Luhut Kejar Target Baterai Lithium Bisa Diproduksi di RI Tahun 2023

10 Desember 2019 15:19 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Peluncuran Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Peluncuran Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Pemerintah berencana membangun pabrik baterai lithium sesegera mungkin.
Sebab Indonesia memiliki bahan baku pembuatan baterai lithium, yaitu bijih nikel ore yang memiliki potensi yang sangat besar untuk ekspor.
ADVERTISEMENT
Baterai lithium umumnya dijumpai pada barang-barang elektronik konsumen. Baterai ini merupakan jenis baterai isi ulang yang paling populer untuk peralatan elektronik portabel, karena memiliki salah satu kepadatan energi terbaik, tanpa efek memori, dan mengalami kehilangan isi yang lambat saat tidak digunakan. Selain digunakan pada peralatan elektronik konsumen, baterai lithium juga sering digunakan oleh industri militer, kendaraan listrik, dan dirgantara.
Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, izin pembangunan pabrik baterai lithium akan diusahakan selesai tahun ini.
"Kita harapkan ini (izin) amdal (analisis dampak lingkungan) selesai tahun ini. Kemudian dia (investor) konstruksi 18 bulan sampai 2 tahun. Full baterai 2023 (produksi). Saya bilang urusan izin saya," ujar Luhut saat melakukan pertemuan bersama media di kantornya, Jakarta Pusat, Selasa (10/12).
Sejumlah motor listrik di Peluncuran Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Adapun rencana lokasi pembangunan pabrik baterai lithium ini berada di Patimban, Subang, Jawa Barat. Saat ini lokasi tersebut masih dalam uji teknis.
ADVERTISEMENT
"Lagi timbang di Patimban, pertimbangan teknis," jelasnya.
Luhut menjelaskan, dengan ada pembangunan pabrik baterai lithium di Indonesia akan menambah devisa negara lebih tinggi dibanding ekspor bijih nikel ore secara langsung.
Sejauh ini, pangsa pasar bijih nikel adalah China sebesar 98 persen, sehingga pada saat Indonesia berhenti ekspor akan membuat China melakukan relokasi.
"Banyak pengamat ekonomi mengkritik kenapa saya melarang ekspor (bijih nikel) ore. (karena) 98 persen dari nikel kita ke Tiongkok. Dia harus relokasi industri ke kita. Saya enggak ada bisnis di sana," kata Luhut.