Kontroversi Baru Tapera: Tak Semua yang Bayar Bisa Kredit Rumah, Iuran Disoroti

10 Juli 2020 6:36 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana pembangunan rumah subsidi di Bogor, Jawa Barat, Rabu (27/11). Foto: ANTARA FOTO/Yulius Satria
zoom-in-whitePerbesar
Suasana pembangunan rumah subsidi di Bogor, Jawa Barat, Rabu (27/11). Foto: ANTARA FOTO/Yulius Satria
ADVERTISEMENT
Pemerintah akan mewajibkan semua pekerja di Indonesia menjadi peserta iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Dengan begitu, gaji mereka akan dipotong 3 persen tiap bulannya untuk disetorkan ke Badan Penyelenggara (BP) Tapera.
ADVERTISEMENT
Mirip seperti BPJS Kesehatan, iuran tersebut dikumpulkan di BP Tapera untuk menyediakan pembiayaan rumah murah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Kebijakan tersebut tentu menimbulkan polemik khususnya bagi masyarakat yang menjadi peserta.
Anggota DPR juga mempertanyakan mengenai program tersebut. Mereka khawatir Tapera berakhir seperti kasus Jiwasraya dan Asabri.
Berikut ini selengkapnya kontroversi terbaru dari Tapera:

Gaji di Atas 8 Juta Tak Bisa Dapat Rumah Murah Meski Sudah Bayar Tapera

Berdasarkan aturan baru dari Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), batas penghasilan MBR adalah Rp 8 juta per bulan.
Meski bakal dipotong gajinya tiap bulan, tapi tidak semua pekerja bisa mendapatkan rumah murah dari program pemerintah. BP Tapera membatasi, peserta yang bisa mendapatkan fasilitas pembiayaan rumah dari iuran Tapera ini, mulai dari pekerja bergaji upah minimum, hingga yang berpenghasilan MBR. Artinya, peserta yang gajinya di atas Rp 8 juta per bulan tidak bisa menikmati fasilitas kredit rumah murah ini.
ADVERTISEMENT
"Dari sisi penghasilan, kami fokus di MBR. Jadi upah minimum Rp 1,7 juta itu ada di Yogyakarta. Jadi fokus kami di sana sampai batas (penghasilan) MBR. Semua mengacu dan tunduk pada UU 1/2011 tentang perumahan," kata Komisioner BP Tapera, Adi Setianto, di Komisi V DPR, Jakarta, Kamis (9/7).
Rumah murah di Cikarang, Bekasi Foto: Nicha Muslimawati/kumparan
Adapun peserta yang bisa menikmati fasilitas pembiayaan rumah murah ini, adalah mereka yang telah menyetorkan iuran minimal 12 bulan.

APBN Tak Bisa Biayai Program Sejuta Rumah, Tapera Jadi Andalan

Program sejuta rumah per tahun yang menjadi andalan Presiden Jokowi pada periode pertama pemerintahannya kembali dilanjutkan tahun ini hingga 2024 mendatang. Sama seperti tujuan awal 2015 lalu, program ini diharapkan bisa membantu masyarakat berpenghasilan rendah memiliki hunian yang layak.
ADVERTISEMENT
Kementerian PUPR mencatat, jumlah backlog rumah di Indonesia masih tinggi, sekitar 5 juta unit. Sayangnya, di tengah upaya menyediakan dana ini, pemerintah mulai kehabisan dana.
"Dari backlog yang ada, program 5 juta unit membutuhkan anggaran Rp 557,2 triliun. Ini tidak mungkin ditopang oleh anggaran pemerintah, makanya kita berkolaborasi dengan swasta, pemerintah daerah, dan masyarakat," kata Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR, Khalawi Abdul Hamid rapat kerja bersama Komisi V DPR RI, Kamis (9/7/20).
Khalawi merinci, dari 5 juta backlog tersebut, dana yang berasal dari pos anggaran Ditjen Perumahan hanya Rp 54 triliun atau sekitar 9,7 persen saja. Dana segitu hanya cukup membangun 875 ribu unit rumah.
Dirjen Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR, Khalawi Abdul Hamid. Foto: Dok. Kementerian PUPR
Sementara di Ditjen Pembiayaan Infrastruktur Kementerian PUPR, ada Rp 84,7 triliun atau 15,2 persen yang bakal dibangun 1,7 juta unit rumah. Itu artinya, masih ada kekurangan dana untuk bisa mewujudkan 5 juta rumah hingga tuntas dengan dukungan swasta. Dia menyebut program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) menjadi salah satu solusinya ke depan.
ADVERTISEMENT

Anggota DPR Khawatir Kasus Jiwasraya dan Asabri Terulang di Tapera

Anggota komisi mempertanyakan pembentukan BP Tapera yang disahkan Mei 2020, melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tabungan Perumahan Rakyat atau PP Tapera.
Dengan aturan ini, BP Tapera menghimpun dana peserta yang merupakan pekerja di seluruh Indonesia untuk pemberian fasilitas kredit rumah dengan bunga murah.
Anggota Komisi V dari Fraksi Golkar, Hamka Baco Kady, mengaku khawatir pengumpulan dana yang dilakukan BP Tapera akan bermasalah di masa mendatang.
Sebab, dana yang dikumpulkan tidak sedikit dan ditempatkan di manajer investasi agar berputar. Dia khawatir kejadian salah penempatan investasi seperti kasus Jiwasraya dan Asabri terulang dan berdampak pada kerugian negara.
"Jangan sampai uang Tapera ini yang jadi modal simpan ini kayak Asabri, Jiwasraya, dan sebagainya," kata dia di Gedung DPR, Kamis (9/7).
ADVERTISEMENT