Masalah Tak Berujung di BPJS Kesehatan

30 Mei 2020 7:51 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas melayani pengurusan kepesertaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Petugas melayani pengurusan kepesertaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
Persoalan di BPJS Kesehatan tampaknya masih berlangsung. Meskipun iuran dinaikkan, defisit keuangan dinilai masih akan membayangi asuransi kesehatan milik pemerintah tersebut.
ADVERTISEMENT
Kebijakan kenaikan iuran tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Berikut fakta-faktanya:
Kenaikan Iuran Tak Jamin Turunkan Defisit
Petugas melayani pelanggan di Kantor BPJS Kesehatan, Jakarta, Senin (9/3). Foto: ANATRA FOTO/M Risyal Hidayat
Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menilai, aturan pemerintah yang menaikkan iuran BPJS Kesehatan per 1 Juli mendatang tidaklah tepat. Menurutnya, menaikkan iuran tak menjadi jaminan persoalan defisit keuangan BPJS Kesehatan itu selesai.
“Apakah kenaikan iuran otomatis akan turunkan defisit? Belum tentu, kalau pengendalian biaya tidak dilakukan. Ini persoalan yang terjadi, padahal ini harus dipikirkan pemerintah,” kata Timboel dalam video conference, Jumat (29/5).
Adapun defisit BPJS Kesehatan di 2019 sebesar Rp 15,5 triliun. Angka ini meningkat dari tahun sebelumnya yang mencapai defisit Rp 9,1 triliun.
ADVERTISEMENT
Menurut dia, kenaikan iuran adalah suatu keniscayaan. Namun jika tak diikuti dengan perbaikan dan tata kelola akan sia-sia.
“Perpres 75 dan 64 intinya ada kenaikan iuran, kenaikan iuran itu keniscayaan, karena regulasi mengatur. Tapi masalahnya kan perbaikannya seperi apa,” jelasnya.
291 Rumah Sakit Ajukan Klaim Kasus COVID-19
Pegawai BPJS melayani sejumlah warga di kantor Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Cabang Medan, Sumatera Utara. Foto: ANTARA FOTO/Septianda Perdana
BPJS Kesehatan mendapat tugas khusus dari pemerintah untuk memverifikasi klaim pelayanan kesehatan rumah sakit terkait penanganan pandemi COVID-19. Saat ini, BPJS Kesehatan menjalankan proses verifikasi tersebut secara bertahap sesuai dengan tenggat waktu yang diberikan yaitu 7 hari kerja.
“Sampai dengan 27 Mei 2020, terdapat 291 RS yang telah mengajukan klaim khusus untuk kasus COVID-19 di Kantor Cabang BPJS Kesehatan. Beberapa klaim yang diajukan oleh RS telah diverifikasi dan diajukan ke Kementerian Kesehatan untuk diproses lebih lanjut,” kata Kepala Humas BPJS Kesehatan M Iqbal Anas Ma’ruf melalui keterangannya.
ADVERTISEMENT
Iqbal menjelaskan, setelah melakukan verifikasi, BPJS Kesehatan akan menerbitkan Berita Acara Verifikasi pembayaran tagihan klaim pelayanan kepada Kementerian Kesehatan. Selanjutnya, Kementerian Kesehatan akan membayarkan klaim kepada rumah sakit setelah dikurangi uang muka yang telah diberikan sebelumnya.
Biaya klaim akan ditransfer ke rekening instansi RS oleh Kementerian Kesehatan dalam kurun waktu 3 hari kerja.
Iqbal mengingatkan, masa kedaluwarsa klaim adalah 3 bulan setelah status pandemi COVID-19 dicabut oleh pemerintah. Untuk itu, ia mengharapkan RS dapat menyiapkan berkas-berkas yang diperlukan secara lengkap agar proses pengajuan klaim berjalan lancar.
Kemenkeu Ungkap Sulitnya Hitung Kenaikan Iuran
Warga mengisi formulir Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di kantor BPJS Kesehatan Jakarta Pusat. Foto: ANTARA FOTO/Galih Pradipta
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengakui cukup sulit untuk menetapkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Perhitungan yang dilakukan pun kompleks, dengan memperhatikan karakter peserta tiap kelas.
ADVERTISEMENT
Kepala Bidang Program Analisis Kebijakan Pusat Sektor Keuangan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Ronald Yusuf mengatakan, untuk peserta kelas I dan II usulan awalnya justru lebih tinggi dari yang ditetapkan dalam Perpres 64/2020.
Berdasarkan bahan materi dari Kemenkeu, usulan awal kenaikan iuran BPJS Kesehatan untuk peserta kelas I sebesar Rp 155.956 hingga Rp 176.835 per bulan. Peserta kelas II sekitar Rp 113.212 per bulan.
Dia melanjutkan, ada beberapa faktor yang menjadikan kenaikan iuran menjadi sesuai Perpres 64/2020 saat ini. Di antaranya kenaikan yang harus terjangkau masyarakat.
Selain itu, Ronald juga menyebut, peserta kelas I tidak semuanya golongan mampu. Sebaliknya, banyak juga masyarakat mampu yang menjadi peserta kelas III BPJS Kesehatan.
ADVERTISEMENT
“Di sini yang tricky, tantangannya tidak mudah. Banyak orang yang mampu, mereka tahu tidak akan gunakan layanan, jadi ya bayar kelas III saja. Kelas I belum tentu semua kaya, kemampuan biasa, ada yang memaksakan kelas I karena tahu akan sering merasakan,” tambahnya.
Dalam Perpres 64/2020, pemerintah menaikkan iuran BPJS Kesehatan mulai 1 Juli mendatang.
Iuran peserta Mandiri kelas I naik dari Rp 80.000 menjadi Rp 150.000 per peserta per bulan dan Mandiri kelas II naik dari Rp 51.000 menjadi Rp 100.000 per peserta per bulan.
Sementara iuran kepesertaan Mandiri kelas III naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 35.000 per peserta per bulan mulai 2021.
Adapun iuran bagi Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan ditetapkan sebesar Rp 42.000 per orang per bulan. Namun iuran ini sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah pusat.
ADVERTISEMENT
Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona.
*****
kumparanDerma membuka campaign crowdfunding untuk bantu pencegahan penyebaran corona virus. Yuk, bantu donasi sekarang!