Luhut Tawari Investor China Proyek Baru Senilai Rp 870 Triliun

6 Desember 2018 10:47 WIB
Deputi III Bidang Koordinasi Infrastruktur Kementerian Koordinator Kemaritiman, Ridwan Djamaluddin (kanan). (Foto: Dok. Kemenko Kemaritiman)
zoom-in-whitePerbesar
Deputi III Bidang Koordinasi Infrastruktur Kementerian Koordinator Kemaritiman, Ridwan Djamaluddin (kanan). (Foto: Dok. Kemenko Kemaritiman)
ADVERTISEMENT
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman yang dipimpin Luhut Binsar Pandjaitan, menawarkan proyek baru senilai USD 60 miliar atau setara Rp 870,5 triliun, kepada para investor China. Tawaran itu dimaksudkan untuk memanfaatkan skema kerja sama One Belt One Road (OBOR).
ADVERTISEMENT
Dikutip dari Reuters, Indonesia memiliki lokasi strategis di kawasan, namun belum menerima manfaat maksimal dari skema kerja sama OBOR. Dalam skema tersebut, China menyiapkan dana triliunan dolar, untuk mewujudkan obsesinya membangun ‘jalur sutera baru’.
Sebelumnya, Indonesia dan China telah bekerja sama dalam proyek kereta semi-cepat Jakarta-Bandung, senilai USD 6 miliar.
Di luar proyek tersebut, Deputi Kemenko Maritim Bidang Koordinasi Infrastruktur Ridwan Djamaluddin mengatakan, sejak setahun lalu pemerintah telah menjalin komunikasi yang konstruktif dengan China, untuk kerja sama lanjutan pada proyek-proyek infrastruktur lain hingga senilai USD 60 miliar.
“Indonesia telah mengusulkan proyek-proyek potensial di seluruh nusantara. Para pejabat dan ahli dari China juga telah berkeliling ke berbagai daerah untuk mencari proyek-proyek yang akan didanai skema OBOR,” katanya kepada Reuters dalam sebuah wawancara.
ADVERTISEMENT
OBOR merupakan kerja sama ekonomi China, untuk menanamkan pengaruh global di berbagai negara Asia, Afrika dan Eropa. Hal ini sebagai upaya untuk menandingi pengaruh ekonomi dan politik Amerika Serikat.
Proyek-proyek yang ditawarkan Indonesia antara lain, empat Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) senilai USD 35 miliar di Provinsi Kalimantan Utara.
Percepatan proyek Kereta Cepat yang Dikerjakan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. (Foto: Dok: PT Wijaya Karya (Persero) Tbk)
zoom-in-whitePerbesar
Percepatan proyek Kereta Cepat yang Dikerjakan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. (Foto: Dok: PT Wijaya Karya (Persero) Tbk)
Mengutip media China, Reuters mengungkapkan pada Oktober lalu, Power Construction Corp of China (PowerChina) dan Indonesia Kayan Hydro Energy telah menandatangani kontrak senilai USD 17,8 miliar. Kontrak itu untuk kerja sama tahap awal, berupa pengadaan dan konstruksi untuk salah satu PLTA.
Tawaran investasi Indonesia bagi China, juga meliputi proyek pembangkit listrik mulut-tambang, pembangunan kawasan industri, pelabuhan dan infrastruktur lainnya di Provinsi Kalimantan Tengah, Sumatra Utara, Sulawesi Utara dan di pulau resor Bali.
ADVERTISEMENT
“Kami sepenuhnya sadar bahwa kami tidak boleh membiarkan kerja sama ini berakhir dengan buruk,” ujar Ridwan. “Negara-negara lain telah dipaksa untuk membayar kembali pinjaman, hingga akhirnya terpaksa melepaskan aset mereka. Kami tidak ingin itu terjadi di Indonesia,” tambah dia.
Dia mengakui, hal itu menyebabkan Indonesia lebih sulit meraih kesepakatan kerja sama dengan China. Karena pemerintah bersikeras kerja sama ini dilakukan secara business to business (B to B), bukan antar-pemerintah (G to G).
Prototipe Kereta Cepat Jakarta-Bandung. (Foto: Resya Firmansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Prototipe Kereta Cepat Jakarta-Bandung. (Foto: Resya Firmansyah/kumparan)
Menurutnya, model B to B akan membantu melindungi Indonesia dari risiko pengalihan aset negara jika sampai terjadi gagal bayar.
“Saya mengerti kami tidak secepat negara lain untuk mengundang investasi China, karena mereka akan berpikir lebih lama tentang penawaran kami,” kata Ridwan.
ADVERTISEMENT
Dia mengharapkan, pembicaraan lanjutan dengan China pada April mendatang dapat menghasilkan kesepakatan kerja sama, atas proposal terbaru dari Indonesia yang diajukan bulan lalu.
Pemerintah juga mengajukan syarat-syarat kerja sama yang ketat, menyangkut keharusan mempekerjakan pegawai Indonesia, penggunaan teknologi terbarukan dan ramah lingkungan, serta terbukanya peluang transfer teknologi.