Luhut Buka Suara soal Pernyataan Tom Lembong Tesla Sudah Tak Pakai Nikel

24 Januari 2024 21:57 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan saat menemui CEO Tesla Inc, Elon Musk, di Giga Factory Texas. Foto: Instagram/@luhut.pandjaitan
zoom-in-whitePerbesar
Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan saat menemui CEO Tesla Inc, Elon Musk, di Giga Factory Texas. Foto: Instagram/@luhut.pandjaitan
ADVERTISEMENT
Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menanggapi co-captain AMIN, Thomas Lembong, terkait pernyataan produksi Tesla di China tidak memakai nikel sebagai bahan baku kendaraan listrik.
ADVERTISEMENT
Soal Tom Lembong pernah menyatakan Tesla tak lagi pakai nikel diungkapkan cawapres nomor urut 02, Gibran Rakabuming Raka, saat bertanya kepada lawannya, Cawapres nomor urut 01, Muhaimin Iskandar alias Cak Imin, pada debat pilpres keempat, Minggu (21/1) malam.
Luhut membantah Tesla sudah tidak menggunakan nikel dan 100 persen menggunakan lithium ferro phosphate (LFP) untuk mobil listrik. Perusahaan mobil listrik milik Elon Musk itu, kata dia, masih menggunakan nikel untuk baterai kendaraan listriknya.
“Tidak benar pabrik Tesla di Shanghai menggunakan 100 persen LFP atau lithium ferro phosphate untuk mobil listriknya. Mereka masih tetap gunakan nickel based baterai. Jadi seperti suplai nickel based baterai itu dilakukan oleh LG Korea Selatan untuk model mobil listrik yang diproduksi Tesla di Shanghai,” ujar Luhut dalam postingan akun instagram, Rabu (24/1).
ADVERTISEMENT
"Memang ada yang mulai LFP karena penelitian mengenai LFP makin berkembang," kata dia menambahkan.
Luhut mengakui suatu ketika tidak menutup kemungkinan nikel itu berkurang penggunaannya. Makanya, kata dia, harus genjot dengan catatan harus tetap terukur.
“Sekarang ini kalau kita lihat hilirisasi kita di katoda dan banyak lagi lithium baterai sangat maju, yang membuat ekspor kita tidak hanya bergantung lagi pada ekspor raw materialnya itu,” imbuhnya.
Area tambang nikel PT Hillconjaya Sakti di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. Foto: Hillconjaya Sakti
Luhut menjelaskan akan berbahaya bagi perekonomian Indonesia ketika harga nikel terlalu tinggi. Apabila harga nikel terlalu tinggi industri baterai listrik akan beralih mencari alternatif lain. Makanya pemerintah perlu mencari keseimbangan dengan benar, bahwa nikel Indonesia akan tetap dibutuhkan dalam belasan tahun ke depan.
"Tom harus mengerti kalau harga nikel terlalu tinggi itu berbahaya. Kita harus belajar dari kasus cobalt, tiga tahun lalu harganya begitu tinggi,orang akhirnya mencari bentuk baterai lain, itu bentuk salah satu pemicu lahirnya Lithium Ferro phosphate itu," tuturnya.
ADVERTISEMENT
"Tapi ingat, lithium battery itu bisa recycling. Sedangkan tadi yang LFP tidak bisa recycling sampai hari ini. Tapi sekali lagi teknologi itu berkembang. Nah kita bersyukur LFP juga kita kembangkan dengan Tiongkok. Tadi lithium battery juga kita kembangkan dengan Tiongkok maupun dengan lain-lain," kata Luhut.