Konflik China Taiwan Memanas, Begini Efeknya ke Ekonomi Indonesia
ADVERTISEMENT
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Konflik geopolitik antara China dan Taiwan kembali memanas disusul kunjungan Ketua DPR Amerika Serikat (AS) Nancy Pelosi ke wilayah yang diklaim China tersebut. Kondisi geopolitik ini diperkirakan berdampak lebih buruk bagi Indonesia ketimbang konflik geopolitik yang sudah ada yaitu antara Rusia Ukraina.
ADVERTISEMENT
Analis Ekonomi, Sosial dan Digital sekaligus Praktisi Perbankan, Chandra Bagus Sulistyo membenarkan bahwa ketegangan yang terjadi antara China dan Taiwan dapat memberikan dampak yang luar biasa ke Indonesia. Pasalnya, ketegangan Ukraina dan Rusia yang belum berakhir dapat membuat lonjakan harga komoditas semakin tinggi.
"Tentunya dampaknya kepada Indonesia akan imbasnya luar biasa, karena ketegangan Ukraina dan Rusia belum berakhir ditambah kondisi geopolitik antara Taiwan dan China. Hal itu mengakibatkan lonjakan harga untuk komoditas yang semakin tinggi," ujar Chandra kepada kumparan, Sabtu (6/8).
Menurut Chandra, konflik geopolitik antara China dan Taiwan ikut mengerek inflasi di beberapa negara. Hal ini akan mempengaruhi ekspor maupun Impor dari Indonesia ke Taiwan dan sebaliknya.
Ia juga khawatir, konflik geopolitik ini akan mendorong kondisi inflasi sangat tinggi dan berkepanjangan. Ini ditandai dengan macetnya kegiatan perekonomian Indonesia nantinya.
ADVERTISEMENT
"Ini yang kita takutkan mudah-mudahan ketegangan global segera mereda," tambah Chandra.
Di sisi lain, Ekonom LPEM FEB UI, Teuku Riefky menilai masih terlalu dini untuk melihat potensi dampak dari memanasnya China dan Taiwan. Namun, Ia memprediksi bahwa adanya tendensi geopolitik global yang akan meningkat.
"Biasanya diikuti dengan uncertainty yang juga meningkat dan ini berpotensi mendorong global investor mengurangi risk appetite-nya dari investasi," ungkap Riefky.
Lebih lanjut, para investor global akan men-shifting dari investasi portofolionya dari investasi di negara-negara berkembang menuju current asset atau aset yang lebih bersifat jangka pendek yang bisa dicairkan dalam kurun waktu yang singkat.
Current asset ini juga sering disebut sebagai current account dengan 7 komponen di dalamnya, yakni uang tunai inventaris, setara kas, surat berharga, piutang dagang, biaya yang dibayar di muka dan juga aset likuid lainnya.
ADVERTISEMENT
"Kemudian, ini mendorong investor global men-shifting portofolionya dari investasi-investasi di negara-negara berkembang termasuk Indonesia," pungkasnya.
Ia melihat bahwa akan ada potensi aliran modal keluar (capital outflow) di Indonesia. Meski begitu, Riefky mengaku belum bisa menghitung besaran dampak yang akan dihadapi Indonesia.
"Dugaan saya sih relatif kecil gitu, tapi ini akan sangat tergantung dari eskalasi yang terjadi dari memanasnya China, Taiwan dan AS ini," tandas Riefky.