Kontribusi ke Cukai Naik, Industri HPTL Dinilai Layak Dapat Insentif Pemerintah

24 Februari 2021 11:03 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Warga menjemur tembakau rajangan di kawasan lembah Gunung Sumbing, Desa Kledung, Temanggung, Jawa Tengah, Jumat (21/8/2020). Foto: Anis Efizudin/Antara Foto
zoom-in-whitePerbesar
Warga menjemur tembakau rajangan di kawasan lembah Gunung Sumbing, Desa Kledung, Temanggung, Jawa Tengah, Jumat (21/8/2020). Foto: Anis Efizudin/Antara Foto
ADVERTISEMENT
Pemerintah bakal mengguyur sejumlah industri prioritas dengan insentif fiskal dan non-fiskal melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Ini seiring diundangkannya beleid turunan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja.
ADVERTISEMENT
Beberapa industri yang tidak termasuk prioritas turut memiliki kans yang sama untuk dapat insentif serupa. “Untuk bidang usaha yang tidak termasuk dalam Perpres 10/2021, sepanjang memenuhi kriteria industri pionir sesuai PMK 130/2020, bisa mendapat fasilitas pengurangan pajak,” ujar Direktur Deregulasi Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Yuliot, Rabu (24/2).
Dalam beleid tersebut dijelaskan perusahaan bisa mendapatkan bebas PPh Badan sampai 100 persen selama lima tahun dengan nilai minimum penanaman modal baru Rp 500 miliar. Jangka waktu diberikan lebih lama untuk penanaman modal baru yang lebih tinggi, misalnya di atas Rp 500 miliar bisa bebas pajak penghasilan (PPh) sampai tujuh tahun, dan yang paling tinggi bebas PPh sampai 20 tahun untuk penanaman modal baru lebih dari Rp 30 triliun.
ADVERTISEMENT
Selain bidang usaha yang telah dicantumkan oleh PMK tersebut, industri lain juga bisa digolongkan sebagai industri pionir dengan catatan memenuhi kriteria skor kualitatif minimum 80 yang dinilai oleh BKPM.
Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti Trubus Rahardiansyah sepakat, pemerintah perlu untuk memberikan insentif tidak cuma bagi industri yang telah ditentukan. Industri yang masih memiliki kinerja mumpuni selama pandemi juga laik dapat insentif dari pemerintah.
Petani merajang tembakau sebelum dijemur dan disetorkan ke pabrik rokok di Seren, Rembang, Jawa Tengah, Kamis (17/9/2020). Foto: Ari Bowo Sucipto/Antara Foto
Trubus mencontohkan industri yang sedang berkembang yaitu industri Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL). Tahun lalu, industri HPTL berkontribusi pada penerimaan negara di bidang cukai sebesar Rp 680 miliar.
“Industri yang masih memiliki kinerja yang baik saat pandemi harusnya memang didukung, diberikan insentif oleh pemerintah. Karena dampaknya akan lebih besar, kinerja perusahaan, serapan tenaga kerja akan makin meningkat, dan akhirnya pendapatan pajak, cukai ke negara juga bisa makin tumbuh,” ujar Trubus.
ADVERTISEMENT
Trubus mengatakan, insentif untuk HPTL dapat berupa kebijakan cukai dan regulasi yang berbeda dari rokok konvensional, melihat HPTL padat inovasi dan punya sifat pengurangan risiko. Kerangka regulasi yang sesuai diperlukan untuk mendukung tumbuh kembang industri tersebut.
Selain insentif perpajakan, industri HPTL yang tidak termasuk dalam industri prioritas dalam Perpres 10/2021 sejatinya menurut Yuliot juga bisa mendapatkan stimulus serupa sebagaimana yang ditentukan dalam beleid tersebut. Misalnya soal insentif kepabeanan berupa pembebasan bea masuk atas impor mesin serta barang dan bahan untuk pembangunan atau pengembangan industri dalam rangka penanaman modal.