Kronologi Debat Panas Adik Nazaruddin dengan Bos Inalum yang Berujung Ancaman

1 Juli 2020 20:33 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anggota DPR Komisi VII, Muhammad Nasir. Foto: Youtube/@DPR RI
zoom-in-whitePerbesar
Anggota DPR Komisi VII, Muhammad Nasir. Foto: Youtube/@DPR RI
ADVERTISEMENT
Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi VII dan Holding BUMN Pertambangan pada Selasa (30/6) kemarin diwarnai debat panas antara Muhammad Nasir dari Fraksi Demokrat dengan Direktur Utama PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) Orias Petrus Moedak.
ADVERTISEMENT
Rapat dimulai sekitar pukul 13.20 WIB, telat 20 menit dari jadwal yang tertulis dalam undangan. Rapat ini dibuka oleh Alex Noerdin dari Fraksi Golkar sebagai pimpinan rapat yang diawali dengan perdebatan kecil antar anggota, ada yang meminta rapat ditunda seperti yang disampaikan Haji Lulung dan rapat harus diteruskan karena urgensinya tinggi seperti diucapkan Ramson Siagiaan dari Fraksi Gerindra.
Alex pun mengambil keputusan rapat tetap dilanjutkan karena semua Direktur BUMN tambang, mulai dari Dirut Inalum Orias Petrus Moedak, Dirut PT Timah Indonesia Tbk (Persero) Riza Pahlevi Tabrani, Dirut PT Antam Tbk (Persero) Dana Amin, Dirut PT Bukit Asam Tbk (Persero) Arviyan Arifin, hingga Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Tony Wenas hadir di dalam ruangan.
ADVERTISEMENT
Berikut kronologi debat panas antara Bos Inalum dengan adik mantan politisi Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin itu dalam rapat berdurasi 2,25 jam kemarin:

