Mau Tambah Alokasi Subsidi Energi, Pemerintah Diminta Tunda Proyek Infrastruktur

13 Agustus 2022 12:04 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira. Foto: Muhammad Fadli Rizal/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira. Foto: Muhammad Fadli Rizal/kumparan
ADVERTISEMENT
Ekonom mendorong pemerintah mengambil langkah antisipasi untuk menahan lonjakan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) subsidi. Konsumsi BBM jenis Pertalite hingga Juli 2022 sudah mencapai 16,8 juta kilo liter (KL) atau setara dengan 73,04 persen dari total kuota yang ditetapkan sebesar 23 juta KL, sehingga subsidi hanya tersisa 6,2 KL.
ADVERTISEMENT
Ekonom sekaligus Direktur Center for Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, mengungkapkan salah satu cara untuk mengantisipasi kuota subsidi BBM ini adalah dengan memperketat pengawasan solar subsidi untuk kendaraan angkutan di perusahaan pertambangan dan perkebunan skala besar.
“Selama ini tingkat kebocoran solar masih terjadi, dan lebih mudah mengawasi distribusi solar dibandingkan pengawasan BBM untuk kendaraan pribadi karena jumlah angkutan jauh lebih sedikit dibanding mobil pribadi. Penghematan dari pengawasan distribusi solar subsidi cukup membantu penghematan anggaran,” ujar Bhima kepada kumparan, Sabtu (13/8).
Selain itu, Bhima juga menyarankan pemerintah menunda proyek-proyek infrastruktur agar dapat dialokasikan untuk menambah subsidi energi. Menurutnya alokasi subsidi energi juga bisa membantu menjaga inflasi.
“Sejauh ini penambahan subsidi energi cukup membantu menjaga inflasi. Saya kira wajar pemerintah bantu masyarakat di saat harga minyak mentah naik. Sebelumnya tahun 2015-2019 subsidi energi kan dipangkas besar besaran untuk belanja infrastruktur. Jadi wajar saat ini masyarakat minta pemerintah kembalikan subsidi untuk jaga daya beli,” kata Bhima.
ADVERTISEMENT
Bhima menjelaskan diperlukan juga melakukan penghematan belanja pemerintah seperti, belanja pegawai, belanja barang dan jasa, termasuk transfer ke daerah masih bisa dilakukan. ”Pemerintah juga dibekali dengan undang-undang darurat keuangan di mana pergeseran anggaran tanpa persetujuan DPR. Jadi lebih cepat dilakukan perombakan ulang APBN semakin baik,” sambungnya.
Mulai 1 Juli 2022, beli pertalite dan solar di SPBU wajib daftar MyPertamina. Foto: Dok. Pertamina Patra Niaga
Dihubungi terpisah, Wakil Direktur INDEF Eko Listiyanto mengatakan saat ini arah kebijakan pemerintah menjaga daya beli dan laju inflasi tetap terkendali. Oleh karena itu, menurutnya menjadi pilihan yang baik untuk pemerintah dapat menambah kuota BBM subsidi.
Menurutnya, perekonomian Indonesia yang tahun ini diperkirakan tumbuh lebih tinggi dari tahun lalu tentu memerlukan suplai energi, khususnya BBM yang lebih besar dari tahun lalu.
Meski demikian, Eko mengatakan penambahan subsidi BBM ini sebaiknya dilakukan upaya-upaya seperti realokasi, reposisi, dan efisiensi anggaran.
ADVERTISEMENT
“Upaya menambah subsidi ini sebaiknya dilakukan dengan realokasi, reposisi, dan efisiensi anggaran, bukan dengan menambah defisit dengan utang,” terangnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani juga telah mewaspadai lonjakan konsumsi BBM Pertalite yang disubsidi pemerintah akan melebih kuota yang telah ditetapkan. Hal ini juga akan berdampak kepada anggaran subsidi energi yang jebol di atas Rp 502 triliun.
DPR telah menyetujui tambahan anggaran subsidi dan kompensasi energi di tahun ini sebesar Rp 349,9 triliun, dari pagu awal di APBN 2022 senilai Rp 152,5 triliun. Sehingga, total subsidi dan kompensasi energi saat ini sebesar Rp 502,4 triliun.
Sri Mulyani menjelaskan, tambahan subsidi energi tersebut dihitung salah satunya berdasarkan volume atau kuota untuk Pertalite di APBN 2022 sebesar 23 juta kiloliter, namun realisasi konsumsi saat ini terus melonjak, bahkan diestimasi bisa mencapai 28 juta kiloliter.
ADVERTISEMENT
"Ini kan berarti akan ada tambahan di atas Rp 502 triliun yang sudah kita sampaikan. Belum harga minyaknya sendiri yang kita asumsikan di dalam APBN kan basisnya USD 100 (per barel), kemarin kan sempat pernah USD 120 jadi itu juga akan menambah tekanan," kata Sri Mulyani kepada wartawan di kantor Kemenko Perekonomian, Rabu (10/8).