Komisi XI DPR: Fiskal Tertekan, Pendapatan Negara Turun Dalam 10 Tahun Terakhir

12 Juli 2021 15:26 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi uang rupiah. Foto: Aditia Noviansyah
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi uang rupiah. Foto: Aditia Noviansyah
ADVERTISEMENT
Ruang fiskal dan tren penurunan pendapatan negara menjadi sorotan Komisi Keuangan dan Perbankan atau Komisi XI DPR. Dalam 10 tahun terakhir, pendapatan negara disebut menurun.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua Komisi XI DPR, Dolfie OFP. Menurut dia, ruang fiskal Indonesia sedang tertekan dan cukup menantang.
Dolfie menjelaskan kondisi tersebut karena kebijakan yang diambil seperti fungsi alokasi APBN yang dirasionalisasi, hingga fungsi untuk distribusi dan stabilisasi diprioritaskan untuk penanganan dampak pandemi COVID-19 dan pemulihan ekonomi.
"Dengan kondisi tersebut Indonesia memiliki ruang fiskal yang cukup menantang dan tertekan. Tren demografi penduduk Indonesia menunjukkan usia produktif jumlahnya semakin banyak, di sisi lain pemerintah masih dihadapkan masalah ketimpangan antara PDB per kapita dengan tax ratio," kata Dolfie saat RDPU Panja KUP di Komisi XI secara virtual, Senin (12/7).
Dolfie mengatakan, APBN yang sehat dan berkelanjutan akan mampu menjalankan fungsi alokatif, distributif, dan stabilisasi yang optimal. Namun, ia mengungkapkan pendapatan negara selalu turun dalam 10 tahun terakhir.
ADVERTISEMENT
"Kami memahami dalam 10 tahun terakhir pendapatan negara mengalami tren penurunan. Dalam kondisi ini kita juga menghadapi krisis akibat pandemi COVID-19," ujar Dolfie.
Dalam APBN 2021, belanja negara lebih besar daripada penerimaan yang diraih. Hal itu diungkapkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, yang menyebut realisasi pendapatan negara per Juni 2021 atau pada semester I tahun ini mencapai Rp 886 triliun.
Realisasi ini setara 50 persen dari target APBN 2021 sebesar Rp 1.743 triliun. Namun, realisasi penerimaan negara ini menunjukkan defisit APBN hingga semester I 2021 mencapai Rp 283,2 triliun karena belanja negaranya mencapai Rp 1.170,1 triliun.
Tekornya APBN di bulan Juni itu membengkak dari posisi Mei, saat defisit APBN masih di angka Rp 219 triliun. Angka defisit anggaran tersebut, setara dengan 1,32 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
ADVERTISEMENT
Sri Mulyani merinci, penerimaan negara hingga semester I 2021 mencapai Rp 886 triliun atau naik 9,1 persen. Menurut dia, pendapatan negara ini naik sangat bagus karena di periode yang sama tahun lalu minus 9,7 persen.
Menteri Keuangan Sri Mulyani (kanan) bersiap mengikuti rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (15/3/2021). Foto: Hafidz Mubarak A/ANTARA FOTO
Dari sisi penerimaan pajak mencapai Rp 557,8 triliun atau 45 persen dari target tahun ini Rp 1.229 triliun atau 4,9 persen. Tahun lalu penerimaan pajak Indonesia mengalami hantaman kuat karena terkontraksi 12 persen atau hanya Rp 531 triliun di periode yang sama.
Sementara itu, dari sisi penerimaan bea cukai sudah terkumpul Rp 102,2 triliun atau 56 persen dari target Rp 215 triliun. Ini terjadi pertumbuhan 31,1 persen dibandingkan tahun lalu yang tumbuh 8,8 persen atau naik tiga kali lipat.
ADVERTISEMENT
Dari sisi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) hingga semester I 2021 mencapai Rp 206,9 triliun atau naik 11,4 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu Rp 185,7 triliun.
Sedangkan dari dari sisi belanja negara sudah direalisasikan sebesar Rp1.170,1 triliun atau 42,5 persen dari target belanja tahun ini. Belanja ini naik atau tumbuh 9,4 persen dibanding tahun lalu yang hanya tumbuh 3,4 persen.
Untuk belanja negara di APBN 2021, terdiri dari belanja pemerintah pusat Rp 796,3 triliun dari belanja Kementerian/Lembaga (K/L) Rp 449,6 triliun dan belanja non-K/L Rp 346,7 triliun. Selain itu, realisasi transfer ke daerah dan dana desa adalah Rp 373,9 triliun.