Nasir Tak Paham dengan Penjelasan Inalum

Usai Orias memperkenalkan jajaran direksi anggota Holding BUMN Pertambangan, Nasir menginterupsi agar mereka yang duduk di kursi depan adalah para dirut. Sedangkan direktur diminta pindah duduk ke belakang.
Orias lantas menjelaskan strategi perusahaan holding tambang dalam menghadapi pandemi. Dia membeberkan beberapa proyek terhambat dan bakal melakukan efisiensi ke karyawan.
Penjelasan Orias disela Ramson Siagian yang bertanya soal posisi utang perusahaan usai menerbitkan global bond USD 4 miliar untuk mengakuisisi 51 persen saham PTFI pada akhir 2018 lalu. Orias pun menjelaskan abahwa perusahaan telah menerbitkan dua obligasi, pertama obligasi USD 4 miliar dengan bunga rata-rata 6 persen per tahun atau USD 250 juta per tahun.
Dirut PT Inalum Orias Petrus Moedak Foto: Selfy Sandra Momongan/kumparan
Utang tersebut dibayar bertahap mulai dari 3 tahun hingga 30 tahun ke depan. Untuk utang tenor 3 tahun akan jatuh tempo 2021 senilai USD 1 miliar dan tenor 5 tahun akan jatuh tempo 2023 senilai Rp 500 juta.
ADVERTISEMENT
Untuk bisa membayar utang jatuh tempo, perusahaan pun menerbitkan obligasi lagi baru-baru ini di pasar modal internasional senilai Rp 2,5 miliar. Pinjaman itu untuk membayar utang jatuh tempo 2021 dan 2023, sisanya untuk kegiatan lain termasuk membeli 20 persen saham PT Vale Indonesia Tbk (INCO).
Di tengah tanya jawab interaktif Orias dan Ramson tentang penjelasan dividen dari tambang Freeport yang baru dirasakan pada 2021, Nasir menginterupsi. Dia mengaku bingung dengan keputusan Inalum membeli saham mayoritas Freeport di tengah tren produksi tambang terbuka Grasberg akan habis. Di sisi lain, Inalum harus utang besar dan membayarnya dengan utang juga.
"Saya ikuti terus tentang regulasi pembelian saham ini, sebenarnya kami pernah bertanya, ini kerjaan konyol. Ini keputusan politik atau bisnis waktu itu tanya? Kita buat pansus (panitian khusus) saja, kalau enggak, nanti tergadai ini negara. Waktu Pak Budi Gunadi (Dirut Inalum sebelumnya), dijelasin saja saya pusing. Apa-apaan utang bayar utang. Habis nanti 3 perusahaan, bangkrut. Emang sapi perah 3 BUMN ini?" kata Nasir.
ADVERTISEMENT
"Itu menteri yang lama, Jonan, muter-muter. Lalu Sri Mulyani muter-muter. Bapak sebagai dirut holding jelaskan sebenar-benarnya manfaatnya apa? Kok kita yang pusing? Ini sama saja dengan perang, apa-apaan ini? Kan udah gila, jangan kita gadaikan semua," lanjut Nasir.
Anggota DPR Komisi VII, Muhammad Nasir. Foto: Youtube/@DPR RI
Nasir mengklaim khawatir dengan 3 BUMN tambang lainnya yang bakal terbebani utang besar Inalum. Menurut dia, utang yang besar sama saja menggadaikan aset negara.
Setelah panjang lebar Nasir interupsi, disusul Eddy Soeparno dari Fraksi PAN yang bertanya tentang refinancing perusahaan terhadap utang yang jatuh tempo. Orias pun kembali menjelaskan perihal tersebut.
Orias menjelaskan utang yang diajukan Inalum ini akan masuk ke hitungan keuangan perusahaan. Dia juga menegaskan tak ada collateral atau aset yang dijadikan jaminan alias digadai dalam pinjaman ini.
ADVERTISEMENT
Nasir pun langsung menyambar pernyataan Orias. Dia mengaku bingung dengan penjelasan Orias soal pinjaman uang tanpa ada jaminan satu pun.
"Ada pinjaman enggak pakai jaminan bagus itu, langsung saja enggak usah bayar. Saya baru belajar nih. Mau juga pinjam enggak pakai jaminan. Coba jelaskan pak," kata Nasir.
"Jadi Pak, pinjaman yang USD 4 miliar dan USD 2,5 miliar enggak ada collateral. Clean. Ini kami terbitkan global bond, ada 300 institusi yang berpartisipasi di seluruh dunia. Karena ini di pasar modal, pembelinya bergerak setiap hari. Tapi yang pasti enggak ada collateral," jawab Orias.
Nasir pun meminta perusahaan mana saja yang membeli surat utang Inalum itu. Belum dijawab Orias, Ramson menyela dengan bertanya apakah ada potensi default. Orias menjawab hingga saat ini menurut hitungannya, perusahaan masih mampu membayar utang-utang yang ada.
Muhammad Nasir, Pimpinan Komisi VII DPR RI dari Fraksi Demokrat. Foto: Ema Fitriyani/kumparan
Kata Orias, para investor yang memberikan pinjaman ke Inalum dalam global bond percaya kemampuan membayar perusahaan. Lagi-lagi, Nasir bertanya bagaimana jika perusahaan tidak mampu membayar utang jatuh tempo, apalagi jika produksi tambang tidak memenuhi.
ADVERTISEMENT
"Ini makanya kita lakukan excersice Pak, sebab kalau enggak melakukan apa-apa untuk membayar, maka tekanan USD 1 miliar itu tahun depan menjadi terlalu besar. Makanya kita lakukan pembayarannya setengahnya dan jatuh temponya digeser 10 tahun dari sekarang," jawab Orias.
"Sumber dana yang didapat tanpa jaminan dari mana saja?" tanya Nasir lagi.
"Ini dari pasar modal pak," timpal Orias.
"Bagaimana caranya? Kita enggak paham Pak, bagaimana caranya orang pinjam enggak pakai jaminan?" tanya lagi Nasir.
"Itu yang memang selalu saya kerjakan Pak, kita pinjam enggak pakai jaminan Pak. Jadi ini penerbitan biasa di pasar modal dan itu terjadi juga di Jakarta," tegas Orias.
"Atas dasar apa mereka kasih pinjaman?" Nasir menimpali lagi.
ADVERTISEMENT
"Karena mereka melihat kemampuan kita ke depan membayar, mereka (kreditur) tidak ragu," jawab Orias.
"Kalau tahun depan enggak bisa bayar bagaimana?" lagi-lagi Nasir bertanya hal yang sama.
Orias menjelaskan, perusahaan akan terus mencari cara agar bisa membayar utang tersebut. Nasir kembali bertanya, "dengan utang lagi?"
Orias menjawab kalau pun harus utang lagi dan ada yang memberikan, itu salah satu opsi. Tapi dia optimistis bisa membayar.
"Sekarang bukan bagaimana selesaikan dengan cari utang Pak, bukan tambah buat masalah," timpal Nasir.
Karyawan freeport sedang bertugas (ilustrasi) Foto: Reuters/Stringer
"Kalau posisi hari ini, bahwa memang posisi hari, kita akan bisa lewati kewajiban itu dan kita, kita sudah lakukan hasil stress test, kita bisa bayar. Dan orang lain pun bisa," ujar Orias.
ADVERTISEMENT
Nasir lantas menuding bahwa Orias hanya mengambil keuntungan dan membebani 3 BUMN tambang di dalam holding yang akan mengakibatkan bangkrut. Lagi-lagi, Nasir menganggap pinjaman ini menggadaikan aset yang dimiliki perusahaan.
"Tidak ada yang digadaikan Pak, Freeport pun tidak digadaikan," tegas Orias menjawab.

