Larangan Ekspor Minyak Goreng Sudah Dicabut, Harga TBS Sawit Petani Masih Rendah

24 Mei 2022 15:54 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Seorang petani membongkar muatan tandan buah segar (TBS) sawit di Desa Raja Bejamu Kabupaten Rokan Hilir, Riau, Rabu (19/2). Foto: ANTARA FOTO/Aswaddy Hamid
zoom-in-whitePerbesar
Seorang petani membongkar muatan tandan buah segar (TBS) sawit di Desa Raja Bejamu Kabupaten Rokan Hilir, Riau, Rabu (19/2). Foto: ANTARA FOTO/Aswaddy Hamid
ADVERTISEMENT
Kebijakan pemerintah mencabut larangan ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya untuk bahan baku minyak goreng belum berdampak kepada kenaikan harga tandan segar (TBS) sawit. Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih mengatakan harga TBS di beberapa wilayah masih terpantau rendah.
ADVERTISEMENT
"Di beberapa desa di Kabupaten Asahan, Sumatera Utara terjadi kenaikan Rp 50 per kg, dan ada juga yang harganya tetap. Harga di tingkat petani bervariasi di kisaran Rp 1.700 sampai Rp 2.000, sementara harga di loading ramp di kisaran Rp 2.000 sampai Rp 2.200,” ujar Henry melalui rilis resminya, Selasa (24/5).
Henry menjelaskan bahwa harga TBS sawit dari Pasaman Barat, Sumatera Barat di peron mencapai Rp 1.750, sementara harga pabrik kelapa sawit (PKS) ada dikisaran Rp 1.950.
"Kalau di Jambi, harga TBS juga tidak lagi mengalami penurunan. Di Tanjung Jabung Timur harga TBS tetap Rp 1.625 per kg, di Muara Bungo Rp 2.200 per kg, dengan kenaikan Rp 100 per kg. Begitu juga di Kabupaten Muaro Jambi, Tebo, dan Tanjung Barat, kenaikan mulai dari Rp 75 per kilo sampai Rp 250," tambahnya.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, Henry mengakui tetap ada kenaikan harga walaupun masih terhitung kecil. Henry mengungkapkan beberapa harga TBS di Riau sudah mengalami kenaikan Rp 2.300 per kilo.
Kelapa Sawit yang sudah diambil dari pohonnya. Foto: Abdul Latif/kumparan
Henry meminta pemerintah untuk membuat kebijakan harga dasar kelapa sawit sebagai rujukan pada pihak pabrik untuk membeli TBS dari petani.
"Selain itu, BPDKS untuk mengalokasikan anggarannya kepada para petani sawit skala kecil, karena selama ini masih dinikmati oleh korporasi atau industri besar untuk biodiesel," ujarnya
Selain itu, dirinya juga melihat pencabutan larangan ekspor minyak goreng ini dapat menjadi momen untuk merombak tata kelola persawitan Indonesia melalui reforma agraria. Henry menegaskan bahwa sawit harus diurus petani bukan korporasi. Menurutnya negara perlu berperan dalam transisi tersebut untuk melaksanakan reforma agraria.
ADVERTISEMENT
“Korporasi mengurus industri pengolahan lanjutannya saja seperti pabrik sabun, obat-obatan, dan usaha-usaha industri turunan lainnya saja,” tutur Henry.