Krisis Pangan Bisa Berlangsung Lama, Janet Yellen Sarankan 3 Upaya Mengatasinya

16 Juli 2022 9:43 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Keuangan Amerika Serikat (AS) Janet Yellen dalam High Level Seminar G20 di Nusa Dua, Bali, Jumat (15/7). Foto: ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Keuangan Amerika Serikat (AS) Janet Yellen dalam High Level Seminar G20 di Nusa Dua, Bali, Jumat (15/7). Foto: ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Krisis pangan yang melanda global diperkirakan tidak akan selesai dalam waktu dekat. Kabar kurang mengenakkan tersebut disampaikan langsung oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani saat High Level Seminar G20 Indonesia: Strengthening Global Collaboration for Tackling Food Insecurity di Nusa Dua, Bali, Jumat (15/7).
ADVERTISEMENT
Sri Mulyani memperkirakan krisis pangan yang melanda global saat ini akan berlangsung hingga tahun depan. Bahkan, bisa terjadi dalam waktu yang lebih lama.
"Dan ini bukan kabar baik bagi kita semua. Pandemi COVID-19 yang belum selesai dan perang yang berlangsung di Ukraina kemungkinan akan memperburuk ketahanan pangan akut 2022 yang sudah parah, yang kita semua sudah lihat bersama," ujar Sri Mulyani.
Sri Mulyani mengajak seluruh negara di G20 untuk menyiapkan pembiayaan demi memperkuat stabilitas sosial, termasuk untuk antisipasi krisis pangan. Menurutnya, hal itu mendesak terutama bagi negara berpenghasilan rendah.
Menkeu AS Sarankan Tiga Upaya Atasi Krisis Pangan
Menteri Keuangan Amerika Serikat, Janet Yellen, mengharapkan negara G20 harus bekerja sama agar dapat menangani dampak krisis pangan bagi masyarakat rentan dan miskin.
ADVERTISEMENT
Untuk itu, Yellen menyarankan tiga upaya percepatan penanganan krisis pangan oleh G20. Pertama, G20 harus menjadi contoh dan mengajak pihak lain untuk menghindari respons kebijakan yang kontraproduktif seperti larangan ekspor dan penimbunan yang membuat harga pasar kembali naik.
"Kemudian, pemerintah harus mengarahkan respons fiskalnya kepada mereka yang paling membutuhkan. Memanfaatkan alat digital dimungkinkan untuk secara hati-hati menargetkan dukungan untuk rumah tangga yang rentan, daripada menggunakan subsidi menyeluruh yang regresif dan mahal," ujar Yellen dalam High Level Seminar G20 di Nusa Dua, Bali, Jumat (15/7).
Menteri Keuangan Amerika Serikat (AS) Janet Yellen dalam High Level Seminar G20 di Nusa Dua, Bali, Jumat (15/7). Foto: ANTARA FOTO
Kedua, dunia perlu memanfaatkan secara optimal ketahanan pangan dan arsitektur pertanian yang ada. Menurutnya, bank pembangunan multilateral, lembaga yang terkait dengan ketahanan pangan, program ketahanan global, IMF, WTO seluruhnya memiliki peran untuk dimainkan.
ADVERTISEMENT
"Dalam hal ini, Aliansi Global untuk Ketahanan Pangan (GAFS) sangat membantu dan mereka selanjutnya mengusulkan kepada para deputi G20 mempertimbangkan bagaimana meningkatkan kerja sama antara kementerian keuangan G20 dan otoritas terkait termasuk dengan meningkatkan transparansi data," ujar dia.
Ketiga, G20 harus mengambil langkah-langkah untuk memberikan bantuan keuangan. Untuk AS, ia menyebut, telah komitmen untuk memberikan USD2,6 miliar lagi bantuan untuk mengatasi krisis pangan setelah memberikan USD2,8 miliar sejak invasi Rusia ke Ukraina.
"Kami juga memberikan USD500 juta ke EBRD dalam rangka mendukung ketahanan pangan dan energi, kontribusi kepada Bank Pembangunan Afrika dan African Emergency Food Production upaya untuk menanggapi krisis di luar respons terhadap krisis saat ini, menunggu lebih banyak kerja sama dengan G20 dan di program lain," ungkap Yellen.
ADVERTISEMENT
Pemberian Subsidi Tak Efektif Atasi Krisis Pangan
Janet Yellen menganggap pemberian subsidi tak efektif untuk mengatasi krisis pangan. Ia menyebut, pemberian bantuan kepada masyarakat miskin justru lebih efektif untuk mengatasi krisis pangan.
"Memanfaatkan alat digital memungkinkan untuk dilakukan secara hati-hati bagi keluarga rentan, daripada memberikan subsidi yang mahal dan regresif," ujar Yellen.
Di Indonesia, bantuan kepada masyarakat miskin diberikan dalam bentuk mulai bansos, bantuan pangan non tunai (BPNT) hingga bantuan langsung tunai (BLT).
Yellen menilai, bantuan tersebut tidak akan memberatkan fiskal. Sementara untuk pemberian subsidi justru bisa memberatkan anggaran negara.
"Pemerintah harus menyesuaikan respons fiskal untuk mereka yang paling membutuhkan bagi rumah tangga yang rentan daripada menggunakan subsidi menyeluruh yang mahal," tutur Yellen.
ADVERTISEMENT