Laju Inflasi Terus Meningkat, Pengamat: BI Harus Segera Naikkan Suku Bunga Acuan

11 Juli 2022 18:05 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Bank Indonesia. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Bank Indonesia. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
ADVERTISEMENT
Laju inflasi domestik di Indonesia terus meningkat. Bahkan Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi berada di level 4,35 persen pada Juni 2022. Angka tersebut melebihi target atas inflasi yang telah ditetapkan Bank Indonesia (BI).
ADVERTISEMENT
Menanggapi hal tersebut, Pengamat ekonomi digital dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda meramal BI segera menaikkan suku bunga acuan.
"Kalau kita lihat ada kemungkinan bank sentral kita menaikkan suku bunga acuannya. Beberapa bulan terakhir di tahan di 3,5 (persen) saya rasa untuk pertemuan mendatang bisa menaikkan suku bunga acuan," jelas Nailul dalam Forum Diskusi Salemaba Policy Center Iluni-UI, Senin (11/7).
Nailul menilai kondisi Indonesia saat ini seperti memakan buah simalakama, yakni berada dalam kondisi yang serba salah. Di satu sisi, kenaikan suku bunga acuan akan berimbas pada melemahnya penyaluran kredit. Namun di sisi lain, laju inflasi menjadi tak terkendali jika BI tidak menaikkan suku bunga.
ADVERTISEMENT
"Dampak dari kenaikan suku bunga di negara maju bisa menghasilkan capital outflow. Biasanya investor mencari mana yang lebih untung dan lebih save. Bisa dibilang uang dari investor ini keluar ke negara maju yang mempunyai suku bunga acuan yang tinggi," ungkap Nailul.
Dalam Rapat Dewan Gubernur sebelumnya, BI kembali memutuskan mempertahankan suku bunga acuan di level 3,5 persen untuk Juni 2022. Selain itu, BI juga mempertahankan suku bunga deposit facility di level 2,75 persen dan lending facility 4,25 persen.
"Rapat Dewan Gubernur BI pada tanggal 23 dan 24 Mei 2022 memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan BI 7 Day Repo Rate sebesar 3,5 persen," ujar Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers secara virtual, Kamis (23/6).
ADVERTISEMENT
Perry mengatakan keputusan ini sejalan dengan perlunya pengendalian inflasi, menjaga stabilitas nilai tukar, dan tetap mendorong pertumbuhan ekonomi di tengah tekanan eksternal terkait ketegangan geopolitik Rusia-Ukraina, serta risiko perlambatan pertumbuhan ekonomi dan inflasi.