Lemhannas Nilai Persaingan Perdagangan Komoditas Makin Ketat

22 Mei 2023 13:13 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gubernur Lemhannas RI, Andi Widjajanto mengunjungi kumparan, Kamis (14/4/2022). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Gubernur Lemhannas RI, Andi Widjajanto mengunjungi kumparan, Kamis (14/4/2022). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) menilai persaingan perdagangan komoditas makin ketat. Saat ini, banyak negara dinilai melakukan proteksi terhadap komoditas strategis mereka.
ADVERTISEMENT
Lemhannas menyebut salah satu kompetisi yang terjadi saat ini adalah di aspek konektivitas perdagangan. Di Asia, terjadi persaingan antara China dan Amerika Serikat. China menginisiasi kerja sama pembangunan infrastruktur Belt and Road Initiative (BRI) dalam rangka menempatkan dirinya sebagai pusat perdagangan Asia.
Di lain pihak, Amerika Serikat tengah mendorong IndoPacific Economic Framework yang bertujuan menciptakan soliditas ekonomi melalui reformasi struktural. Gubernur Lemhannas, Andi Widjajanto, mengatakan perdagangan bebas yang diusung oleh negara-negara adidaya tersebut justru berimbas pada pembatasan atau intervensi komoditas strategis di masing-masing negara.
"Komoditas strategis tidak dapat bergerak bebas dengan adanya intervensi negara-negara global. Negara yang mempromosikan perdagangan bebas justru yang paling melakukan intervensi komoditas strategis mereka," kata Andi saat Webinar Memperkuat Ketahanan Nasional di Industri Jasa Keuangan yang digelar OJK, Senin (22/5).
ADVERTISEMENT
Menurutnya, tren seperti ini akan terus berlangsung 10 sampai 20 tahun ke depan. Sehingga hal tersebut perlu diantisipasi untuk ketahanan ekonomi Indonesia ke depan.
Adapun kebijakan intervensi yang mendominasi ini berupa subsidi (55,6 persen), pengendalian ekspor (18,2 persen), dan tarif (8,3 persen).
Sementara sektor-sektor komoditas strategis yang paling banyak dibatasi di perdagangan global saat ini pertama adalah produk besi dan baja, kendaraan bermotor, produk fabrikasi logam, pangan (sereal), produk farmasi, energi listrik, produk kimia, hingga mesin komputer.
Sebagai contoh intervensi pada sektor besi dan baja, adalah implementasi subsidi dari pemerintah Tiongkok kepada 32 perusahaan pada awal tahun 2022 lalu, serta penerapan tarif impor oleh AS terhadap produk turunan baja dan aluminium pada tanggal 9 Desember 2022.
ADVERTISEMENT
"Di sisi lain, Indonesia juga melakukan pengendalian ekspor bijih nikel pada tahun 2019 untuk menguatkan industri baja dalam negeri," ujar Andi.
Pembatasan atau intervensi sektor besi dan baja di global ini juga memberikan dampak bagi Indonesia, seperti penerapan tarif impor yang dilakukan oleh pemerintah Amerika Serikat terhadap turunan baja dan aluminium.
Menurut Andi, ketegangan hubungan perdagangan ini dapat mempengaruhi kinerja sektor lainnya, terutama lembaga keuangan yang secara langsung mendukung aktivitas ekonomi tersebut.
"Dilihat dari data yang ada, kemungkinan intervensi dan proteksionisme ini berlanjut seiring tren ketidakpastian global meningkat," tutur Andi.