Kembali Berdebat hingga Berujung Ancaman dan Pengusiran

Nasir dan Orias kembali terlibat perdebatan pada sesi pendalaman pukul 15.23 WIB. Nasir kembali bertanya ke Orias secara interaktif tentang utang pembelian Freeport kapan selesai dibayar. Orias menjawab bahwa utang dibayar bertahap, ada yang 3 tahun, 5 tahun, 10 tahun, dan 30 tahun.
"Jadi sampai 30 tahun, kalau perusahaan ini lancar, baru selesai. Kalau kita mati, enggak selesai barangnya. Ganti lagi dirut lain, lain lagi polanya. Makanya saya tanya ini kepentingan politik? Kita lihat saja profit yang dihasilkan untuk bayar bunga, bukan pokoknya. Makanya saya galau lihat ada yang mau utang lagi. Dan menurut saya utang itu cuma dua, kalau barang lancar bagus. Kalau enggak lancar, disita. Jelas khawatir. Yang saya khawatir 3 perusahaan ini apakah untuk nopang utang ini? Karena sudah holding. Makanya saya minta data detailnya mana?" tanya Nasir panjang lebar.
ADVERTISEMENT
Orias menjawab bahwa nanti akan disampaikan detailnya. Di sini lah perdebatan lebih panas terjadi hingga Nasir menggebrak meja, menunjuk-nunjuk muka Orias, hingga mengusirnya dari luar ruangan. Begini percakapannya:
Nasir: Kalau Bapak sekali lagi begini, Bapak keluar!
Orias: Kalau Bapak suruh saya keluar, izin pimpinan, saya keluar.
Nasir: Bapak bagus keluar, enggak ada gunanya di sini. Anda bukan buat main-main di DPR.
Orias: Saya tidak main-main, Pak.
Nasir: Anda bukan buat main main di sini, tahu?
Orias: Saya tidak main-main, Pak.
Nasir: Anda bukan buat main-main di sini. Anda itu enggak lengkap bahannya. Enak betul Anda di sini. Siapa yang naruh Anda di sini?
Orias: Saya diundang, saya datang.
ADVERTISEMENT
Nasir: Kurang ajar anda di sini, kalau enggak suka Anda keluar. Ini punya negara, bukan punya pribadi. Saya bicara pun atas negara. Kurang ajar kok, rapat ini bahannya harus lengkap. Anda jelasin sejelasnya. Saya pimpinan kalau ada orang kayak gini, enggak usah lagi rapat di sini, undang wakilnya saja atau kalau perlu undang menterinya saja. Orang utang tuh cuma dua. Saya enggak setuju biar semua nambang emas di sana. Kita minta nanti sama Kementerian ESDM untuk keluarkan izin sebanyak-banyaknya di sana. PTFI ini yang bohongin rakyat. Kemarin kementerian politik diputar-putar jadi enggak bayar denda. Ada apa ini? Emang Freeport ini siapa? Saya ingatkan pimpinan ya, Anda sebagai pimpinan atur lalu lintas rapat ini, kalau ada mitra kayak gini, dikeluarkan orang ini dan enggak perlu ada orang ini.
ADVERTISEMENT
Alex Noerdin: Cukup Pak?
Nasir: Belum, bentar. Kalau rapat ini harus ada bahannya, sekretariat juga minta. Saya khawatir ini 3 BUMN ini tersandera dengan utang ini. Investasi apaan, ini kita kalau ditanya dagang mana untungnya. Ini orang disuruh utang.
Nasir bahkan meminta Orias diganti. Dia menyatakan akan mengirim surat dari Fraksi Demokrat ke Menteri BUMN Erick Thohir.
"Apa ini holding ini? Bukan tempat main. Yang saya tanya ini materinya, ini mau diapain lagi Freeport ini? Kalau Anda utang, enggak harus bayar itu bagus, pintar. 'Itulah guna saya di sini', bagus. Jadi pimpinan, dia keluarkan saja orang ini. Selagi saya di sini, enggak akan saya biarkan dia di sini. Terima kasih pimpinan," ujar Nasir mengakhiri debat.
ADVERTISEMENT