mengatasi masalah COVID-19 dan pemulihan ekonomi, serta green agenda sebagai trade off. Kami bertujuan untuk melakukannya kembali dalam satu kebijakan, yang kami lihat saling mendukung," ujar Sri Mulyani dalam OECD Forum on Green Finance and Investment, Jumat (9/10).
Ilustrasi resesi ekonomi. Foto: Pixabay
Menurutnya, pemerintah tetap menjalankan reformasi kebijakan di tengah pandemi COVID-19. Bahkan pemerintah menerbitkan Omnibus Law Undang-Undang (UU) Cipta Kerja yang baru saja disahkan DPR RI, meskipun gelombang penolakan terus terjadi.
ADVERTISEMENT
Sri Mulyani menuturkan, beleid Omnibus Law tak pernah sebelumnya diterbitkan pemerintah. Adapun Omnibus Law UU Cipta Kerja itu bertujuan untuk mendatangkan investasi dan penciptaan lapangan kerja baru.
"Indonesia tidak menyia-nyiakan krisis COVID-19 ini. Reformasi masih terus kita lakukan, dan kita baru saja mengesahkan Omnibus Law (UU Cipta Kerja) untuk investasi dan penciptaan lapangan kerja, antara lain undang-undang ini dilaksanakan dengan yang belum pernah terjadi sebelumnya," jelasnya.

Perkuat Izin Lingkungan

Sri Mulyani bilang, UU Cipta Kerja memberikan dukungan terhadap lingkungan. Menurutnya, melalui UU Cipta Kerja, pemerintah justru memperkuat izin analisis dampak lingkungan (Amdal).
“Undang-Undang (Cipta Kerja) akan memberikan kepastian tentang persyaratan izin atau izin lingkungan dan persyaratan bagi investor untuk melakukan penilaian dampak lingkungan. Kami tidak melemahkan, tetapi kami memperkuat kebijakan terhadap lingkungan,” ujar Sri Mulyani dalam webinar OECD “Green Finance and Investment,” Jumat (9/10).
ADVERTISEMENT

Kebijakan Fiskal Nasional Dihapus

Pemerintah menghapus ketentuan kebijakan fiskal nasional dalam UU Cipta Kerja. Padahal salah satu ketentuan itu mengatur kewenangan pemerintah pusat untuk dapat melakukan intervensi pajak daerah dan retribusi daerah.
Ketentuan kebijakan fiskal nasional itu dihapuskan dalam draf final RUU Cipta Kerja yang dikirim ke Presiden Jokowi. Draf yang diterima kumparan dari pemerintah itu bernama RUU Cipta Kerja - Kirim ke Presiden.
Dalam draf RUU Cipta Kerja terbaru tersebut, jumlah halaman bertambah menjadi 1.035 halaman, dari sebelumnya 905 halaman.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu, saat dikonfirmasi tak dapat menjelaskan secara detail mengenai penghapusan ketentuan tersebut dalam UU Cipta Kerja.
Namun dia memberikan sinyal, kalaupun tak diatur dalam UU Cipta Kerja, ketentuan intervensi pajak dan retribusi daerah akan diatur dalam beleid lainnya.
ADVERTISEMENT
“Terus terang saya belum bisa pastikan. Ini harus diletakkan dalam konteks hubungan antara pusat dan daerah, ini yang harus dipikirkan pelan-pelan. Mungkin nanti itu bisa diatur dalam undang-undang yang lain,” kata Febrio konferensi pers UU Cipta Kerja klaster perpajakan secara virtual, Senin (12/10).
Kepala BKF Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu. Foto: facebook
Padahal dalam draf final RUU Cipta Kerja sebelumnya, intervensi pemerintah pusat ke daerah itu bertujuan untuk mendukung kebijakan kemudahan berinvestasi, serta untuk mendorong pertumbuhan dunia usaha yang berdaya saing tinggi.
“Pemerintah sesuai program prioritas nasional dapat melakukan intervensi terhadap kebijakan Pajak dan Retribusi yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah,” tulis Pasal 156A ayat (1) RUU Cipta Kerja.

Pekerja Asing Tetap Dipajaki

Pemerintah memastikan pekerja asing tetap dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) di Indonesia dalam Undang-Undang (UU) Cipta Kerja.
ADVERTISEMENT
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan, pemerintah tidak membebaskan kewajiban pajak pada tenaga kerja asing. Menurutnya, pemerintah hanya akan memungut PPh pekerja asing atas pendapatan yang diterimanya di Indonesia selama empat tahun pertama.
"Apakah ini dibebaskan? Tidak. Untuk penghasilan yang diperoleh di Indonesia itu tidak dibebaskan, tetap dikenakan pajak atas penghasilan yang diperoleh di Indonesia saja, selama empat tahun pertama," ujar Suryo dalam konferensi pers UU Cipta Kerja klaster perpajakan secara virtual, Senin (12/10).
Ilustrasi Pekerja Asing Foto: Pixabay
Namun, jika setelah empat tahun pekerja asing masih berada di Indonesia, maka pemerintah akan memberlakukan rezim pajak normal. Artinya, penghasilan pekerja asing di luar Indonesia pun akan tetap dikenakan PPh.
Hal tersebut dilakukan karena Indonesia menganut basis pajak world wide income base, yakni mengenakan pajak atas seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak, tanpa memperhatikan apakah penghasilan tersebut bersumber dari dalam negeri maupun dari luar negeri.
ADVERTISEMENT
"Jadi, bukan berarti mereka bebas pajak. Lebih dari empat tahun seluruh penghasilan yang masuk dari luar, dari Indonesia, nantinya akan dikenakan pajak di Indonesia, untuk melaksanakan sistem pajak world wide income untuk orang pribadi yang ada," jelasnya.
***
Saksikan video menarik di bawah ini.