Konflik AS - Iran Mereda, Rupiah Perkasa

10 Januari 2020 13:59 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Warga menunjukkan uang pecahan rupiah. Foto: Antara/Arif Firmansyah
zoom-in-whitePerbesar
Warga menunjukkan uang pecahan rupiah. Foto: Antara/Arif Firmansyah
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sejak kemarin, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tercatat mengalami penguatan. Mengutip data Reuters, Jumat (10/1), dolar dibuka di Rp 13.845. Hingga pukul 13.51 WIB, dolar AS bergerak melemah ke posisi Rp 13.744.
ADVERTISEMENT
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (BI) Nanang Hendarsah membeberkan, penguatan rupiah sejak kemarin ditopang pasokan valas dari investor asing dan eksportir. Selain itu penguatan juga ditopang karena pasar melihat tensi ketegangan antara AS dan Iran sedikit mereda.
Meskipun, di sisi lain investor masih mengantisipasi pertemuan delegasi AS dan China pada 15 Januari 2020 dalam rangka penandatangan kesepakatan fase I mengenai penyesuaian tarif impor.
Seperti diketahui pada fase I disepakati penurunan tarif impor AS dari China senilai USD 120 miliar dari 15 persen menjadi 7,0 persen dan penghapusan tarif sebesar 15 persen untuk impor senilai USD 160 miliar. Setelah fase I selesai diperkirakan akan dinegosiasikan penyesuaian tarif 15 persen untuk impor AS dari China senilai USD 250 miliar.
ADVERTISEMENT
Selain itu pasar juga bereaksi positif atas sikap Presiden AS Donald Trump yang membuka diplomasi dengan Pemerintah Iran meski akan memberi tambahan sanksi kepada negara tersebut.
“Sentimen positif global ini mendorong investor asing kemarin banyak memburu SBN di pasar sekunder, yang sampai pukul 15.00 membukukan net beli Rp 5,6 triliun. Indikasi penguatan Rupiah juga sudah terlihat dari kurs NDF offshore di penutupan NDF pasar luar negeri yang sudah bergerak di bawah 13.900, bahkan sempat menyentuh 13.870,” ungkap Nanang kepada kumparan, Jumat (10/1).
Besarnya dana asing yang masuk ke pasar SBN tersebut menurut Nanang menggambarkan masih kuatnya kepercayaan investor global terhadap perekonomian Indonesia.
Ilustrasi Uang Rupiah. Foto: Getty Images
Selain itu dari segi valuasi obligasi, Indonesia menawarkan yield yang atraktif yaitu sebesar 7,0 persen. Tawaran ini relatif baik dibandingkan yield obligasi AS di sekitar 1,8 persen. Bahkan masih lebih baik dibandingkan obligasi di kawasan Asia. “Indonesia masih memerlukan arus masuk dana asing karena untuk menutup defisit transaksi berjalan,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Meski masuknya dana dari investor global menopang pasokan valas di dalam negeri, namun Nanang mengatakan BI tetap mewaspadai hal tersebut karena sangat sensitif terhadap dinamika global.
“Yang penting kepercayaan investor global terhadap Indonesia perlu terus dipupuk, dengan menerapkan kebijakan makro ekonomi yang konsisten dan pruden,” tegasnya.